foto perairan laut dipagar kawat berduri
Buleleng (Metrobali.com)-
PT  Prapat Agung Permai (PAP) yang memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 16 hektare selama 30 tahun sejak Tahun 1991 hingga Tahun 2021 di Kawasan Wisata Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng sempat diprotes warga setempat. Pasalnya selama 20 tahun lahan tersebut tidak diberdayakan alias dibiarkan begitu saja. Sehingga warga sempat berinisiatif untuk mengkapling lahan tersebut. Namun belakangan ini, sekitar dua bulan yang lalu, pihak PT PAP melakukan aksi dengan memasang pagar kawat berduri  yang membentang sepanjang 1,5 hektare melewati sepadan pantai hingga tembus diperairan laut. Tak pelak, ulah pihak PT PAP ini, menyulitkan para nelayan dalam mencari ikan.
Lantas seperti apa komentar aparat terkait dalam hal pamagaran perairan laut ini ? Asisten I Setda Buleleng, Ida Bagus Surya Manuaba,SH saat dikonfirmasi, Selasa (29/12) mengaku PT PAP telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun sejak 1991. Sehingga wajar perusahaan itu memasang pagar mengingat lahan itu telah menjadi haknya.”Itu kan haknya pihak PT PAP untuk memagar lahannya” ucapnya menegaskan.
Lantas terkait dengan pemagaran hingga ke perairan laut, menurut Surya Manuaba hal itu dimungkinkan lahannya itu sampai diperairan laut yang sebelumnya digerus air akibat abrasi laut.”Supaya tidak salah, pihak kami masih belum mengetahui jika pagar yang terpasang sampai di kawasan perairan. Kami akan turun kelapangan untuk melakukan pengecekan” ujarnya.”Mungkin, ini baru mungkin ya. Karena belum kroscek kelapangan, bahwa kawasan perairan itu sebelumnya termasuk lahan milik perusahaan yang hilang akibat terkena abrasi laut” imbuh Surya Manuaba.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Buleleng, Ir. Nyoman Sutrisna,MM saat dikonfirmasi metrobali.com menjadi terkejut terhadap pemasangan pagar kawat berduri oleh PT PAP hingga di perairan laut.
Menurutnya, pemanfaatan kawasan perairan sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang 27 tahun 2007 yang kini setelah perubahan menjadi Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Terutama pada pasal 16,17,18 dan 19.”Dalam pasal itu termaktub bahwa setiap orang atau perusahaan yang melakukan kegiatan di perairan harus mendapat ijin lokasi dan pengelolaan” terangnya.”Sementara ijin yang dikeluarkan harus ada peraturan pemerintah dan untuk didaerah harus ada peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang zonasi laut,” imbuh Nyoman Sutrisna yang juga Kelian Desa Adat Buleleng ini.
Lebih lanjut ia mengatakan walaupun ijinnya sudah dikeluarkan, apakah sudah berdasarkan undang-undang kelautan. Sedangkan pada sisi lain, sampai saat ini di Buleleng belum ada Perda yang mengatur tentang zonasi laut. Meskipun rancangannya telah dibahas sejak 2011 lalu bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Buleleng.”Laut merupakan kawasan yang terbuka untuk siapapun. Tapi harus ada pengaturannya. Terutama, apa ada manfaatnya bagi masyarakat,” pungkas Nyoman Sutrisna.
Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Mangku Budiasa saat ditemui usai sidang paripurna mengatakan pihaknya tidak mengetahui secara jelas tentang pemagaran perairan laut dengan kawat berduri oleh PT PAP itu.”Saya tahu dari media. Namun demikian, pada bulan januari 2015 ini, kami akan sidak ke lokasi” tandasnya. GS-MB

activate javascript