Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat geopolitik dan maritim Universitas Nasional Suryo AB menilai program poros maritim yang diunggulkan Presiden Joko Widodo membutuhkan perbaikan undang-undang dan pembentukan aparat yang sesuai.

“Poros maritim harus disiapkan dengan baik, dan sebaiknya mulai dengan perbaikan undang-undang,” kata Suryo di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, saat ini undang-undang yang mengatur tentang pelayaran dan kelautan masih tumpang tindih dan melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).

Ia mencontohkan dalam UNCLOS terdapat aturan negara yang memiliki kapal untuk membawa dagangan ke luar harus memberlakukan “single authority” atau satu pihak yang memberikan wewenang perizinan pelayaran ke luar negeri.

Indonesia, katanya, hingga kini belum memiliki “single authority” sehingga kapal harus mengeluarkan banyak uang untuk perizinan saat melewati perairan setiap daerah.

“Misalnya barang diproduksi di Tangerang harus izin ke Jawa Barat, lalu izin ke Jakarta kalau melewati, dan lain sebagainya. Berapa banyak uang untuk perizinan di setiap daerah,” ujarnya.

Ia berpendapat Indonesia juga memerlukan aparat yang menjalankan undang-undang tersebut jika sudah mengalami perbaikan.

Menurut dia, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) selama ini kurang efektif dan rentan menjadi ladang korupsi, sedangkan Badan Keamanan Laut (Bakamla) menurut dia memiliki peran yang tidak jauh berbeda.

Perbaikan undang-undang dan pembentukan aparat, katanya, harus sesuai dengan UNCLOS karena Indonesia berkepentingan dengan adanya UNCLOS.

Ia mengatakan UNCLOS sangat bermanfaat untuk perlindungan wilayah laut Indonesia sehingga ‘kita’ harus memberlakukan undang-undang kelautan sesuai dengan aturan internasional tersebut.

Dengan perbaikan undang-undang dan pembentukan aparat yang sesuai, ia berharap Indonesia dapat menjadi negara poros maritim dengan keunggulan kekayaan laut yang melimpah dan lokasi perdagangan yang strategis. AN-MB