Abdul Fickar Hadjar 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Kuasa hukum Bambang Widjojanto, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa praktik penanganan perkara praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah dibajak menjadi ajang arus balik gerakan antikorupsi.

Ia memandang jalannya persidangan, serta putusan praperadilan dalam kasus Komjen Pol Budi Gunawan, mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo, serta beberapa putusan praperadilan lain di PN Jakarta Selatan telah di luar nalar atau logika hukum.

“Contohnya dalam praperadilan Novel, ada pemeriksaan saksi pokok perkara malah dibiarkan saja. Dari fakta ini kita berkesimpulan praperadilan jadi arus balik antikorupsi,” tuturnya di PN Jakarta Selatan, Senin (15/6).

Selain itu, ia pun menganggap bahwa upaya praperadilan dalam kasus KPK melawan Polri di PN Jakarta Selatan seperti sudah dalam skenario dan skema yang telah diketahui hasilnya.

“Terutama dalam praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang diputus oleh hakim Sarpin Rizaldi dan praperadilan Hadi Poernomo yang diputus oleh hakim Haswandi, terlihat jelas bahwa kedua hakim memberi putusan yang di luar wewenang atau ultra petita,” tuturnya.

Bukan hanya dalam praperadilan Budi Gunawan dan Hadi Poernomo saja putusan hakim penuh kejanggalan seperti melampaui dalil yang diminta dan diargumentasikan atau ultra petita, dalam pemeriksaan praperadilan yang diajukan oleh Novel Baswedan, Abdul menjelaskan, hakim praperadilan telah jelas dan nyata membiarkan saksi dalam pokok perkara memberikan keterangan meskipun sudah diprotes bahkan menolak permohonan dengan argumentasi yang lemah dan bertentangan dengan hukum.

“Kemudian di praperadilan Novel Baswedan, ada alasan dua kali ketidakhadiran Novel atas panggilan pemeriksaan dari Bareskrim Polri yang ditunjukkan dengan surat dari pimpinan KPK. Tapi surat itu dianggap tidak patut (oleh hakim) sehingga permohonan praperadilan ditolak,” katanya.

Berdasarkan hasil eksaminasi beberapa putusan praperadilan yang mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa tidak ada standar berbasis fakta dan argumentasi untuk menerima atau menolak permohonan praperadilan itu.

Kerana itu kuasa hukum Bambang Widjojanto memutuskan kembali mencabut gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dan penangkapan oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Seperti diketahui Bambang Widjojanto telah tiga kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penangkapan oleh penyidik Bareskrim Polri di PN Jakarta Selatan.

Permohonan pertama diajukan oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) pada 23 Januari 2015. Namun, gugatan tersebut dicabut pada 9 Februari 2015.

Permohonan kedua diajukan oleh Bambang sendiri melalui tim kuasa hukumnya pada 7 Mei 2015. Materi permohonan masih sama, namun permohonan ini kembali dicabut pada 20 Mei 2015 dengan alasan menunggu iktikad baik Polri untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkaranya setelah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) memutuskan Bambang tidak bersalah dan tidak melanggar kode etik saat menangani kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Pada 27 Mei 2015 Bambang kembali mendaftarkan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Permohonan ini diajukan setelah pihak Polri tidak mengabulkan permintaan Bambang untuk melakukan SP3 terhadap kasusnya. AN-MB