Gianyar, (Metrobali.com) –

Dalam penyampaian dua tahun kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar, Made Mahayastra bersama Anak Agung Gde Mayun menyampaikan beberapa capaiannya. Salah satunya di bidang pertanian, namun khusus untuk petani wilayah Gianyar utara khususnya jeruk akan diperhatikan lagi. Sehingga Mahayastra menyampaikan rencanya untuk membuat tempat pengolahan jeruk demi menyelamatkan petani ketika harga anjlok.

Menanggapi hal tersebut, akademisi sekaligus Guru Besar di Faktutas Pertanian Unud, Prof. I Wayan Windia menjelaskan hal itu merupakan salah satu langkah positif menyelamatkan petani jika harga jeruk anjlok. “Bupati Gianyar, Made Mahayastra adalah orang pariwisata. Pendidikannya di bidang pariwisata, dan  juga sekaligus sebagai praktisi di bidang pariwisata. Jarang saya dengar ia berbicara tentang subak dan pertanian. Karena gerak-geriknya selama ini lebih fokus di bidang pariwisata, peningkatan PAD, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan kepemudaan,” jelasnya Minggu (27/9/2020).

Namun ia menyampaikan berbeda halnya ketika diadakan acara pertanggungjawaban publik, setelah dua tahun kepemimpinan Made Mahayastra dan Anak Agung Gde Mayun. “Saya hadir dalam acara itu. Saya agak terkejut, ketika Bupati Mahayastra berorasi tanpa teks dan akhirnya ia berbicara tentang subak dan pertanian. Bahwa ia sangat bangga, karena Kabupaten Gianyar adalah satu-satunya Pemda yang sudah memiliki Perda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Ia ingin agar lahan sawah di Gianyar bisa bertahan abadi, sesuai dengan kesepakatan masyarakat (subak),” papar pria asal Sukawati ini.

Dalam kesempatan tersebut ia menyampaikan bahwa Bupati ingin agar petani senang dan bangga sebagai petani.  Sebab Pemkab Gianyar akan memberikan insentif yang cukup bagi petani (subak) yang bersedia ikut dalam program LP2B tersebut. Sehingga kalau subak sudah menandatangani kesepakatan, lalu pihak subak melanggar atau  mengkonversi sawah  maka subak itu akan dikenakan sanksi.

“Bagi saya, ide Bupati Mahayastra sangat baik. Yakni memberikan insentif kepada petani (subak) yang bersedia ikut dalam kegiatan LP2B. Kalau petani tidak diberikan insentif sesuai perda, maka banyak sekali petani di Gianyar akan menjual sawahnya,” sambung Prof Windia.

Namun ia juga menyayangkan Perda LP2B itu masih memerlukan waktu yang agak lama untuk pelaksanaannya. Karena masih diperlukan sebuah peraturan bupati (perbup). Mengingat kawasan subak dan kawasan sawah yang mana saja yang masuk dalam LP2B, harus masuk dalam Peraturan Bupati sesuai amanat Perda LP2B tersebut.

Prof Windia juga mengatakan bagaimana dengan petani di lahan kering  atau disebut subak abian yang mengelola tanaman hortikultura?. Dikatakan, Bupati Mahayastra berpikir tentang industri hilir. Bahwa ia merasa kasihan dengan produksi jeruk dan lain sebagainya yang berlimpah, dan harganya jatuh berkeping-keping. Sehingga untuk mengolah bahan baku tersebut yang melimpah akan diprogramkan dengan pembuatan jus jeruk, jely dan sebagainya.

“Saya berharap agar Bupati Mahayastra bisa konsisten dalam komitmennya dalam pengembangan sektor pertanian dan perlindungan subak. Karena eksistensi sektor pertanian, tidak saja berpengaruh pada ketahanan pangan, tetapi juga berpengaruh pada eksistensi kebudayaan Bali,” tandasnya.

Sementara Bupati Gianyar, Made Mahayastra menyampaikan bertahap memperhatikan pertanian yang ada di bagian Gianyar utara. Sehingga dengan adanya sebuah perusahaan yang bisa mengelola bahan baku seperti jeruk dan sebagainya, akan dapat membantu para petani ketika harga anjlok saat panennya. Bahan baku pun dikatakan tidak akan terbuang sia-sia atau membusuk.

“Kita olah seperti pembuatan jus jeruk, jus jeruk yang rasanya kayak alkohol atau rasa yang berbeda. Kita bikin itu, dan diberi harga kemudian Perumda yang ambil di sana termasuk ke petani-petani langsung,” tandasnya.

Editor: Hana Sutiawati