anggota-dpd-ri-i-gede-pasek-suardika-paling-kiri-dan-ketua-stispol-wira-bhakti-i-negah-merta-s-sos-m-si-paling-kanan-disela-kegiatan-seminar-nasional-senin

Anggota DPD RI I Gede Pasek Suardika  (paling kiri) dan Ketua Stispol Wira Bhakti I Negah Merta S.Sos, M.Si (paling kanan) disela kegiatan Seminar Nasional, Senin (12/12) di Aula PHDI Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

Permasalahan  intoleransi dan perpecahan merebak belakangan di Indonesia. Isu-isu Suku, Agama, Ras dan Atargolongan (SARA) kerapkali  diungkit-ungkit demi kepentingan politik dan kelompok tertentu. Alhasil, kesatuan dan persatuan perlahan tapi pasti tercerai berai. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia belakangan ini tak mampu menahan kuatnya gesekan baik dari dalam dan luar.  Lebih-lebih fenomena radikalisme yang bartameng agama.

“Dari dulu Pancasila seringkali diwacanakan. Anak bangsa disibukkan menghafal bukannya mengimplementasikan (Pancasila, red),”kata Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Politik dan Sosial (Stispol) Wira Bhakti I Negah Merta S.Sos, M.Si disela kegiatan Seminar Nasional yang digagas oleh MPR RI dan Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Perhimpunan Pemdua HIndu (Peradah) Indonesia Kabupaten Badung , Senin (12/12) di Aula PHDI Bali Jl Ratna no 71, Denpasar. Acara yang mengusung tema  “Pilar Kebangsaan Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Indonesia Bersatu, Beragam Warna, Berjuta Karya” juga dihadiri oleh Anggota DPD RI I Gede Pasek Suardika sebagai pembicara.

Lebih lanjut Nengah Merta menegaskan saat ini keutuhan NKRI coba diganggu dengan berbagai cara. Baik secara nampak maupun tidak. Termasuk oknum atau kelompok tertentu yang menginginkan Indonesia berubahan haluan idelogi. Namun, hal itu tak mudah dilakukan. Pancasila sebagai pengikat keberagaman di Indonesia masih memiliki pengaruh kuat. Ia mendorong, agar anak muda tdiak mudah terprovakasi dan menjadi sosok yang tampil untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila.

“Kuncinya, mari kita mulai menghormati perbedaan bukan mendebatnya,”imbuh Merta dihadapan para peserta seminar nasional yang dihadiri oleh mahasiswa, dosen dan masyarakat umum tersebut. Sementara itu Anggota DPD RI I Gede Pasek Suardika menegaskan peran pemuda selama ini seolah dijauhkan untuk pembangunan Bangsa.  Termasuk dalam menyikapi berbagai isu-isu nasional. Mulai dari intoleransi, narkoba, korupsi, hingga kapitalisme. Ia mendorong agar pemuda saat ini berkaca dari sejarah. Bahwa perjuangan untuk memerdekakan NKRI tak terlepas dari peran dan semangat para pemuda zaman dulu.

“Mereka (pemuda, red)  dominan melawan penjajah menggunakan otak, bukan otot. Jangan lupa sejarah sebelum menghadpai masa depan kita sebagai anak bangsa,”kata pria yang akrab GPS tersebut. Saat ini kondisi Indonesia di mata anak muda, aku Pasek begitu memprihatinkan, nyaris sedikit rasa optimis yang tersisa.”Lantas kalau begitu mau dibawa kemana Negara ini?”imbuhnya. Belakangan ini,  isu SARA aku dia sangat mengemuka. Ia menyoroti ujaran kebencian dengan masif menyebar  yang mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika hal tersebut dibiarkan, rasa tenggang rasa, gotong royong  dan saling menghargai bakal pupus.

 “Sumbu kita begitu pendek sehingga dengan mudah membenci orang. Kita sangat mudah curiga. Sementara leluhur kita dengan susah payah merawat agar NKRI seperti saat ini,”tambahnya. Ia mengajak kepada semua pihak, khususnya generasi muda agar mencontoh para generasi sebelumnya yang memberikan keteladan dalam merawan kebhinekaan.

Ketua DPK Peradah Indonesia Badung Ida Bagus Angga Purana Pidada mengatakan seminar tersebut memiliki tujuan untuk memberikan pandangan kepada generasi muda pentingnya merawat kebhinekaan di tengah berbagai isu tak sedap mengenai keberagaman di Indonesia. Sebagai kaum terpelajar, ia mendorong pemuda bisa memilah informasi. Sehingga, tidak mentah-mentah menyebarkan informasi provokasi  yang hanya akan menjadi bumerang bagi persatuan dan kesatuan. “Jangan sampai kita berperang dengan saudara sendiri karena perbedaan,”tegasnya mengingatkan. RED-MB