Denpasar (Metrobali.com)-

Panitia karya ritual mempersiapkan “Padudusan Agung, Tawur Agung, Melaspas dan Mupuk Pedagingan” di Pura Dalem, Desa Nongan, Kabupaten Karangasem yang sekitar satu abad belum pernah dilakukan oleh masyarakat setempat.
“Dengan semangat gotong-royong dan kesepakatan ‘krama pengempon’, maka upacara ritual dengan tingkatan tertinggi itu baru bisa dilaksanakan tahun ini,” kata Ketua Panitia Karya Padudusan Agung Pura Dalem Nongan, Dewa Made Bagus Rai Saputra di Desa Nongan, Karangasem, Bali, Senin.
Ia mengatakan dari penuturan tokoh masyarakat, bahwa upacara ritual keagamaan “Padudusan Agung, Melaspas dan Mupuk Pedagingan” di Pura Dalem Nongan belum terlaksana sejak sekitar satu abad lebih.
“Oleh karena itu, warga masyarakat yang terdiri dari sembilan banjar (dusun) adat yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kegiatan ritual Pura Dalem Nongan menyelenggarakan ‘pesamuan’ atau rapat agung untuk menentukan hari baik pelaksanaan upacara tersebut,” ucapnya.
Hasil rapat bersama pengurus dan warga masyarakat serta petunjuk dari rohaniawan Hindu, kata Rai Saputra, maka disepakati menyelenggaraan upacara ritual tersebut dilaksanakan bertepatan pada 27 September mendatang.
“Pada puncak acara ritual tersebut juga bertepatan dengan Piodalan (peringatan) Pura Dalem Nongan, yakni Selasa wuku Medangsia,” ujarnya.
Sementara Kelian (Ketua) Pura Dalem Nongan Ida Ketut Andel Erawan mengatakan upacara ritual keagamaan yang tergolong tingkatan paling tinggi tersebut sebagai upaya menetralkan alam semesta (bhuwana agung) dengan kehidupan manusia (bhuana alit).
“Berbagai persiapan terkait dengan serangkaian ritual keagamaan tersebut sudah dilakukan sejak dua bulan lalu. Mulai menyusun agenda kegiatan, ‘ngukat genah’ (persiapan tempat), membuat sesaji (banten upakara) hingga perlengkapan lainnya,” ucapnya.
Dengan semangat gotong-royong dan “yadnya umat” (keikhlasan) warga, kata dia, sehingga upacara yang cukup lama (sekitar seabad) tidak pernah dilakukan di Pura Dalem, Desa Pakraman Nongan diharapkan berjalan lancar dan sukses.
“Semua persiapan ritual keagamaan yang kita persiapkan tersebut bertujuan mencapai keharmonisan dan keseimbangan alam sesuai dengan konsep ‘Tri Hita Karana’, yakni manusia berbakti kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi), keharmonisan manusia dengan manusia, serta manusia dengan lingkungan,” katanya.
Andel Erawan menjelaskan semua biaya ritual keagamaan tersebut adalah dari swadaya warga setempat. Karena masyarakat berharap melalui ritual tersebut akan tercipta kedamaian pada manusia itu sendiri serta alam semesta.
“Suatu keyakinan melalui ritual keagamaan diharapkan akan tercipta kedamaian pada warga masyarakat dan alam semesta,” katanya. GS-MB