Azka Subhan (paling kiri) bersama para narasumber dan moderator di Harrys Hotel, Rabu (28/3).

Kuta (Metrobali.com) –

Bali tampaknya juga sangat tergantung dengan sektor pariwisata.  Sayangnya beberapa kali sektor yang menjadi sumber ekonomi utama Pulau Dewata ini terguncang oleh beberapa isu maupun kejadian.  Yang terbaru adalah erupsi Gunung Agung yang sempat membuat kunjungn wisatawan anjlok.
Untuk itu, demi pembangunan Bali yang berkelanjutan dan tidak tergantung mutlak pasa satu sektor saja,  kalangan akademisi,  pelaku perbankan dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali mendorong agar Bali mampu mengindetifikasi,  menggali potensi dan mengembangkan sektor-sektor ekonomi baru selain pariwisata yang sudah mapan namun rentan.
Demikian terungkap acara Diseminasi Kajian Ekonomi Regional Periode Februari 2018 yang mengusung tema “Strategi dan Upaya dalam Mendorong Sumber sumber Ekonomi Baru untuk Mendukung Stabilitas dan Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Bali” yang digelar Kantor Perwakilan BI Bali di Harrys Hotel Kuta, Rabu (28/3).
Salah satu narasumber  Guru Besar Ilmu Manajemen Undiknas Denpasar, Prof Dr IB Raka Suardana memaparkan, ujian terhadap pariwisata Bali beberapa waktu lalu semakin besar pasca erupsi Gunung Agung seiring dengan ditutupnya Bandara Internasional Ngurah Rai selama tiga hari ditambah dengan diterbitkannya travel advisory beberapa negara kepada warganya.
“Berangkat dari persoalan itu sudah selayaknya Bali menggali potensi baru di luar pariwisata yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi Bali,” katanya.
Lantas ia menyebutkan ada tiga sektor usaha yang potensial dikembangkan seperti pertanian, perkebunan, dan industri kreatif. Ketiga sektor ini bisa dilakukan dengan menyasar aspek manajemen, penguatan kompetensi dan pengembangan usaha. “Selain itu, diharapkan adanya suatu manajemen yang terintegrasi atau “one Island management” sehingga dapat lebih fokus dan terukur,” bebernya.
Dikatakan, pemgembangan sektor perkebunan nantinya akan mampu berkontribusi pada peningkatan PDRB sektor pertanian sebesar 1 persen, PDRB agrowisata sektor pertanian 0,9 persen, dan PDRB sektor industri kreatif 0,26 persen. “Pengembangan ketiga sektor ini mesti diselaraskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Bali,” imbuhnya.
Sedangkan dari sisi lain SPV Chief Economic BNI, Ryan Kiryanto yanh juga hadir sebagai narasumber berpendapat dengan mengatakan, tetap pertahankan sektor pariwisata dengan kondisi ideal untuk Bali, lantaran Bali sudah sangat dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia untuk kawasan regional dan global. “Kembangkan sektor pertanian, khususnya pertanian rakyat yang terkait dengan sektor dominan atau unggulan,” ungkapnya.
Kesiapan pelaku usaha di berbagai sektor terutama pariwisata, untuk menerapkan aplikasi atau perangkat ekonomi digital untuk merespon perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. “Upaya yang bisa dilakukan salah satunya ialah dengan memberikan kemudahan kepada daerah di luar pusat kegiatan pariwisata untuk mengembangkan industri pariwisatanya,” kata Ryan.
Senafas dengan apa yang disampaikan Prof Raka, Ryan juga menjelaskan bagaimana menggali potensi pertumbuhan ekonomi Bali di luar sektor pariwisata yaitu dengan mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, dan industri kreatif. “Pengembangan sektor pertanian dikaitkan dengan potensi agrowisata, perkebunan dengan pengembangan kopi Bali, dan ekonomi kreatif dengan pengembangan hasil kerajinan,” tutupnya.
Sementara itu dalam acara ini Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi, Azka Subhan mewakili Kepala KPw BI Bali yang berhalangan hadir.

Pewarta : Widana Daud

Editor   : Hana Sutiawati