TOLAK REKLAMASI 1

TOLAK REKLAMASI TELUK BENOA

Washington (Metrobali.com)-

Dalam dua tahun terakhir, berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Menolak Reklamasi (ForBALI) telah berjuang untuk menolak rencana reklamasi/pengurukan Teluk Benoa. ForBALI yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat di Bali seperti aktivis lingkungan, pecinta seni, kelompok adat, dan bahkan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, dengan keras menyuarakan penolakan terhadap reklamasi ini karena hanya akan menguntungkan pihak investor. Reklamasi ini adalah proyek untuk mendapatkan tanah baru di kawasan strategis dimana tanah di kawasan ini termasuk yang termahal di Bali. Sementara rakyat Bali hanya akan menjadi penanggung beban beban akibat kerusakan lingkungan, serta kerusakan sosial, kebudayaan, politik dan ekonomi yang muncul dari proyek ini.

Sayangnya, hingga kini pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah di Bali menolak untuk mendengarkan suara dari masyarakatnya sendiri. Wilayah yang hendak direklamasi pernah dinyatakan sebagai kawasan Konservasi Perairan menurut Peraturan Presiden (Perpres) No. 45/2011] . Sehingga reklamasi atau pengurugan teluk tersebut tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun karena akan membawa kerusakan lingkungan dan kehancuran ekosistem. Sayangnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang akhir masa pemerintahannya mencabut peraturan itu dan menggantinya dengan Perpres 51/2014. Aturan baru ini menghapus fungsi kawasan Teluk Benoa sebagai wilayah konservasi.

Dengan aturan baru tersebut, terbukalah jalan untuk reklamasi Teluk Benoa. Ini adalah preseden buruk atas penegakan hukum tata ruang di Indonesia yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan ruang. Negara telah tunduk pada kepentingan korporasi. Ia lebih memilih untuk mengubah tata ruang demi memfasilitasi proyek reklamasi yang berkedok revitalisasi daripada melakukan penegakan hukum tata ruang. Oleh karenanya tidak tertutup kemungkinan di masa epan akan terjadi upaya-upaya pengebirian tata ruang demi kepentingan korporasi. Sehingga tujuan penataan ruang tidak akan pernah tercapai. Sebuah perusahan besar, yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap berbagai kekuatan politik nasional akhirnya berani dengan terang-terangan mengakui bahwa merekalah yang menjadi investor reklamasi Teluk Benoa.

Sejak saat itu pulalah, opini masyarakat Bali dan Indonesia mulai digiring untuk menyetujui mega proyek ini. Istilah reklamasi Teluk Benoa pun diganti menjadi ‘revitalisasi.’ Penggalangan opini ini dilakukan secara agresif dengan melibatkan pejabat pemerintahan lokal. Bahkan tidak jarang dilakukan dengan jalan membentuk kelompok-kelompok tandingan yang pro-reklamasi. Tidak dapat disangkal bahwa rencana reklamasi Teluk Benoa telah mengabaikan aspek keberlanjutan dalam kehidupan lingkungan. Dikuatirkan bahwa Perpres 51/2014 akan menjadi awal dari kerusakan lingkungan yang lebih parah di wilayah Bali Selatan.

Selain itu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga menyebutkan bahwa kawasan yang diberikan izin pemanfaatan itu adalah kawasan rawan bencana. BMKG menyatakan kawasan selatan Bali adalah salah satu dari tiga titik yang menjadi celah utama lokasi prediksi gempa megathrust (gempa bumi berkekuatan 8 hingga 9 skala richter). Selain daerah rawan bencana Tsunami, menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2010, kawasan Teluk Benoa adalah kawasan berpotensi liquifaksi. Apakah masuk akal mega proyek yang berharga trilyunan rupiah justru berada di wilayah rawan bencana? Berbagai macam argumen, landasan peraturan, serta penghalusan semantik yang dipakai untuk memuluskan proyek ini tidak bisa mengabaikan satu kenyataan: bahwa reklamasi ini bertujuan mengeruk untung yang sebesar-besarnya untuk pemodal!

Oleh karena itulah, sebagai rasa peduli terhadap lingkungan hidup, penolakan terhadap keserakahan dan kesewenang-wenangan, komunitas Indonesia bersama dengan simpatisan pencinta lingkungan di Washington D.C mendukung gerakan Bali Tolak Reklamasi. Dukungan itu akan ditunjukkan dengan sebuah aksi damai dan pernyataan sikap erhadap pemerintah Indonesia. Kami menuntut pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo untuk mencabut Perpres 51/2014 dan Menolak Reklamasi Teluk Benoa. Aksi damai ini akan diadakan pada Minggu 11 April 2015 pukul 2 siang di di areal Gedung Kongres Amerika Capitol Hill, di Washington DC. Aksi ini akan melibatkan berbagai lapisan warga Indonesia yang berada di sekitar Washington D.C. dan juga warga Amerika dan negara lain yang peduli terhadap kelestarian lingkungan. RED-MB