Prof Windia

Denpasar(Metrobali.com)-

Pemerintah Kota Denpasar membentuk Sabha Upadesa sebagai lembaga yang bertujuan menyinergikan lembaga desa adat, desa dinas, dan organisasi pengairan tradisional atau subak.

“Sabha Upadesa dibantu anggota Dewan Pakar yang melakukan pengkajian agar ketiga organisasi tradisional itu dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan dampak negatif pada aspek bidang lainnya,” kata anggota Dewan Pakar Sabha Upadesa, Dr I Nyoman Astita, di Denpasar, Jumat (23/5).

Menurut dia, lembaga yang dibentuk Wali Kota Denpasar Ida Bagus Dharma Wijaya Mantra bertujuan untuk menjaga tetap lestarinya desa adat, subak, dan desa dinas di tengah perkembangan pesat menyangkut berbagai aspek kehidupan di ibukota Provinsi Bali itu.

Lembaga yang diketuai I Nyoman Mega Nada, mantan Ketua Forum Bendesa, dan pelindung Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra memerlukan dukungan dan peran serta semua pihak.

Dengan demikian, desa pekraman, desa dinas dan subak tetap lestari, termasuk pura subak, meskipun sawah di beberapa subak beralih fungsi menjadi kawasan permukiman.

Astita yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menjelaskan bahwa meskipun alih fungsi lahan sawah tidak dapat dihindari, pura subak hingga kini tetap lestari.

Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengharapkan Pemerintah Kota Denpasar memelopori pembangunan dan menetapkan kawasan subak abadi.

Terobosan itu sebagai upaya menjaga kesinambungan lahan pertanian dan lahan terbuka hijau karena Pemkot Denpasar hingga kini masih memiliki sejumlah kawasan subak yang lestari, seperti Subak Anganbaya di Desa Penatih, Kecamatan Denpasar Timur.

Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra diharapkan segera menetapkan adanya kawasan subak abadi yang mampu memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat kota, termasuk sebagai objek wisata baru.

Sawah abadi selain memberikan dampak ekonomi dan udara yang segar juga berkaitan erat dengan Denpasar yang kini menyandang predikat sebagai Kota Pusaka, sekaligus anggota tetap The Organizational of World Haritage City (OWHC) yang melibatkan 250 kota di dunia.

Di Indonesia hanya ada dua kota yang telah diakui sebagai anggota tetap OWHC, selain Denpasar, juga Kota Surakarta, Jawa Tengah.

“Kota pusaka itu tidak hanya menyangkut keris dan benda-benda pusaka lainnya, namun juga seni budaya masyarakat setempat karena subak menjadi sistem organisasi pengairan tradisional merupakan bagian dari unsur kebudayaan Bali,” ujar Prof Windia. AN-MB