Badung,  (Metrobali.com) 

 

Entah terbawa suasana atau kurang profesional dalam menangani manajemen konflik atau bahkan terkesan terlalu dominan dalam melakukan perlindungan, Para Psikolog dari Pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan (P2PT2A) perlindungan anak yang datang bersama pihak mantan istri dan kedua anak kembar Paul La Fontaine sehingga pertemuan seakan terlalu dibuat ‘over protektive’ sehingga malah berakhir deadlock. Bahkan Sang mantan istri diketahui apa sebabnya membawa-bawa juga preman dalam pertemuan yang direncakan khusus antara ayah dengan kedua buah hatinya.

“Wajar saja jika saya bersikap emosional karena rindu yang mendalam terhadap anak-anak saya namun ketika tangan ini mau meraih untuk menggendongnya dihalang halangi, saya tahu anak akan menangis sebentar karena ada begitu banyak orang, dan sungguh saya tidak ada niat buruk atau bermaksud membawanya pergi keluar ruangan, tapi seakan-akan saya digambarkan atau dipersonifikasikan sebagai sosok temperamental, padahal itulah ungkapan ekspresi kerinduan saya yang 1 bulan lamanya tidak boleh bertemu anak-anak namun pertemuan tersebut hanya sesaat dan mantan istri memutuskan untuk pergi tergesa-gesa bersama dengan orang-orang yang mengawalnya,” tutur Paul La Fontaine sambil menangis di Mazu Beach Club Pantai Balangan, Jum’at (23/9/2022).

“Seperti yang sudah saya katakan kepada kuasa hukum saya bahwa mantan saya akan memprovokasi keadaan. Perkiraan saya tidak meleset dan yang saya heran kenapa anak anak menangis tidak wajar. Apa sebetulnya yang terjadi dengan mereka?,” lanjutnya dengan wajah sedih.

Kejadiannya begitu cepat seakan memang dibuat drama seolah-olah kedua anaknya tidak menyukai kehadiran Paul hingga menangis berteriak keras bahkan mau memberikan anak-anaknya sepeda mini yang telah dipersiapkan untuk kedua anaknya tersebut tidak terjadi.
“Padahal hal itu Khan memang sudah menjadi haknya, kenapa harus didekap terus?,” kata Hezkiel Paat, SH. salah satu kuasa hukum Paul.

Kuasa hukum Paul La Fontaine, Esther Hariandja tidak menyangka mantan istrinya membawa orang-orang (bodyguardnya) kedalam momentum pertemuan ini bahkan begitu cepat, “Kenapa tidak menunggu sebentar saja agar keadaan membaik (kondusif) dan tenang dahulu tapi tidak dengan cepat-cepat dan tergesa-gesa untuk pergi meninggalkan Paul yang menangis tidak bisa memeluk putri-putrinya.

Prinsipnya, kejadian tidak mengenakkan yang memposisikan bahwa Paul terlalu kasar tidaklah benar, sebab yang terjadi malah Paul terlihat dihalang-halangi untuk memeluk putrinya oleh pihak-pihak yang demikian protektif seolah malah menjadi tidak setara (equality) perlakuannya terhadap klien saya, Pihak keluarga dan kerabat Paul yang berada di luar Indonesia sangat kecewa dengan mendengar peristiwa tersebut dan berencana untuk mengambil langkah-langkah tertentu yang bersifat G to G dengan berkoordinasi dengan pihak Kedubes atau Konjen disini,” terang Esther.

Kedepan, menurutnya Esther, bisa dimohonkan uji kesempatan bertemu anak-anaknya dan juga perlu diatur dan ditata lebih elegan, dari komunikasi, tata cara dan orang-orang disekitar yang lebih baik lagi, harap Esther.

“Rencana pertemuan tadi sebetulnya sudah baik, tapi sayang sekali mantan istri tidak menghormati kehadiran para kuasa hukumnya dan juga pihak instansi pemerintah yang sudah hadir dan membantu pertemuan ayah dan anak anak tersebut,” sambungnya.

Pihaknya justru memberikan atensi terhadap petugas pendamping hukum P2PT2A yang sangat memfasilitasi pertemuan ini namun mempertanyakan sikap psikolog yang terus mendekap anak-anaknya seolah tak menghiraukan uluran tangan Paul yang ingin sekedar memeluknya.

“Mengapa dari pihak Paul tidak mempersiapkan dokumentasi atau orang untuk mem-videokan pertemuan ini, sebab kami tidak menyangka akan ada beberapa orang yang salah satunya sempat berteriak siap mati, mendorong Paul ketika dia mau membawa anaknya keluar ruangan. Sedih melihat niat tulus seorang ayah akhirnya lagi lagi berakhir mengenaskan. Kami bingung apa sebetulnya yang diceritakan pada pihak tersebut mengenai pertemuan ini kan tempat ini sudah biasa menjadi tempat pertemuan dengan anak-anaknya dan kami malah mempertanyakan kehadiran preman-preman dalam memantau pertemuan ini, untuk apa?” tanya Esther heran.

Ara, manager Mazu Beachclub memberikan pernyataan bahwa Paul sebelumnya telah sering membawa anak-anaknya ke tempat tersebut dengan bahagia dan penuh sukacita. “Lalu mengapa harus terjadi seperti ini. Apa sebetulnya yang terjadi dengan anak anak tersebut?”. (hd)