Ilustrasi tokoh Sangut dalam cerita pewayangan

Oleh : Jro Gde Sudibya

Hari ini, Rabu, 19 April 2023, raina Buda Kliwon Ugu, lazimnya puja wali ring Pura Gunung Raung, tepatnya Pura Bale Agung Taro ring tengahing Bali Dwipa. Desa Taro merupakan perjalanan terakhir Rsi Markandya dari Besakih, tepatnya Desa Kladian melewati Desa Sebatu.
Kisruh dalam proyek Besakih dan kemelut dalam penyelenggaraan upakara piodalan di Besakih, menggambarkan “api dalam sekam” yang merupakan titik kulminasi dari kepemimpinan yang tidak bisa lagi diharapkan, lingkungan fisik dan sosial yang rusak dan “dirusakkan”, keserakahan, kepalsuan dan kebodohan yang mendominasi, dipamerkan dengan rasa bangga dan sarat kesombongan. Semoga saja “api dalam sekam” yang sedang menimpa Bali, tidak berwujud meletusnya kembali Gunung Agung, mengulangi peristiwa letusan September 1963, dengan dampak yang sangat mengerikan. Alam Bali rusak parah, dengan derajat keparahan yang berbeda, kemiskinan tepatnya busung lapar terjadi dimana-mana termasuk berjejer di pinggir jalan. Terjangan lahar (lumpur panas) melalui Tukad Unda sampai di laut Kusamba Klungkung membuat trauma orang Bali sampai hari ini. Terjadi paceklik di mana-mana bertahun-tahun setelah peristiwa tsb.karena hasil panen pertanian dan perkebunan nyaris nol besar.
Kembali ke cerita Besakih di atas, sekarang tampak prilaku sebagian orang Bali bercirikan karakter “Sangut dan Nyangut”.
Karakter dari sisi sebut saja ilmu prilaku (behavioural scieces) antara bercirikan, pertama, fokus pada kepentingan sempit dirinya, tidak peduli kepada kepentingan orang lain, apalagi kepentingan masyarakat. Kedua, nyaris total tunduk pada kekuasaan dan penguasa sumber daya ekonomi, yang dapat menghidupi (ngopeni, bhs.Jawa), tidak peduli, masa bodo (ignore) terhadap ukuran etika dan moral, yang selalu secara (maaf) berbuih-buih diucap-wacanakan. Kedua, terjadinya kemunafikan luar biasa, antara tampilan luar (yang mungkin saja keren) dengan tampilan substansi dalam diri (yang papa,miskin secara rokhani).
Prilaku “sangut dan nyangut” ini,bisa akan mengantarkan masyarakat Bali “terjun bebas” menuju titik nadir peradabannya.

Jro Gde Sudibya, pengasuh Dharma Sala “Bali Werdhi Budaya” Pasraman Rsi Markandya, Br.Pasek, Ds Tajun, Den Bukit Bali Utara.