JOKOWI JK

Jakarta (Metrobali.com)-

Pada bulan Januari 2015 pemerintahan Joko Widodo akan memasuki masa kerja 100 hari pertama sejak pelantikannya sebagai presiden ke-7 RI, 20 Oktober 2015, dengan sejumlah tantangan yang ada.

Sejak awal Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mendasarkan kerja pemerintahan dengan sembilan target yang dinamai dengan Nawacita atau sembilan tujuan. Nawacita mewakili kerja-kerja yang akan dilakukan pemerintah untuk mencapau target pemerintahan hingga akhir masa jabatan pada tahun 2019.

Ketika mengumumkan susunan menteri yang akan menjadi tulang punggung kerja pemerintah lima tahun mendatang, presiden ke-7 RI itu memberikan sentuhan berbeda dari presiden sebelumnya saat mengumumkan kabinetnya.

Bila sejak masa presiden ke-2 RI Soeharto hingga presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pengumuman nama-nama menteri dilakukan dengan format yang resmi di dalam Istana dan tidak langsung menghadirkan menterinya, Joko Widodo memilih format yang berbeda.

Pemilihan lokasi pengumuman di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, yang diapit Istana Merdeka dan Istana Negara, dengan menghadirkan langsung para menteri yang masuk ke dalam jajaran kabinet. Presiden Joko Widodo ingin memberi kesan kabinet yang siap kerja, termasuk memberi nama kabinetnya, Kabinet Kerja.

Nawacita yang dicanangkan sendiri, pada poin pertama, yaitu menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, diwujudkan antara lain dengan mengembalikan rasa aman para nelayan dari pencurian ikan di perairan nasional dengan perintah tangkap dan tenggelamkan kapal nelayan asing.

“Enggak usah tangkap-tangkap, langsung saja tenggelamkan. Tenggelamkan 10 atau 20 kapal, nanti baru orang mikir,” kata Presiden dalam sebuah kesempatan di Istana Negara Jakarta, pertengahan November 2014.

Upaya memberikan efek kejut bagi para pencuri ikan di perairan nasional, meski belum bisa dilihat hasilnya secara menyeluruh, setidaknya telah memberikan pesan yang jelas kepada siapa pun yang mencoba mencuri ikan agar berpikir ulang.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, salah satu menteri yang mendapat sorotan publik yang luas atas sejumlah kebijakannya, antara lain melarang pindah muat di tengah laut, diharapkan mampu menerjemahkan keinginan Presiden untuk memperkuat sektor maritim nasional.

Masih termasuk ke dalam capaian untuk Nawacita pertama, yaitu upaya menjalankan politik luar negeri bebas-aktif, melindungi hak dan keselamatan warga negara di luar negeri, serta membangun Polri yang profesional.

Upaya ini juga diejawantahkan dengan memutuskan pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana mati kasus penyalahgunaan narkotika.

Nawacita yang kedua, membuat pemerintah selalu hadir dengan cara membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, serta membuka partisipasi publik dalam jalannya pemerintahan.

Ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, dan pemerataan pembangunan antarwilayah, terutama desa, kawasan timur, dan perbatasan.

Selain melakukan sejumlah peninjauan ke daerah, terutama memastikan kondisi infrastruktur perikanan, pertanian, dan perdagangan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga secara maraton melakukan pertemuan dengan para gubernur, bupati, dan wali kota yang berlangsung sepanjang Desember 2014 hingga Januari 2015.

“Saya ingin sampaikan dalam manajemen negara dan tata negara kita diperlukan konsolidasi dari atas ke bawah, untuk kita punya visi besar yang sama supaya kita punyai gagasan besar dalam organisasi besar kita ini,” kata Presiden saat membuka pertemuan dengan para bupati dari Papua, Papua Barat, dan Sulawesi di Ruang Garuda Istana Bogor, Kamis (29/1).

Kepala Negara mengatakan bahwa pertemuan dengan kepala daerah dapat diagendakan pertiga bulan atau enam bulan sekali agar ada pandangan yang sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengenai program pembangunan.

“Maka, pertemuan seperti ini akan kita rutinkan per tiga bulan atau setiap empat bulan akan dilihat oleh Mendagri atau setengah tahun sehingga semua sudah segaris arah untuk perbaikan daerah,” kata Presiden.

Nawacita yang keempat, menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

Kelima, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui program wajib belajar gratis 12 tahun, layanan kesehatan masyarakat, serta reformasi agraria, pembangunan rumah susun bersubsidi dan jaminan sosial.

Berikutnya, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional dengan membangun jalan baru, pelabuhan baru, bandara baru, kawasan industri baru, serta pasar tradisional baru.

Ketujuh, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, yakni dengan membangun kedaulatan pangan, energi, dan keuangan, serta mendirikan bank bagi petani atau nelayan.

Selanjutnya, melakukan revolusi karakter bangsa dengan membangun pendidikan kewarganegaraan, mengevaluasi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional, jaminan hidup memadai bagi guru, memperbesar akses warga miskin mendapatkan pendidikan tinggi, dan memprioritaskan pembiayaan penelitian yang menunjang iptek.

Dan terakhir memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia dengan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang dialog antarwarga, restorasi sosial untuk mengembalikan ruh kerukunan antarwarga, membangun kembali gotong royong sebagai modal sosial, mengembangkan insentif khusus untuk memperkenalkan dan mengangkat kebudayaan lokal, serta meningkatakan proses pertukaran budaya untuk membangun kemajemukan sebagai kekuatan budaya.

Tantangan dan Ujian Memasuki 100 hari masa kerja, Presiden beserta pemerintah taklepas dari tantangan dan ujian dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya. Meski memang tidak mungkin memuaskan semua pihak, publik memberikan sorotan terhadap sejumlah keputusan pemerintah.

Sorotan yang pertama, adalah pengangkatan Jaksa Agung yang sebelumnya aktif di partai politik. Meski H.M. Prasetyo pernah aktif di lingkungan kejaksaan, publik memberikan sorotan atas pemilihan sosok Jaksa Agung itu.

Sorotan yang lain terkait dengan pengajuan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon Kapolri menggantikan Jenderal Pol. Sutarman. Taklama setelah pengajuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan status tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terhadap Budi Gunawan.

Setidaknya Presiden hingga akhir Januari 2015 telah dua kali menyampaikan keterangan pers terkait dengan kasus tersebut. Kasus itu menjadi memanas setelah Bareskrim kemudian menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka atas kasus kesaksian palsu dalam sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi beberapa tahun lalu.

Keterangan pers pertama Presiden terkait dengan penundaan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan menugasi Wakapolri Komjen Pol. Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kapolri.

Keterangan pers yang kedua dilakukan sepekan setelah keterangan pers yang pertama dilakukan usai pertemuan Presiden dengan Tim Konsultatif Independen di Istana Merdeka.

“Bahwa kita sepakat institusi KPK dan Polri harus menjaga kewibawaan sebagai institusi penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Mahkamah Agung. Oleh sebab itu, jangan ada kriminalisasi, saya ulangi jangan ada kriminalisasi,” kata Presiden dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Minggu (25/1) malam.

Presiden meminta bila ada proses hukum yang dialami oleh anggota Polri maupun KPK agar dapat dilakukan secara jelas dan terbuka.

“Kasus hukum yang ada personel KPK dan Polri harus terang benderang dan transparan agar proses hukum berjalan dengan baik, dan jangan ada intervensi dari siapa pun,” katanya.

Presiden menegaskan, “KPK dan Polri perlu bahu-membahu memberantas korupsi biarkan KPK bekerja dan Polri bekerja dan semua tidak di atas hukum, keduanya harus membuktikan bahwa bertindak benar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sekali lagi, harus terang benderang dan jangan ada kriminalisasi.” Sepekan setelah itu Presiden bertemu sejumlah tokoh, termasuk Prabowo Subianto dan presiden ke-3 RI B.J. Habibie.

Pertemuan dengan Prabowo Subianto berlangsung di Istana Bogor dalam suasana yang hangat dan penuh persahabatan.

“Jadi, kita singgung sebentar komitmen beliau untuk memperkuat dan menjaga institusi negara komitmen beliau, kita dukung Polri dan KPK sama-sama penting dan harus kita jaga bersama,” kata Prabowo, usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Kamis (29/1) sore.

Sementara terkait dengan pelantikan Kapolri, Prabowo mengatakan bahwa hal itu merupakan kewenangan Presiden dan pemerintah.

“Urusan lainnya, itu sebetulnya tugas dan hak eksekutif, kami sepakat tadi saya sampaikan hormati apa pun keputusan yang diambil oleh Presiden sebagai pemegang mandat dari rakyat Indonesia saya yakin beliau utamakan kepentingan rakyat dan pilih yang terbaik untuk kepentingan bangsa,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa dirinya telah menerima sejumlah masukan dan pada saatnya akan mengambil keputusan terkait dengan masalah tersebut yang terbaik bagi bangsa.

“Jadi, begini kita ini kan harus menghormati proses hukum yang ada, sekarang ini ada proses praperadilan semua harus dihormati, saya tidak mungkin intervensi ke sana, jadi ditunggu (keputusan saya, red.),” kata Presiden usai menerima kunjungan Prabowo Subianto di Istana Bogor, Kamis siang.

Presiden mengatakan bahwa dirinya telah mendapat masukan dari berbagai pihak, baik Tim Sembilan maupun Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), mengenai masalah tersebut.

“Masukan ini kan banyak dari Tim Sembilan, dari Watimpres ada, sudah saya tampung saya paham semuanya, nanti suatu saat akan diputuskan. Akan ada proses hukum yang akan kita hormati, suatu saat akan kita putuskan, nanti ditunggu,” katanya.

Kepala Negara mengharapkan semua pihak agar bersabar menunggu keputusan atas masalah itu.

“Tunggu waktunya, pasti akan saya putuskan,” katanya.

Seratus hari pertama kerja pemerintahan memang tidak dapat menjadi ukuran keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintah. Namun, setidaknya hari-hari itu menjadi modal yang penting untuk memberikan kepastian bagi masyarakat atas terwujudnya harapan mereka yang disampirkan di pundak Presiden dan jajaran pemerintahannya. AN-MB