Ngurah Karyadi : Perdebatan Revisi UU Provinsi (Bali) dan Perimbangan Keuangan Jangan Elitis
Nyoman Dhamantra, bersama Tokoh Masyarakat Sidemen, dalam Sosialisasi Empat Pilar dan Reses, Kamis 12/11/2015
Perdebatan atas revisi UU Provinsi dan Perimbangan Keuangan (Bali), mesti sampai di desa-desa, sehingga mendapat dukungan warga, serta tidak dijadikan alat bargaining politik elite. Demikian ungkapan dari Nyoman Dhamantra, saat Sosialisasi Empat Pilar dan Penyerapan Aspirasi (Reses) di desa Tri Eka Buana, Kec. Sidemen, Karangasem, Bali, Kamis, 12/11/2014. Acara yang dihadiri PAC PDI-P se Kabupaten Karangasem, serta Kepala Desa, Bendesa Adat, Kepala Dusun, Kelian Adat, Tokoh masyarakat dan Sekeha Teruna-Teruni tersebut, diawali dengan Sosialisasi Empat Pilar Bangsa.
Ngurah Karyadi, selaku narasumber, menekankan pada pentingnya membumikan usulan revisi UU Provinsi Bali. Usulan tersebut sebagai bagian dari implementasi gagasan Tri Sakti-nya Bung Karno dalam menegakkan Empat Pilar Bangsa.
“Usulan revisi UU provinsi dan UU 33/2004 dilakukan dalam mewujudkan kebebasan politik, kemandirian ekonomi, dan berkebudayaan Indonesia di daerah. Tanpa itu, sangat tidak mungkin bagi kita untuk berperan serta dalam menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Tantangan tersebut kian nyata, dan ada didepan mata kita. Mudah-mudahan dengan revolusi mental, serta visi Nawacita, seperti yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, dapat membawa bangsa ini kembali ke tujuan kemerdekaan RI,” kata Ngurah Karyadi.
Lebih jauh Nyoman Dhamantra menambahkan, usulan berbagai daerah, termasuk usulan revisi UU provinsi, dan perimbangan keuangan (UU No. 33/2004) mesti menjadi perhatian pemerintah. Tidak lagi dicurigai sebagai upaya gerakan instabilitas, dan dianggap merongrong Empat Pilar Bangsa.
“Usulan revisi tersebut sangat konstitusional, sebagai bentuk pengejawantahan Pasal 18 B UUD 1945. Konsep desentralisasi asimetris ini diterapkan dalam memperkuat asas desentralisasi simetris (Pasal 18 A), yang mendasari UU No. 32/2004 jo UU No. 23/2014, tentang Pemerintah Daerah,” kata Nyoman Dhamantra
Revisi ini sekaligus mesti dilakukan dalam menciptakan tata kelola baru hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. “Dalam kasus Bali misalnya, menjadikan pengelolaan “one island management”, serta adanya sinergi antara provinsi dengan kabupaten/kota dalam kewenangan, khusunya dalam mengatur sumberdaya, sekaligus mengatasi kesenjangan antar kabupaten/kota di Bali, serta tersedianya agaran dalam pelestarian agama, adat dan budaya Bali”, katanya lebih lanjut.
Revisi atas UU No. 64/1958 tentang Pemerintahan Tingkat I Bali, NTB dan NTT sangat relevan saat ini.
Mengingat, UU tersebut didasarkan pada Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS), yang sudah tentu bertentangan semangat reformasi dan desentralisasi/otonomi daerah, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 A dan B UUD 1945, dan UU No. 22/1999, jo UU No. 32/2004 jo UU 23/2014. Sudah tentu diikuti dengan adanya perubahan atas pengelolaan keuangan di daerah provinsi dan kabupaten/kota, dengan merevisi UU Np. 33/2004.
Dalam kesempatan tersebut, Nyoman Dhamantra mengajak segenap komponen masyarakat Bali untuk berperan aktif dan mendukung usulan tersebut. Sekaligus mengawasi proses dan implementasi hasil perjuangan para wakil rakyat yang ada di berbagai tingkatan pengambilan keputusan.
Atas ajakan tersebut, Nyoman Masta, Bendesa Adat dan sejumlah warga mempertanyakan relevansi perdebatan tersebut, khususnya bagi warga di pedesaan, dan sekaligus pertanyakan sampai di mana perjuangan, yang sudah dimulai sejak tahun 2010, dan dilanjutkan dengan deklarasi Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB) di tahun 2012 tersebut.
Menangapi pertanyaan warga, Dhamantra menyatakan, dari komunikasi dan lobby FPHB, dan kalangan lain, terungkap bahwa revisi UU No. 64/1958 sudah masuk Prolegnas, kalau tidak salah No. 17, dan mudah-mudahan segera kita bisa bahas di DPR RI.
“Kalau revisi UU Provinsi Bali mengacu pada Pasal 18 B UU 1945, maka ketentuan ini bisa menjadi pondasi baru Bali. Di situ maka berbagai “independensi dan kekhusan” agama, adat, dan budaya Bali dapat diakomodir, dan sekaligus tersedia anggaran dalam penguatan dan pelestarianya. Hal ini sudah tentu sangat bermanfaat bagi warga di desa, setidaknya mengurangi beban/pepeson dalam pelestarian budaya,” tandas Nyoman Dhamantra.
Pada kesempatan ini juga, Tim Dhamantra Centre menyampaikan bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM, berupa pemberian Bantuan Wirausaha Pemula. Bantuan tersebut diharapkan jadi perangsang tumbuhnya Wirausaha-wirausaha baru di Bali. Dilanjutkan dengan Penyerahan Bantuan Program Tempat Praktek Keterampilan Usaha (TPKU) dari Kementerian Koperasi dan UKM kepada Kepala Sekolah :
1. SMK TP 45 Denpasar
2. SMK Pariwisata Kertayasa, Tebongkang Gianyar
3. SMA Pariwisata Saraswati Klungkung.
Acara ditutup dengan penyerahan baju seragam PDI-P untuk 5 PAC Kab. Karangasem, yang diserahkan oleh pengelingsir Dhamantra Centre, Made Wirya, melalui Sektretaris PAC PDI-P Sidemen I Made Adi Raharta. RED-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.