Foto: Ni Ketut Sariwati (NKS), Srikandi NasDem Bali yang juga pengurus KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) Provinsi Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

“Bulan April selalu menjadi momen dimana saya sebagai perempuan tersadar bahwa posisi pendidikan, karir dan kehidupan sosial saya sampai hari ini adalah hasil dari perjuangan salah satu pejuang perempuan kita , ibu R.A Kartini,” ungkap Ni Ketut Sariwati (NKS), Srikandi NasDem Bali saat mengawali perbincangan mengenai pandangannya terkati makna Hari Kartini yang jatuh pada 21 April 2023 ini.

“Persamaan hak yang kita peroleh sekarang ini membuat saya merasa menjadi manusia yang seutuhnya. Artinya sebagai perempuan kita juga punya hak merasa aman (bebas dari tekanan dan intimidasi kaum laki-laki) dan dihargai sebagai gender yang setara dengan laki-laki sehingga dapat berkiprah di segala bidang,” ungkap Ni Ketut Sariwati (NKS) lebih lanjut.

 

NKS, ibu dari 2 putri yang sudah berhasil mandiri secara mental dan financial di Jerman dan Jakarta, mulai terjun ke dalam dunia politik selama 4 tahun terakhir ini berpendapat bahwa kaum perempuan di dalam suatu negara haruslah tahu politik, minimal mengikuti perkembangan di daerahnya walau tidak harus terjun sebagai praktisi.

“Agar perempuan tahu mau dirancang seperti apa negara kecilnya, yang disebut keluarga itu. Dan keterlibatan perempuan di dalam politik akan dapat meningkatkan ekonomi sebuah negara, yang tentu akan berdampak kembali kepada keluarga itu sendiri.Bukankah perempuan adalah tiang negara? ,” papar Ni Ketut Sariwati.

“Dan dalam dunia politik, perempuan bukan sekedar pelengkap tapi juga pejuang!! Karena perempuan juga harus ikut menentukan kejayaan bangsa dan negara kita,” katanya menegaskan pandangannya soal posisi perempuan di panggung politik.

 

Ni Ketut Sariwati, Srikandi NasDem Bali ini juga aktif sebagai pengurus (Koordinator Bidang Pengembangan Organisasi dan Diklat) KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) Provinsi Bali yang bertugas menyiapkan kader-kader perempuan politik agar siap secara mental dan intelektual dalam berjuang di dunia politik sebelum mencapai elektabilitasnya.

“KPPI adalah wadah pertemuan kami para perempuan politik yang menjadi mediator dari masing-masing partai politik yang kami wakili dalam menyampaikan kepentingan partai yang ingin mencetak kader-kader perempuan yang handal dalam berpolitik,” ungkapnya.

Ditemui di tengah-tengah kesibukannya menyiapkan acara workshop dan pendidikan politik untuk anggota KPPI Bali, NKS, perempuan asal Pandak Gede Kediri Tabanan, yang berhasil menamatkan kuliah sarjananya di Institute Teknologi Bandung tahun 1996 tapi tidak pernah mau menyantumkan titelnya ini menyampaikan bahwa ijazah atau title/gelar itu hanyalah tanda bahwa kita pernah kuliah di sana tapi bukan tanda kita pernah BERPIKIR.

“Dan seorang politisi seharusnya BERPIKIR dulu dengan akal sehat baru kerja…kerja… kerja!,” pungkas NKS. (dan)