Jakarta (Metrobali.com)-

Skema penghapusan subsidi listrik dengan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) tahun 2014 untuk sejumlah golongan sudah berjalan sesuai rencana dan kenaikan TTL untuk enam golongan dilakukan pada 1 November 2014.

“Skema penghapusan subsidi listrik untuk tahun 2014 ini mampu menghemat pengeluaran sebesar Rp8,51 triliun dari besaran subsidi listrik yang dianggarkan tahun 2014,” kata pengamat dari Indepth Research Consulting, Andri Riswandi ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (18/11).

Dia mengatakan, anggaran subsidi tahun 2014 ini sesuai APBN-P adalah Rp103,81 triliun dengan rincian, subsidi berjalan Rp85,75 triliun, luncuran subsidi 2014 ke tahun 2015 sebanyak Rp3,73 triliun dan kekurangan pembayaran subsidi 2013 sesuai audit BPK sebesar Rp21,79 triliun.

Hasil penghematan subsidi ini akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur khususnya jaringan listrik ke desa-desa di tengah pertumbuhan konsumsi listrik yang telah mencapai 10 persen.

“Infrastruktur listrik ini sangat penting karena setiap 1 persen pertumbuhan tentu dibutuhkan sekitar 1,5 persen pertumbuhan suplai listrik,” ujarnya.

Enam golongan yang dihapus subsidinya sejak 1 Juli hingga 1 November ini antara lain industri I-3 non go public, rumah tangga R-2 (3.500 VA s.d 5.500 VA), pemerintah P-2 (diatas 200 kVA), rumah tangga R-1 (2.200 VA), penerangan jalan umum P-3 dan rumah tangga R-1 (1.300 VA). Sebelumnya, pemerintah telah menghapus subsidi listrik untuk golongan I-3 go public dan I-4 pada 1 Mei lalu.

Senada dengan Andri, ekonom CSIS Pande Radja Silalahi mengatakan, dengan penyesuaian TTL melalui penerapan tarif listrik non subsidi pada 2013 dan 2014, maka subsidi listrik di ujung 2014 diperkirakan akan turun menjadi Rp85,75 triliun.

Sebelumnya, subsidi listrik selalu meningkat setiap tahunnya. Misalnya pada 2011 jumlah subsidi listrik sebesar Rp93,18 triliun, tahun 2012 naik menjadi sebesar Rp103,33 triliun dan tahun 2013 sebesar Rp101,21 triliun. “Mudah-mudahan akhir tahun 2014, bisa turun sesuai target,” ujarnya.

Pande memberi catatan khusus bahwa penghapusan subsidi listrik ini harus tetap berorientasi pada penghematan PLN melalui price policy yang kompetitif. Hal lainnya, juga harus memperhatikan suara-suara dari kalangan industri yang mengeluarkan biaya untuk kebutuhan listrik yang tidak sedikit.

Jika subsidi listrik sudah beralih ke tarif adjustment yang mulai berlaku pada 2015 nanti, maka pemerintah harus memenuhi kebutuhan listrik.

Karena itu, Pande menyarankan pemerintah segera menggenjot proyek pembangunan listrik 35.000 watt dalam lima tahun ke depan. “Yang saya dengar kira-kira 20.000 megawatt akan dibangun oleh swasta sedangkan 15.000 megawatt oleh PLN. Namun, bisa saja ini berubah,” ujarnya.

Pande mengatakan, pemerintah mendorong pertumbuhan independent power producer (IPP) atau perusahaan pembangkit listrik swasta dalam memenuhi target pembangunan listrik 35.000 megawatt. “Semua cara harus dilakukan agar kebutuhan listrik bisa terpenuhi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun menjelaskan, penghapusan subsidi ini akan meningkatkan kemampuan PLN untuk berinvestasi dalam hal pembangkit dan jaringan tenaga listrik. Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Di sisi lain, Benny juga mengatakan bahwa biaya pokok produksi listrik sangat dipengaruhi oleh harga bahan bakar yang sangat sensitif terhadap perubahan kurs, harga minyak mentah dunia (ICP) dan inflasi.

“Agar tarif berada pada tingkat keekonomian, perlu disesuaikan dengan perubahan ketiga variable tersebut melalui mekanisme automatic adjustment,” katanya.

Dari data yang ada menunjukkan bahwa setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per US$, akan meningkatkan subsidi listrik sebesar Rp1 triliun. Setiap kenaikan ICP sebesar US$1 per barel, akan meningkatkan subsidi listrik Rp 500 miliar.

Karena itu, kata Benny, untuk mengurangi beban subsidi, PLN akan terus berusaha menekan biaya pokok produksi.

“Caranya dengan melakukan dan menjaga efisiensi yang dapat menurunkan biaya bahan bakar, pemeliharaan, kepegawaian dan memprioritaskan penggunaan energi yang relatif lebih murah,” katanya. AN-MB