Foto: Emiliana Sri Wahjuni, Anggota Komisi IV DPRD Kota Denpasar yang juga Sekretaris Fraksi NasDem-PSI DPRD Kota Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar dipastikan segera menerapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) mulai 15 Mei 2020 mendatang.

PKM ini dituangkan dalam Draft Peraturan Walikota Denpasar Nomor 32 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Desa, Kelurahan dan Desa Adat Dalam Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2020 (COVID-19) yang akan ditetapkan 15 Mei 2020.

PKM akan dijalankan selama satu bulan ke depan terhitung sejak 15 Mei 2020 hingga 14 Juni 2020 dan bisa diperpanjang sesuai kondisi yang ada.

Walau Pemkot Denpasar mengatakan PKM ini bukan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) atau PKM non PSBB, sejatinya substansi pembatasan kegiatan masyarakat yang diatur tidak jauh berbeda antara PKM dengan PSBB.

“Sosialisasi PKM ini harus jelas dan dipersiapkan dengan matang. Dan Pemkot Denpasar juga harus kasi tahu apa bedanya PKM dan PSBB,” kata Anggota Komisi IV DPRD Kota Denpasar, Emiliana Sri Wahjuni di Denpasar, Rabu (13/5/2020).

Dalam Pasal 6 Ayat (1) Draft Perwali PKM ini disebutkan bahwa pembatasan kegiatan masyarakat di wilayah Desa, Kelurahan dan Desa Adat untuk percepatan penanganan Covid-19 dilakukan dengan cara:

a. pelaksanaan kegiatan belajar dari rumah;
b. pembatasan kegiatan bekerja di tempat kerja/kantor;
c. pembatasan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, kegiatan sosial dan budaya;

d. pembatasan kegiatan di tempat umum termasuk pembatasan belanja di pasar (belanja dari rumah); dan
e. pembatasan moda transportasi dan mobilisasi masyarakat.

Selanjutnya dalam Pasal 6 Ayat (2) Draft Perwali PKM ini disebutkan bahwa dalam hal ada kepentingan mendesak yang menyebabkan orang keluar rumah, maka setiap orang harus menggunakan masker, menjaga jarak, dan mengikuti prilaku hidup bersih.

Draft Perwali ini juga mengatur detail pembatasan kegiatan pada lima jenis kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6. Diatur pula sanksi terhadap pelanggaran aturan pembatasan kegiatan masyarakat ini. Sanksi administratif diatur dalam Pasal 19 Draft Perwali ini.

Misalnya sanksi administratif terhadap pelanggaran pembatasan kegiatan bekerja di tempat kerja/kantor maka setiap pimpinan atau penanggungjawab tempat kerja/kantor diberikan sanksi administratif berupa: teguran lisan; teguran tertulis; penghentian sementara kegiatan usaha; dan/atau penutupan kegiatan usaha.

Warga yang tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah dan juga mengabaikan imbauan sosial distancing dan physical distancing juga siap-siap dikenakan sanksi administratif.

Diantaranya berupa: teguran lisan; perintah berupa keharusan membeli masker; perintah berupa untuk tidak melanjutkan perjalanan; dan/atau tidak dilayani dalam pengurusan administrasi kependudukan.

Selain dikenakan sanksi administratif para pelanggar juga dikenakan sanksi adat oleh Desa Adat sesuai dengan ketentuan adat di masing-masing Desa Adat yang PKM sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat (4) Draft Perwali PKM ini.

Terkait hal tersebut, Emiliana Sri Wahjuni mengingatkan pemerintah jangan hanya selalu menekankan pada sanksi tapi juga harus ada kejelasan pemenuhan kewajiban pemerintah untuk menjamin kebutuhan pokok atau pangan  warga terdampak pandemi Covid-19 dan terdampak penerapan PKM ini.

“Yang diberitakan jangan hanya sanksinya tapi bagaimana pemenuhan hak hidup dan pangan untuk warga,” kata Sekretaris Fraksi NasDem-PSI DPRD Kota Denpasar ini.

“Seperti apa penyaluran bantuan sosial, siapa-siapa saja yang sudah dapat, lalu yang belum dapat seperti apa. Itu yang harus diperhatikan dan dipublikasikan juga agar transparan,” imbuh Anggota DPRD Kota Denpasar Dapil Denpasar Selatan dari PSI (Partai Solidaritas Indonesia) ini.

Dalam pasal 16 Draft Perwali ini memang diatur soal pemberian bantuan sosial. Namun hal itu, kata Emiliana harus bersifat wajib atau kewajiban pemerintah, bukan pilihan yang boleh dilakukan boleh tidak.

“Apalagi kalau bansos tidak diberikan karena dalih kekurangan anggaran, padahal sebenarnya wajib sudah dilakukan realokasi/refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19,” kata Emiliana Sri Wahjuni

Dalam Pasal 16 Draft Perwali ini disebutkan bahwa  selama diberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat, Pemerintah Daerah berkoordinasi dengan Desa, Kelurahan dan Desa Adat membantu warga masyarakat yang terdampak penyebaran Covid-19 dengan memberi bantuan sosial yang tidak mengikat.

Bantuan sosial juga dapat diberikan kepada warga masyarakat yang tidak terdata sebagai warga Desa, Kelurahan atau Desa Adat tetapi terdampak penyebaran Covid-19 berupa sembako/beras/nasi bungkus.

Pemberian bantuan sosial ini dapat bersumber dari APBN, APBD APBDesa dan dan APBDesa Adat serta sumbangan pihak ketiga. Bantuan sosial yang bersumber dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan Desa Adat disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan anggaran. (dan).