Oleh : Jro Gde Sudibya

Diberitakan secara luas di medsos, bahwa keberadaan Proyek Hidden City Ubud yang berlokasi Desa Adat Pengosekan tersebut, sampai saat ini tidak dimengerti keadaannya oleh masyarakat sekitar, telah mengganggu lingkungan, dan diberitakan belum mengantongi izin.

Menjadi pertanyaan, apakah proyek ini merujuk ke UU Cipta Kerja yang kontroversial menjadi sorotan publik, memberikan kelonggaran perizinan termasuk dalam persyaratan amdal, memberi kemudahan bagi warga negara asing untuk membeli properti di dalam negeri.

Pertama, Omnibus Law Cipta Kerja ini sudah bermasalah sejak proses awal pembahasannya, sarat kontroversi, menyebut beberapa di antaranya: pertama, disebut UU Cipta Kerja, tetapi dipotes keras oleh komunitas buruh, karena dinilai memperlemah posisi tawar buruh dalam negosiasi dengan perusahaan.

Materi UU ini sarat dengan kemudahan yakni memberi “karpet merah” bagi investor asing untuk berinvestasi dengan harapan tercipta kesempatan kerja lebih banyak.

Kedua, kontroversi dalam UU ini menyebut beberapa: kemudahan dalam perizinan yang berkaitan dengan lingkungan yang oleh sejumlah pakar lingkungan dinilai bertentangan dengan UU Lingkungan Hidup. Pemberian izin bagi pihak swasta untuk menguasai tanah negara sekurang-kurangnya 30 persen, diprotes oleh banyak pihak,karena dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Dalam kebijakan pangan, lebih menyerahkan kepada mekanisme pasar global, telah diprotes oleh berbagai pihak karena bertentangan dengan program kemandirian pangan nasional, dan UU ini dinilai oleh banyak pakar ekonomi pertanian, sebagai sebuah kemunduran dibandingkan dengan UU Pertanian sebelumnya. Dan banyak lagi materi UU ini yang penuh kontroversi. Ketiga, UU ini telah “dibatalkan” secara substansial oleh MK, Pemerintah diwajibkan untuk melakukan koreksi sesuai dengan aturan hukum dalam konstitusi, selama dua tahun, dilarang membuat aturan-aturan baru dengan merujuk ke UU yang telah “dibatalkan” tersebut.

Pemerintah bukannya melakukan koreksi sesuai amanat MK, tetapi melahirkan Perpu baru tentang UU Cipta Kerja dengan alasan terjadi kegentingan memaksa akibat pandemi Covid-19, krisis ekonomi, yang memerlukan instrumen untuk menarik investasi asing. Kalau tidak salah, Perpu ini belum disetujui DPR sebagai UU.
UU yang sarat kontroversi, yang justru melahirkan ketidak pastian baru dalam berinvestasi.

Pemda Gianyar dan Pemda Bali semestinya melakukan sosialisasi terhadap status dan materi dari Perpu Cipta Kerja ini, sehingga masyarakat terutama di lingkungan proyek lebih memahaminya, sehingga lebih mampu melakukan mekanisme kontrol dan prosedurnya, jika ada prayek yang merusak lingkungan sekitarnya, dan mengganggu kenyamanan kehidupan masyarakat.

Hal ini menjadi sangat penting, dalam perintisan proyek ULAPAN: UBUD – TEGALLALANG – PAYANGAN, yang dimulai dari kejelasan RTRW di ketiga kecamatan tsb., cetak biru pembangunannya ke depan, yang semestinya mempersyaratkan penyelamatan: lingkungan, budaya dan berkeadilan bagi masyarakat lokal. Mengambil hikmah dari modernisme pariwisata Sanur dan Kuta di era tahun 1970 – 1980’an.

Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik.