Bogor, (Metrobali.com)-

Syabila yang berumur 1 tahun 8 bulan dengan dugaan gizi buruk warga Kp Cirangkong Desa Cemplang kecamatan Cibungbulang Bogor akhirnya meninggal dunia di RSUD Leuwiliang Bogor, pada Senin 20 Desember 2021 kemarin.

Balita gizi buruk ini berawal dari sakit hingga dirawat pada Minggu malam 19 Desember 2021, namun sayang nyawanya tak tertolong dan meninggal dunia.

Menurut pihak keluarga karena sang orang tua yaitu Solihin dan Yuliani dengan ketidaktahuan, ia pun belum mempunyai BPJS. Hingga saat meninggalnya balita, ia pun menunggak Rp1.684.000,- karena mempunyai uang Rp500.000,- hasil patungan keluarga.

“Pada saat ke rumah sakit kami bawa pasien Syabila pakai motor juga usai meninggal dunia, karena tidak sanggup membayar Ambulance sebesar Rp600.000,- makanya kami bawa juga jasad almarhumah dengan sepeda motor”, ujar Syapurta yang mendampingi ke rumah sakit.

“Awalnya pihak rumah sakit minta jaminan KTP juga STNK, namun STNK tidak dibawa, jadi hanya KTP dan uang Rp500 ribu saja”, tambahnya kepada awak media Jumat 24 Desember 2021.

Diketahui, almarhumah yang berumur 1 tahun 8 bulan ini belum juga dapat berjalan seperti anak-anak sebayanya karena berbadan kecil.

Sementara itu ketua aktivis yang juga relawan sosial Atiek Yulis Setyowati, Ketua Umum Masyarakat Pejuang Bogor menyayangkan hal  tersebut, Tambahan statemen Atiek Yulis Setyowati, Ketua Relawan Sosial MPB mengatakan keprihatinan atas kejadian tersebut.

“Miris kejadian gizi buruk masih terjadi di Kabupaten Bogor. Dengan meninggalnya Syabila balita usia 1 tahun 8 bulan warga Kampung Cirangkong Desa Cemplang Kecamatan Cibungbulang karena gizi buruk membuat luka masyarakat yang  harusnya sudah menjadi tugas pemerintah daerah maupun pusat menjamin kehidupannya agar terjamin tidak kelaparan dan terjamin gizinya. Pemerintah Daerah juga menjamin kesehatan masyarakatnya sesuai dengan salah satu  ciri menjadi Kabupaten Termaju di Indonesia”, ujarnya.

Ia pun menambahkan, apapun alasannya ini salah pemerintah. Apalagi balita gizi buruk ini meninggal di RS pemerintah yang seharusnya begitu melihat kasusnya karena gizi buruk dan  tahu belum punya BPJS, mestinya ada arahan pakai jamkesda atau menjadi tanggungan pemerintah 100% semua biayanya dan harus mendapat penanganan yang serius dan istimewa.

“Lebih miris lagi saat bayinya akhirnya  meninggal dan masih dibebankan dengan biaya perawatan dan ambulance”, imbuhnya.

Kami LSM MPB meminta kepada Bupati sebagai pemimpin daerah agar mengintruksikan kepada Dinas Kesehatan agar seluruh Puskesmas melalui Posyandunya dan RT, RW agar lebih bisa mendeteksi seluruh warganya jika ada yang mengalami kekurangan, kemiskinan, kelaparan, sakit atau gizi buruk dan harus segera bisa mensolusikan. Bupati juga harus mengintruksikan kepada seluruh RS baik RS pemerintah atau swasta jika ada masyarakatnya yang belum terdaftar BPJS agar dicarikan solusi jika jamkesdapun  mengalami kendala atau melebihi dari maksimal atau apapun kendalanya dalam pembayaran karena ketidakmampuannya.

“Kami sebagai sosial kontrol meminta kepada seluruh RS agar jangan ada orientasinya keuntungan, dan agar mengedepankan pelayanan. RS bukan perusahaan tapi  seringkali kami merasakan banyak oknum RS seolah-olah tidak mau rugi. Harusnya ada subsidi silang. RS harus mengedepankan kemanusiaan. Kasus seperti ini harus dijadikan peringatan dan PR  kepada semua”, katanya lagi.

Sementara itu, Advokat Muda Nurdin Ruhendi SH menyayangkan kejadian tersebut.

“Miris ada salah satu masyarakat meninggal dunia dengan gizi buruk karena pihak keluarga mempunyai tunggakan BPJS di salah satu rumah sakit”, ujarnya.

“Peran pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat sudah menjadi hak dasar berdasarkan UUD 1945 pasal 28 Huruf H, pemerintah terutama pemerintahan kabupaten Bogor mesti bertanggung jawab atas terjadi hal tersebut”, tuturnya lagi.

“Selama ini program ‘Pancakarsa’ Bogor Sehat yang digadang-gadang Program Bupati Bogor belum dapat dirasakan oleh masyarakat”, tutupnya.*

Pewarta : Sutiawan