debat sms menang

Poto bersama Wayan Sudirta dan Tim Pemenangan/MB

Karangasem (Metrobali.com)-

Masalah rakyat Karangasem yang sangat berat, seperti kemiskinan, kekeringan, lapangan kerja yang langka, serta ketidakadilan, memerlukan pemimpin yang kuat. Pemimpin tidak boleh mencari kambing hitam, lembek  dan bersikap cengeng ketika gagal memecahkan masalah. Hal itu dilontarkan berbagai komponen masyarakat, menanggapi orasi seorang cabup Karangasem, yang mengaku ‘’disakiti’’ dalam Debat Publik II Cabup-Cawabup Karangasem, Minggu (29/11) lalu.

Beberapa  Sulinggih yang hadir menyaksikan Debat Publik itu juga menegaskan, bahwa di seluruh daerah di Bali, rakyatnya tidak mau pemimpin yang lembek dan suka lempar tanggung jawab. Sulinggih yang hadir adalah Ida Pandita Mpu Siwa Budha Dhaksa Darmita,  Sira Mpu Dharma Sunu, Ida Pandita Mpu Jaya Reka Tanaya, Ida Bawati Pasek Kutri, merupakan Sulinggih yang sangat dekat dengan sosok Wayan Sudirta.

Pengakuan kandidat yang merasa ‘’disakiti’’ muncul di  akun facebook Made Bagiarta Mandraguna melukiskan bahwa ada cabup yang merasa disakiti dalam Debat Publik. Padahal, fakta-faktanya tak ada kata-kata menyerang maupun mendiskreditkan kandidat tersebut.

‘’Disaksikan oleh Sulinggih, semestinya semua pihak mesti jujur. Tidak boleh memelintir, memanipulasi, mencari kambing hitam, kalau kekurangan itu ada pada diri sendiri. Saya mengikuti sepenuhnya proses debat, tidak ada kata-kata yang menyakiti. Fakta yang disaksikan semua orang yang nonton TV,  ada pertanyaan yang dijawab secara keliru, tetapi si penjawab mengesankan dirinya memahami masalahnya. Padahal tidak,’’ kata Kadek Chandra, tokoh muda Pasek di Klungkung,  yang menyaksikan debat tersebut.

‘’Pemimpin tidak boleh cengeng. Jangan pula pura-pura disakiti, karena kalau terus-terusan mengaku disakiti, itu bisa menjadi fitnah. Saya menduga, pernyataan itu hanyalah ngeles dari ketidakmampuan menjawab pertanyaan, baik yang diadukan Calon Nomor 1 maupun Calon Nomor 2. Wayan Sudirta mengajukan pertanyaan tentang konsep ‘’compact city’’ dan bagaimana prioritas pengembangannya untuk Karangasem, sementara Calon Nomor 3 mengajukan pertanyaan tentang ‘’reduksi shoftfall’’ Karangasem. Kandidat bupati langsung mengoper ke calon wakil, yang setelah dijawab, ternyata jawabannya tidak tepat. ‘’Compact city’’ dijawab dengan ‘’connect city’’ sementara ‘’reduksi softfall’’ dijawab dengan konteks ‘’alkohol’’,’’ kata Kadek Candra lagi.

Lanjut Kadek, pemimpin tidak harus tahu istilah-istilah itu. Tapi, harusnya jujurlah dan  tidak perlu memaksakan diri untuk menjawab substansi pertanyaannya. ‘’Kalau beliau tahu tugas dan kewenangan bupati, cukup menjawab begini: Saya tidak paham semua hal. Saya pastikan panggil bawahan atau narasumber, untuk memecahkan dan mencarika solusi. Bupati punya SKPD, Kepala Biro, Kepala Bappeda…”

Relawan Sudirta-Sumiati mengaku, ketika kandidat mereka ‘’diserang’’ dengan model-model kampanye hitam, yang dilakukannya adalah meluruskan fitnah guna mencerahkan masyarakat. Ketika Sudirta disebut terlalu tua untuk memimpin Karangasem, kata Ketua Tim Pemenangan, Wayan Sutena, SH ‘’Kami jelaskan, konsep kepemimpinan menurut Catur Ashrama, khususnya kepemimpinan politik di daerah yang rakyatnya memerlukan pemimpin yang ngayah. Pak Sudirta itu sudah 10 tahun ini tidak lagi kerja cari makan. Di DPD RI 2004-2014 beliau menyumbangkan Rp 1,8 milyar gajinya untuk rakyat. Penghasilan diluar gajinya digunakan untuk membantu masyarakat melalui Yayasan Bunda Luh Ronce. ‘’Namun, begitupun masih sering difitnah. Relawannya dianiaya, balihonya dirusak. Tapi, kami tidak boleh cengeng. Yang kelewatan, kita laporkan ke penegak hukum. Yang masih bisa ditolerir, kita berikan peringatan hukum,’’ katanya. RED-MB