Warga Kedisan, Bangli saat peresmian program akses air bersih untuk kehidupan, Kamis 16 Mei 2024 (ist)

 

Bangli (Metrobali.com) 

 

Ditengah meriahnya Pulau Bali menyambut event World Water Forum (WWF) ke-10 2024, rupanya masih ada desa di pulau dewata yang belum terakses air bersih.

Namun kini, akses air bersih itu sudah tersedia berkat Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) dan dukungan penuh dari Konsulat Jenderal Australia di Bali.

Pada Kamis 16 Mei 2024, mereka akhirnya meresmikan program “Air untuk Kehidupan” di Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.

Program ini bertujuan menyediakan akses air bersih yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat setempat.

Peresmian ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah daerah, pemerintah desa, penerima manfaat, dan warga setempat. Konsul Jenderal Australia di Bali, Jo Stevens, dalam sambutannya menyatakan, “Melalui Direct Aid Program, kami mendukung proyek LBH BWCC ‘Air untuk Kehidupan di Kedisan’.

‘Proyek ini membantu masyarakat desa terpencil untuk mengakses air bersih dengan mudah dan memberdayakan perempuan yang sebelumnya harus berjalan jauh untuk mengambil air,” ungkapnya Kamis 16 Mei 2024.

Program ini melibatkan pembangunan sumur galian, pemasangan pompa air, penampungan air, serta jaringan pipa distribusi yang menjangkau rumah-rumah penerima manfaat.

Direktur LBH BWCC, Ni Nengah Budawati, menjelaskan bahwa program ini ditujukan bagi 20 KK penerima manfaat dengan sistem instalasi yang memastikan akses mudah dan efisien terhadap air bersih.

Ni Wayan Rasmini, salah satu penerima manfaat, mengungkapkan rasa terima kasihnya.

“Kami sangat bersyukur dengan bantuan ini karena masalah air di desa kami akhirnya bisa teratasi. Sebelumnya, warga harus berjalan jauh untuk mencari sumber air atau membeli air dan menampung air hujan. Sekarang, adanya air bersih sangat membantu kami,” ujarnya.

LBH BWCC juga menyediakan edukasi tentang pentingnya kebersihan air dan sanitasi melalui pelatihan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pendampingan untuk pengelolaan sarana air bersih berbasis masyarakat juga dilakukan untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas program, dengan melibatkan perempuan sebagai pengelola utama.

Program “Air untuk Kehidupan” di Kedisan menjadi contoh nyata bagaimana proyek berbasis masyarakat dapat memberikan manfaat signifikan, terutama bagi perempuan dan kesejahteraan komunitas secara keseluruhan. Proyek ini tidak hanya menyediakan akses air bersih tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya air mereka.

Sementara itu, dibalik event WWF ke-10 mencuatnya program air kehidupan yang disponsori oleh Konsulat Jenderal Australia seolah ‘menampar’ pemerintah daerah Bali, dimana kehadiran pemerintah provinsi Bali dipertanyakan.

Terutama sumber air bersih yang sangat dibutuhkan oleh warga khususnya di Kedisan, Bangli. (Tri Widiyanti)