Buleleng, (Metrobali.com)

Peristiwa covid-19 selama dua tahun ini berdampak ekonomi hampir disemua lini, termasuk PT Tirta Mumbul Jaya Abadi (Yeh Buleleng) yang keteteran menggaji puluhan karyawannya selama 1,5 tahun. Hal ini terungkap, disaat puluhan karyawan Yeh Buleleng mendatangi Sekretariat DPRD Kabupaten Buleleng, Rabu, 5 Januari 2022. Dan diterima langsung Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna,SH.

Bagian Perencanaan Produksi Yeh Buleleng, Nyoman Sumiarta mengaku selama 1,5 tahun tidak menerima gaji full, yang diterima hanya cashbon yang besarannya dibawah gaji standar. Sampai akhir Desember 2021, total sisa gajinya 7 bulan dari 1,5 tahun itu.

“Selama 1,5 tahun kami menu ggu agar gaji kami trima secara full, tapi hanya bisa diterima secara cashbon ya g besarannya dibawah gaji standar kami,” ujarnya menegaskan.

Disinggung, kenapa terjadi seperti itu?

Menurutnya air minum Yeh Buleleng peminatnya masih banyak. Hanya saja dimungkinkan karena Yeh Buleleng seringkali dijual secara obral yang tidak sesuai dengan harga pokok penjualan, semisal harga jual Rp 20 ribu perdus, diobral me jadi Rp 18 ribu perdus.

“Keuangan perusahaan menjadi terpuruk, bukan saja karena diobral, namun kemungkinan karena karyawannya terlalu banyak yakni sebanyak 80 karyawan. Hal ini juga menjadikan beban keuangan perusahaan sangat berat,” tandas Sumiarta.

Ungkapan yang hampir sama juga disampaikan salah satu karyawan Yeh Buleleng, Ketut Suastika. Diungkapkan sejak bulan Mei Tahun 2020 lalu, gaji karyawan dipotong sebesar 15 persen. Saat itu, para karyawan tidak mempersoalkan karena memaklumi dampak dari covid-19. Namun, memasuki bulan Juni Tahun 2021 lalu, dilakukan pemotongan gaji mencapai 75 persen. Hal inilah yang sangat memberatkan para karyawan.

“Saya pribadi sebagai tulang punggung keluarga sangat berat dan merasa dibodohi. Dan yang menjadi keheranan kami, masalah gaji karyawan dipotong untuk membayar iuran BPJS Tenaga Kerja. Namun iuran itu rupanya tidak dibayarkan, terbukti disaat salah satu karyawan mau resign, dan mau mengklaim BPJS Tenaga Kerjanya, tidak bisa klaim. Artinya iuran BPJS Tenaga Kerjanya tidak dibayar oleh pihak manajemen. Berbeda dengan BPJS Kesehatan hingga saat ini lancar-lancar saja,” urainya.

Menyikapi keluhan dan saduan para karyawan Yeh Buleleng, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna merasa tersentuh hatinya dan dalam hal ini pihaknya di Dewan Buleleng akan mengundang, baik direksi maupun para pemegang saham PT Tirta Mumbul Jaya Abadi (Yeh Buleleng), serta Pemkab Buleleng.

“Kami didewan mengutamakan untuk menyelamatkan perusahaan, karena diperusahaan ini banyak karyawannya dan mereka ini agar tetap bekerja. Persoalan yang melanda perusahaan Yeh Buleleng, kita diskusikan dengan direksi, para pemegang saham dan Pemkab Buleleng untuk mencari jalan keluar yang terbaik,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur PT Tirta Mumbul Kaya Abadi (Yeh Buleleng), Nyoman Arta Widnyana saat dikonfirmasi para awak media via telphone selulernya mengatakan
Selama 2 tahun kondisi perusahaan memang terlalu berat biayanya yang lebih besar dari pada penjualan.

“Jadi penjualannya drop sekali, lalu dibiaya salah satunya yang menjadi beban kita. Sejak covid-19, penjualan jauh terpuruk. Dimana penjualan kita turun 60 persen. Pada sisi lain, biaya yang harus dikeluarkan untuk menggaji karyawan, serta membayar iuran BPJS Tenaga Kerja serta BPJS Kesehatan mencapai Rp 300 juta per bulan, dari pendapatan yang didapatkan setiap bulan sebesar Rp 450 juta.” terangnya.

“Intinya, saya mohon maaf kepada semua masyarakat. Covid ini tidak bisa di hindari, itu sumber pangkalnya.” tandas Arta Widnyana. GS