Denpasar, (Metrobali.com)

Penyelesaian kasus hukum yang diduga menimpa beberapa LPD, semestinya menggunakan prinsip hukum, lex specialis derogat lex generalis, diktum hukum: ketentuan hukum khusus “mengalahkan” ketentuan hukum umum.

Berdasarkan diktum ini, penyelasaian kasus LPD semestinya menggunakan Perda yang mengatur LPD bukan aturan hukum lainnya.
Di samping pertimbangan hukum tsb., penyelesaian kasus LPD mengedepankan azas manfaat, kepentingan masyarakat Desa Pakraman yang menjadi pemilik LPD.

Penyelesaian masalah semestinya dilakukan dengan bijak, dengan pertimbangan:
1.LPD sebagai lembaga ekonomi berwatak sosial, telah terbukti mampu berkontribusi nyata untuk peningkatan kesejahteraan krama, dan pengembangan sosial kultural krama Bali.
2.LPD merupakan wujud nyata kelembagaan krama Bali, yang menggambarkan modal sosial (social capital) krama Bali berupa rasa saling percaya (mutual trust). Modal sosial yang semestinya harus terus dirawat.

3. Dengan jumlah LPD sekitar 1.200 buah, nilai aset sekitar Rp.5 T, dengan jumlah karyawan sekitar 9.000 orang, memberikan penggambaran besarnya potensi ekonomi yang dimiliki LPD Bali, dan kontribusi kesajahteraan bagi krama Bali jika pengelolaan LPD lebih baik di masa depan.
Mengingat arti strategis LPD bagi pengembangan ekonomi perdesaan/kerakyatan, semestinya Pemda Bali menyusun strategi komprehensif untuk penyelamatan dan pengembangan LPD Bali ke depan.

Selama ini, dana murah LPD Bali tersimpan di Bank BPD Bali (Bank daerah yang dimiliki Pemda Bali), sudah semestinya Pemda Bali menetapkan Bank BPD Bali sebagai the lender of the last resort, untuk membantu LPD jika mengalami kesulitan sementara likuiditas.

Jro Gde Sudibya, ekonom, konsultan ekonomi, berpengalaman memberikan pendampingan manajemen di sejumlah LPD.