Prof  Putu Rumawan Salain

I Putu Rumawan Salain

 

Denpasar (Metrobali.com)-

Prof.Dr.Ir.I Putu Rumawan Salain MSi, Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar, menguak esensi Sumpah Pemuda sejak dicetuskannya 87 tahun lalu. Harapnnya sekarang, ini bisa menjadi titik balik, hakekat, tujuan mulia Sumpah Pemuda bagi kemajuan Bangsa dan Negara ke depannya.

Dituturkannya, 87 tahun lalu para pemuda yang menyebut dirinya Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lainnya melaksanakan kongres pemuda yang ke dua di Jakarta tepatnya dimulai pada 27 Oktober 1928 dan dilanjutkan rapat kedua pada tanggal 28 Oktober 1928 yang lalu dirumuskan tiga keputusan yang pada hakekatnya menyatakan rasa kesatuan dan persatuan “satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia”. Dengan demikian para pemuda ketika itu sudah merindukan dan berkeinginan untuk menyatakan bahwa mereka telah berdaulat dari penjajahan kolonialisme Belanda.

Singkatnya, setelah melumpuhkan kolonialisme Belanda, kemudian Jepang, diera sekarang ini, siapakah musuh bersama kini ? “ Bangsa ini dihadapkan dengan berbagai musuh yang berbeda dan bahkan beragam. Musuh yang tidak terlihat, sebutlah musuh dari luar berupa perdagangan bebas dengan segala macam ikutannya seperti serbuan perdagangan bebas yang ikut memporak porandakan sendi perekonomian dalam negeri.Sedangkan musuh internal berupa kemiskinan dan kebodohan merupakan ancaman yang sangat signifikan menggoyahkan sendi-sendi moralitas, etika, dan kebersamaan,”bebernya.

Dan…..yang terpenting adalah perubahan kehidupan dan penghidupan dari agraris menuju phase industry dan jasa. Ketidak siapan infrastruktur menuju transformasi jasa dan industry dapat mengacaukan sendi-sendi kehidupan dan kebangsaan masyarakat Indonesia. Terjadilah perubahan struktur masyarakat Indonesia, yang secara langsung dan tidak langsung melakukan perlawanan yang melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Jong, Bond, maupun bangsa tidak mampu menjawab dampak perubahan tersebut; sehingga munculah kekuatan-kekuatan baru yang semakin jauh dari hakekat kebersamaan. Sebutlah misalnya kelahiran ormas yang semakin marak dan diminati.

Degradasi moral dan etika bangsa dibarengi dengan miskinnya panutan bangsa melahirkan ketidak percayaan satu dengan lainnya. “ Maka, lahirlah generasi pragmatis yang individualistik yang mengedepankan kepentingan dan keperluan pribadi diatas keperluan lainnya,”jelasnya.

Kemudian, sekolah tempat para pemuda menuntut kecerdasan akademik maupun sosial dan emosional sudah menjadi lembaga yang diperalat kekuatan politik dan kekuasaan, plus akhirnya menjadi komoditas. Beragam peraturan ditafsirkan dengan alasan pembenar dengan kepentingannya masing-masing. Akibatnya peraturan tinggal peraturan, guru tidak percaya pada muridnya atau sebaliknya, bahkan murid bersatu memperdayakan gurunya. Uang sebagai alat tukar telah berubah menjadi pelicin, atau dari transaksi ke negosiasi! Bahkan konon juga terjadi ketika seseorang mendapatkan promosi jabatan.

Kebohongan, manipulasi, korupsi, dan sebagainya akhir-akhir ini merupakan berita yang memenuhi media, sepertinya tiada hari tanpa pemberitaan dimaksud. Banyak pelakunya adalah para insan yang masih tergolong pemuda atau setidaknya pernah menjadi pemuda. Dimanakah letak nasionalisme para pemuda tersebut jika mereka bercermin kepada para tokoh pemuda 87 tahun lalu. “Tanggung jawab kepada para pejuang pemuda tahun 1928 dan kepada pemuda generasi mendatang menjadi tugas utama pemuda kini. Jangan sampai mereka menghujat dan menyalahkan berbagai problema yang terjadi karena ulah pemuda sekarang,” urainya.

Kemauan yang dilandasi oleh pendidikan, kebudayaan, bahasa, dan sejarah seharusnya menjadi modal bagi para pemuda untuk menghadapi musuh bersama kini dan mendatang. “Bukannya malah membangun kekentalan kedaerahan, etnik, dan keyakinan. Banyak yang lupa bahwa esensi yang sangat penting dari Kongres Pemuda tersebut selain pernyataan Sumpah Pemuda adalah bahwa “Anak harus mendapat pendidikan kebangsaan dan harus dididik secara demokratis”,”tandasnya.

Pemetaan beragam problematik pemuda lalu hingga kini disusun sebagai cetak biru menghadapi tantangan ke depan. Harus dan wajib memiliki visi ke pemudaan yang menjaga dan mempertahankan aset bangsa ini dari sudut keberagamannya sekaligus kebersatuannya. Pendidikan mesti dipandang sebagai wahana sekaligus ruang yang tepat untuk membentuknya, maka pemerintah dimohon serius memposisikan pendidikan menjadi lokomotif yang mengantarkan para pemuda mencapai tujuannya menjadi pemuda yang tangguh dalam bingkai kebersamaan.Dengan demikian pasca 87 tahun sejak sumpah pemuda dikukuhkan diusulkan menjadi titik balik untuk merefleksi sekaligus evaluasi apakah sudah benar pelaksanaan makna dari kongres pemuda, intinya pada kewajiban mendidik anak dalam persoalan kebangsaan dan demokratis ! Sementara, dimanakah posisi pendidikan dan sekolah-sekolah sekarang ini…… ?. HP-MB