Moskow, (Metrobali.com) –

Situasi di Ukraina Tenggara mengalami perubahan berbahaya, kata Kementerian Luar Negeri Rusia, Ahad (13/4), sementara seorang perwira keamanan dan pegiat pro-Rusia tewas selama serangan oleh pasukan khusus Ukraina.

Sehari sebelumnya, beberapa pria bersenjata yang pro-Rusia mendukung gedung kepolisian dan dinas keamanan.

Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut sebagai “memalukan” perintah Penjabat Presiden Ukraina Alexandr Turchynov untuk menggunakan Angkatan Bersenjata guna memadamkan protes.

“Pihak Rusia membawa krisis di Ukraina Tenggara bagi pembahasan mendesak Dewan Keamanan PBB dan OSCE (Organisasi bagi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa),” kata Kementerian tersebut dalam pernyataan daring.

Rusia menuntut penyelenggaran Maidan “yang menggulingkan presiden yang sah” agar segera menghentikan perang mereka melawan rakyat mereka sendiri dan memenuhi semua kewajiban berdasarkan Kesepakatan 21 Februari.

Moskow juga mendesak penaja pihak Maidan, yaitu Barat, serta Amerika Serikat agar “menundukkan pengikut mereka yang brutal, dan membuat mereka menjauhkan diri dari ekstremis neo-Nazi serta kelompok ekstrem lain”, tambah pernyataan tersebut, sebagaimana diberitakan Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Senin.

Rusia menyerukan diakhirinya penggunaan militer terhadap rakyat Ukraina dan dimulainya dialog nasional demi pembaruan undang-undang dasar secara dini dan radikal di Ukraian, kata kementerian itu.

Gelombang baru kerusuhan meletus di bagian timur Ukraina pada akhir pekan lalu, ketika pegiat pro-Moskow merebut beberapa gedung pemerintah di Kota Besar Donetsk, Lugansk dan Kharkov. Mereka menuntut referendum mengenai otonomi dan hubungan lebih dekat dengan Rusia.

Pada 18 Maret, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Krimea menandatangani kesepakatan untuk membuat bagian selatan semenanjung tersebut sebagai wilayah Rusia, setelah hampir 97 persen pemberi suara Ukraian mendukung pemisahan diri dari Ukraina dalam satu referendum.

Kiev telah menolak referendum dan penyatuan Krimea dengan Rusia, dan menyatakan itu “tidak konstitusional”.

(Ant) –