Denpasar, (Metrobali.com)

Kalau ada indikasi proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Klungkung mangkrak perlu transparansi dan akuntabilitas dari proyek yang diperkirakan menyedot dana sekitar Rp.5 T tersebut.

Hal itu dikatakan pengamat Kebijakan Publik I Gde Sudibya, Rabu 3 April 2024 menyikapi keberadaan PKB Klungkung terakhir.

Hasil pantauan di lapangan, di proyek PKB tidak ada aktivitas kegiatan. Juga dikonfirmasi ke Bappeda Bali, bahwa Proyek PKB Klungkung dikelola oleh PT Perseroda, milik X. Pemprov Bali, praktis tidak terlibat.

Menurut Gde Sudibya, kalau memang proyek PKB mangkrak, perlu dilakukan audit menyeluruh atas pelaksanaan proyek PKB yang telah menggunakan dana PEN untuk pengurugan dengan mengambil tanah di bukit Buluh kawan Dawan Klungkung.

Dikatakan, transparansi terhadap proyek PKB untuk tujuan akuntabilitas yang dipersyaratkan dalam proses demokrasi yang sehat menyangkut beberapa hal.

Dikatakan, perlu diaudit soal studi kelayakan proyek :nilai proyek, bentuk hukum pengelolaan, pihak yang mitra (potensial partner), Amdal, kelayakan finansial proyek, berapa dana Pemda Bali yang akan diinvestasikan, dan berapa lama akan bisa kembali. Dalam bahasa finansial manajemen, mencakup penentuan prediksi tingkat keuntungan (Internal Rate of Return), masa pengembalian investasi (pay back period).

Selanjutnya, kata Sudibya, perlu rincian teknokratis dari PKB seluas 420 ha, cetak biru proyek secara menyeluruh, sehingga para pengusaha lokal bisa menyiapkan diri untuk berpartisipasi dalam proyek ini, segera, menengah dan jangka panjang.

Transparansi ini, lanjut Gde Sudibya sangat diperlukan, untuk mengurangi beban fiskal APBD Bali ke depan, yang akan berdampak pada program kesejahteraan sosial.

Ibu Pertiwi Bali Menangis “Bali ini tenget. Ten dados ngawag ngawag ngewangun Bali. Sebab, setiap tanah Bali dilubangi, ibu Pertiwi Bali menangis, menahan rasa sakit. Siapapun yang melukai hati beliau, hanya menunggu hukum karmanya saja” katanya.

Menurut Gde Sudibya, dalam agama Hindu yang berkembang dan dikembangkan di Bali, menjadi sikap hidup krama Bali, secara teologi Tuhan disimbolkan dengan Sanghyang Purusa (Tuhan Menghidupi) -dalam rangkaian pengetahuan rohani tanpa batas.

Dicontohkan, dalam simbolis Pura Penataran Agung, dan Sang Hyang Pradana (Tuhan “mewadahi) yang diekspresikan dalam Ibu Pertiwi, dengan simbolis Pura Dalem Puri.

Dikatakan, “Pertemuan ” (interseksi) Sang Hyang Purusa dan Sang Hyang Pradana, diyakini krama Bali, memberikan kesejahteraan lahir batin, sehingga sudah semestinya “palebahan” antara: Dalem Puri – Penataran Agung, tidak diganggu kosmologi ruangnya, akan berdampak terhadap vibrasi kesuciannya.

“Dalam interaksi ruang tersebut mencakup palebahan Pura: Manik Mas, Ulun Kul-Kul, Bangun Cakti, Goa Raja, Rambut Sadhana, Mrajan Kanginan, Bencingah Agung, Basuhkian,” tegas I Gde Sudibya. (Adi Putra).