Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Provinsi Bali Komang Gede Subudi.

Denpasar (Metrobali.com)-

Kerusakan ekosistem terumbu karang dan kemerosotan keanekaragaman ekosistem bawah laut menjadi isu strategis dan perhatian serius Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Provinsi Bali.

Upaya konservasi dan pelestarian ekosistem terumbu karang ini juga menjadi bagian spirit dalam pengaturan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali Tahun 2020-2040.

“Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem paling rentan di dunia dan ekosistem terumbu karang di Bali harus kita jaga bersama demi keberlangsungan peradaban lingkungan Bali,” kata Ketua Umum BIPPLH Provinsi Bali Komang Gede Subudi, Kamis (4/3/2021) di Denpasar.

Sekitar 75% garis pantai Pulau Bali dan pulau-pulau kecilnya merupakan habitat terumbu karang. Bersama-sama dengan ekosistem mangrove dan padang lamun, ekosistem-ekosistem pesisir sangat mendukung
tingginya produktivitas hayati Perairan Pesisir yang berkontribusi bagi perikanan dan pariwisata.

Sumber daya alam pesisir dan laut Bali, yang merupakan bagian dari kawasan segitiga karang dunia, telah lama menjadi modal masyarakat Bali yang dimanfaatkan sebagai sumber daya perikanan utamanya sebagai tujuan pariwisata bahari. Dalam perkembangan pemanfaatannya, ekosistem terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya mengalami degradasi.

Hal ini karena peningkatan pemanfaatan sumber daya secara tajam yang dipicu oleh target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ini sering dilakukan tanpa mengacu pada prinsip pembangunan yang seimbang dan berkelanjutan.

Atas kondisi ini, BIPPLH mengingatkan ekosistem terumbu karang di Bali harus mendapatkan perhatian khusus karena di beberapa titik sudah mengalami degradasi dan ancaman kerusakan lingkungan. “Terumbu karang kita sedikit dan terancam terdegradasi. Kalau dibiarkan itu akan habis,” kata Subudi mengingatkan.

BIPPLH mengajak daerah-daerah di Bali yang mempunyai ekosistem terumbu karang agar terus fokus pada upaya perbaikan dan konservasi. Sayangnya sejauh ini upaya konservasi itu dinilai masih sangat parsial.

“Masih parsial, tidak serius. Jadi untuk tahun ini kita harapkan konservasi ditingkatkan lagi,” kata Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Bali Bidang Lingkungan Hidup ini.

BIPPLH juga berharap pelibatan partisipasi masyarakat dalam konservasi ekosistem terumbu karang di Bali juga harus ditingkatkan. Jadi konservasi tidak hanya tugas pemerintah, libatkan masyarakat sehingga ada keterikatan yang sangat solid bersama-sama menjaga lingkungan.

“Libatkan masyarakat supaya mereka makin peduli juga,” imbuh Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

Terkait aktivas pengusaha yang membudidayakan terumbu karang hias di sejumlah titik perairan di Bali, BIPPLH berharap jangan sampai usaha tersebut malah mengeksploitasi dan merusak ekosistem terumbu karang yang alami.

Para pengusaha itu dituntut harus punya tanggung jawab lingkungan melakukan konservasi terumbu karang hingga memberdayakan para nelayan, jangan hanya mengeruk keuntungan ekonomi tapi malah merusak lingkungan.

“Selama ini kami dapat laporan adanya perusakan terumbu karang yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk kepentingan dan keuntungan pribadinya. Ini perlu ditertibkan. Siapa-siapa mereka sudah terpantau kami. Kami tidak akan mentolerir itu,” kata Subudi lantas berharap pemerintah menerapkan regulasi yang lebih ketat.

BIPPLH lantas mengapresiasi hadirnya Perda RZWP3K yang menguatkan Bali Era Baru di sektor pemanfaatan dan konservasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan visi Gubernur Bali yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Di sisi lain BIPPLH Bali menyebutkan sudah ada Dokumen Cetak Biru Jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Bali yang telah disusun Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali bersama dinas terkait di kabupten/kota se-Bali dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali.

Dokumen ini mendorong terciptanya keharmonisan dan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam pengelolaan sumber daya perairan Bali dengan dukungan kuat dan partisipasi masyarakat serta lembaga lainnya untuk peningkatan manfaat sosial, ekonomi dan budaya sumber daya perairan secara berkelanjutan.

Di sisi lain walau sedang pandemi BIPPLH tetap terjadwal rutin melakukan diskusi-diskusi, bertukar informasi dengan stakeholder/NGO dalam jumlah terbatas terkait alih fungsi lahan, kerusakan lingkungan diakibatkan alam, karena galian C, abrasi dan kerusakan ATR lainnya.

“Kami mendukung program-program pemerintah yang pro lingkungan tapi kalau yang merusak tentu kami paling depan akan menolaknya. Bagi kami aktivis, silahkan ambil kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat secara luas tapi alam tidak boleh dirusak dengan alasan apapun,” kata Subudi.

“BIPPLH tidak mentolerir kerusakan lingkungan dengan dalih apapun,” tegas Subudi yang sebelumnya merupakan pengusaha tambang sukses di Kalimantan dan kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya di Bali untuk mengawal pelestarian alam lingkungan Pulau Dewata.

Untuk diketahui Visi BIPPLH yakni mengawal pembangunan Bali berdasarkan Tri Hita Karana. Misi BIPPLH turut serta bersama-sama LSM, komponen masyarakat lainnya, Desa Adat, dan seluruh seluruh  masyarakat Bali dalam mengawasi hingga menolak pembangunan yang merusak lingkungan hidup dan adat istiadat Bali baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun kelompok lainnya. (wid)