Washington (Metrobali.com) –

Israel perlu membuat keputusan “berat” guna memajukan pembicaraan perdamaian dengan Palestina, kata Presiden AS Barack Obama kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Senin (3/3).

“Kerangka waktu yang telah kami tetapkan bagi penyelesaian perundingan ini makin dekat, dan beberapa keputusan berat harus diambil,” kata Obama sebelum pertemuan bilateral dengan Netanyahu di Gedung Putih.

Israel dan Palestina melanjutkan pembicaraan perdamaian pada Juli lalu, setelah terhenti selama tiga tahun. Menteri Luar Negeri AS John Kerry telah bermaksud mewujudkan kesepakatan mengenai semua masalah status akhir –keamanan, perbatasan, status Jerusam dan pengungsi– dalam waktu sembilan bulan.

Namun tak ada kemajuan nyata yang sejauh ini telah dicapai dalam pembicaraan itu, dan Kerry pekan lalu mengatakan mereka tampaknya akan melanjutkan pembicaraan sampai melewati tenggat April.

Obama, yang menyebut pembicaraan tersebut “lama dan menyakitkan”, mengatakan ia percaya, “Akhirnya, mungkin untuk menciptakan dua negara –Negara Palestina dan Negara Yahudi– tempat rakyat hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan.” “Namun itu sulit dan itu memerlukan kompromi dari semua pihak,” tambah Obama, sebagaimana dikutip Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.

“Israel telah melaksanakan bagiannya, dengan menyesal saya mengatakan ‘Palestina belum’,’ kata Netanyahu saat menanggapi pernyataan Obama. Ia menambahkan Israel “telah membongkar seluruh permukiman” dan membebaskan ratusan tahanan Palestina.

Kerry, yang melakukan 10 perjalanan ke Timur Tengah sepanjang tahun lalu, berusaha membawa kedua pihak menandatangani kerangka kerja yang akan menjadi panduan bagi perundingan tentang status akhir bagi konflik antara Israel dan Palestina.

Kerangka kerja tersebut bertujuan menangani masalah inti dalam sengketa itu, termasuk perbatasan antara Israel dan Negara Palestina pada masa depan, nasib pengungsi Palestina dan status kota suci Al-Quds (Jerusalem).

Obama akan bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Washington pada akhir pekan ini.

Nuklir Iran Pada Senin (3/3), Netanyahu juga kembali menyampaikan kekhawatiran mengenai program nuklir Iran. Itu adalah “tantangan terbesar” yang dihadapi Amerika Serikat dan Israel guna “mencegah Iran memiliki kemampuan untuk membuat senjata nuklir”, katanya.

“Sasaran itu dapat dicapai jika Iran dicegah memperkaya uranium dan melucuti seluruh instalasi nuklir militernya,” tambah Netanyahu.

Menurut kesepakatan sementara yang ditandatangani pada November, Iran setuju untuk menghentikan kegiatan nuklirnya dan mengizinkan pemeriksaan lain internasional sebagai imbalan bagi diredakannya sebagian sanksi yang melumpuhkan pimpinan AS.

Namun Israel tetap sangat curiga mengenai kesepakatan tersebut, dan menggambarkannya sebagai rencana oleh Teheran untuk “membebaskan dirinya dari sanksi ekonomi tanpa sepenuhnya menghentikan ambisi nuklirnya”.

Netanyahu menyebut kesepakatan itu sebagai “kekeliruan sejarah”, dan memperingatkan diredakannya cengkeraman atas Teheran sebagai imbalan buat apa yang ia sebut konsesi kecil membahayakan Israel dan negara lain di wilayah tersebut. (Ant/Xinhua-OANA)