Said Salahudin 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan sistem presidensial yang dianut Indonesia memungkinkan kepada Presiden untuk melakukan intervensi kepada Polri.

“Karena Polri berada di bawah Presiden dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian disampaikan Kapolri kepada Presiden,” kata Said Salahudin melalui surat elektronik di Jakarta, Senin (4/5).

Menurut Said, tugas menjaga keamanan dan penegakan hukum merupakan turunan dari fungsi eksekutif yang dilaksanakan kepolisian dalam rangka menjalankan kekuasaan pemerintahan yang dipimpin Presiden.

Karena itu, seperti hal menteri, secara praktik Kapolri sesungguhnya menjalankan kekuasaan pemerintahan yang dipimpin Presiden. Hal itu merupakan konsekuensi dari sistem presidensial.

“Dalam sistem presidensial berlaku prinsip eksekutif tunggal, yaitu sistem yang menekankan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan ada di tangan Presiden,” tuturnya.

Said mengatakan prinsip eksekutif tunggal dalam sistem presidensial ditekankan Alexander Hamilton dan James Iredell saat menyusun konstitusi Amerika Serikat, salah satu negara yang menganut sistem tersebut.

Jauh sebelum konstitusi Amerika Serikat ada, prinsip eksekutif tunggal bahkan sudah dipraktikan oleh Khalifah Umar bin Khattab saat menolak menterinya mengirimkan gandum untuk rakyatnya yang kelaparan. Menurut Umar, itu merupakan tanggung jawab pribadinya selaku kepala negara.

“Di Indonesia, para pendiri negara secara eksplisit menegaskan prinsip eksekutif tunggal dengan menentukan bahwa dalam pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden,” katanya.

Karena itu, jelas bahwa tugas menjaga keamanan dan penegakan hukum yang dilaksanakan Polri merupakan turunan dari fungsi eksekutif dalam rangka menjalankan kekuasaan pemerintahan yang tanggung jawabnya berada di tangan Presiden.

Sebagai penanggung jawab akhir fungsi penyelenggaraan keamanan dan penegakan hukum, Presiden boleh melakukan intervensi ke dalam institusi Polri sebagai bagian dari perintah eksekutif.

Presiden Jokowi memberikan tiga perintah kepada pimpinan Polri terkait penangkapan penyidik senior KPK Novel Baswedan, yaitu supaya Novel tidak ditahan dan proses hukum dilakukan secara transparan.

Perintah terakhir adalah kepada Wakil Kepala Polri Komjen Polisi Budi Gunawan agar yang bersangkutan tidak memberikan pernyataan yang membuat kontroversi di masyarakat.

Novel sendiri setelah sempat dibawa ke Bengkulu untuk melakukan rekonstruksi, meskipun yang bersangkutan menolak, akhirnya ditangguhkan penahanannya setelah ada jaminan dari pimpinan KPK.

“Kami sepakati untuk diserahkan ke pimpinan KPK. Sudah ada jaminan dari para pimpinan KPK karenanya ditangguhkan,” kata Kepala Polri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Perintah Kepala Negara terhadap kasus Novel tersebut menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pihak menilai Presiden seharusnya tidak melakukan intervensi terhadap institusi penegak hukum. AN-MB