Ilustrasi

Oleh : Jro Gde Sudibya

Hari ini, Rabu, 5 April 2023, rainan Purnama di bulan “bersih” Kedasa, piodalan Bhatara Turun Kabeh ring Besakih, rencana Ida Bhatara nyejer selama 21 hari.
Di bulan “bersih” sasih kedasa ini, sebelum mengulas spirit kepemimpinan dalam spiritualisme Besakih, bisa disimak basis keyakinan Tuhan masyarakat Bali yang telah mentradisi lebih dari 1.000 tahun.
Pemujaan Tuhan di Timur yang berpusat di Gunung Lempuyang yang direlasikan dengan spirit Tuhan sebagai “jangkar” kehidupan, yang sebut saja “menakhodai” perjalanan skala dan niskala manusia Bali dalam memaknai hidup dan kehidupannya.
Gunung Batur di Utara, dengan puranya Ulun Danu Batur/Pura Gede Batur di Desa Pakraman Batur, dan Pura ring tepi siring purwa Danu Batur di Desa Pakraman Songan, direlasikan dengan spirit Tuhan dalam mencapai kesejahteraan lahir dan batin, “skala lan niskala”.
Gunung Agung (Giri Toh Langkir), direlasikan dengan spirit Tuhan dalam memimpin diri dan kepemimpinan dalam artian yang luas. Spirit yang “terpancarkan” – “terwadahi” di “jejer kemiri pura ring sawewengkon Basukhian”. “Jejer kemiri” adalah bentuk fisik, mempunyai makna yang dalam tentang: sistem keyakinan Tuhan, pengaturan kosmologi ruang: kesucian, penyangga kelestarian dan budi daya untuk krama Bali bisa menjalani hidup sederhana dan bersahaja, merawat dan menjaga kesucian Besakih.
Gunung Agung, Pura Besakih yang “in term” dengan KEPEMIMPINAN, memberikan inspirasi dan spirit bagi laku, dharma kepemimpinan pada sejumlah nilai yang berbasis spiritualitas, menyebut beberapa nilai kepemimpinan ydm.
Satu, integritas diri, dalam bahasa ke kinian, adanya keutuhan diri, Tubuh, Pikiran dan Jiwa (jiwa yang terberkati dari Giri Toh Langkir), mengabdikan hidupnya secara total buat Bali, “skala lan niskala”, bersiap diri menjadi “ruruban gumi”. Tampil terdepan jika rakyat Bali dihadapkan pada tantangan persoalan dan juga derita. Cri Aji Bali yang sanggup menderita lahir dan batin.
Kedua, menjadi batu penjuru, titi pengancang buat rakyatnya, karena kualifikasi kepemimpinan di butir satu.
Ketiga, berkarakter satya wacana (satunya kata dengqn perbuatan), punya keberanian “satrya wirang” berani “nindihin gumi” dan “nindihin kepatutan” bagi Bali dan masyarakatnya. Di zaman Kali, Kali Yuga dewasa ini, dimana sebagian besar orang “mendewakan” kekuasaan, uang,nafsu birahi, dan dianggap sebuah “kelaziman” jika orang-orang melipatgandakan keinginannya.
Spirit kepemimpinan dari spiritualisme Besakih di atas, dapat mengurangi bencana kemanusiaan dan bencana sosial di era Kali Yuga dewasa ini.Sehingga langkah kita bersama tangkil mebhakti selama piodalan Ida Bhatara Turun Kabeh, melewati “gedung jangkung” yang nyaris nempel dengan Pura Manik Mas, dan gedung ini menjadi “tetuek” kayun kalau kita mebhakti ring Pura Titi Gonggang, menjadi lebih bermakna.
Gedung jangkung nan “angkuh” ini, menjadi catatan sejarah baru bagi Bali, 23 tahun memasuki abad ke 21, spiritualisme Besakih tergerus oleh pertimbangan ekonomi turistik dan mungkin juga politis atas inisiatif Gubernur Koster, dengan menelan anggaran negara Rp.950 M.

Jro Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali, Ketua FPD (Forum Penyadaran Dharma), kelompok diskusi intelektual Hindu.