Dr. Ardhasena Sopaheluwakan

Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, Deputy Director for Climate and Air Quality Research Center for Research and Development

Badung (Metrobali.com)
Menurut, Deputy Director for Climate and Air Quality Research Center for Research and Development,  Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, Selasa,(19/9) di Tuban, Badung menyampaikan, pencemaran udara saat ini paling banyak dihasilkan oleh kota-kota besar, itu disebabkan karena mobilitas arus lalulitas yang sangat tinggi dan padat. Dalam upaya perbaikan kualitas udara tersebut maka, salah satu solusinya adalah transportasi publik terutama pengunaan kendaraan pribadi meski ditekan lebih rendah.
“Tingginya tingkat polutan tersebut memang sebagian besar dihasilkan dari kota-kota besar terutama dengan kepadatan  lalulitas yang sangat tinggi,” ucapnya.
Disampaikan, seandainya ada perbaikan dari transportasi publik jika bisa sebagian orang dalam melakukan aktifitas sehari-hari tidak menggunakan kendaraan pribadi. Tentu hal tersebut akan berkotribusi terhadap menurunya tingkat polutan di suatu kawasan.
“Contohnya, dengan pemakaian transportasi publik yang lebih ramah lingkungan sehinga akan mampu menekan polusi udara terutama di daerah yang tingkat aktivitas trafiknya,” jelasnya.
Disampikan, akan tetapi sebenarnya aktivitas manusia tidak dapat dicegah,terutama terkait dengan kegiatan ekonomi ataupun transportasi yang berkontribusi besar terhadap emisi harus segera di mitigasi. Karena, jika dilihat porsi dari sektor tersebut sangat besar.
Jika dilihat dari data penelitian pengukuran kualitas udara pada hari Raya Nyepi 2015 dan 2017 yang telah dilakukan BMKG dengan pengunaan peralatan yang sama, yaitu untuk mengukur partikel debu total (TSP) mengunakan HAZ-DUST EPAM-5000 dan alat untuk mengukur karbon monoksida (CO) dan Karbon dioksida (CO2), dengan lokasi pngukuran tidak jauh yaitu mewakili daerah urban dan sub urban.
“Hasil pengukuran pada tahun tersebut menunjukan terjadinya penurunan konsentrasi gas-gas polutan seperti CO, CO2, dan TSP di udara. Rata-rata penurunan relatif pada saat hari Raya Nyepi dibandingkan hari normal untuk konsentrasi polutan gas dan partikel pada 2015 untuk CO 75 persen, CO2 45 persen dan TSP 44 persen. Sedangkan di 2017 CO 87 persen, CO2 24 persen dan TPS 39 persen. Secara umum hasil pengukuran menunjukan pada saat hari Raya Nyepi 2015 dibanding 2017 penurunan konsentrasi CO lebih tinggi, sedangkan parameter CO2 dan TSP penurunanya lebih rendah dibanding tahun 2015,” paparnya.
Dilanjutkan, jika dilihat dari data hasil penelitian khususnya di daerah Badung untuk profil konsentrasi TSP Nyepi 2015 dan 2017 untuk di daerah Badung sebelum Nyepi konsentrasi TSP mencapai 0,06 yg/m3 sedangkan selama Nyepi menunjukan konsentrasi 0,03 yg/m3 dengan pola yang terlihat sesuai dengan waktu rutinitas masyarakat, dimana puncak hasil pengukuran terjadi antara pukul 3.00 sampai 10.00 dan 16.00 sampai 20.00 Wita.
Sedangkan untuk prosentase penurunan Ardhasena menyampaikan, relatif gas polutan dan partikular selama Nyepi hasil pengukuran tahun 2017 dan 2015 diketahui pengukuran kosnsentrasi TSP pada 2017 rata-rata mengalami penurunan sebesar 39 persen sedangkan hasil pengukuran pada 2015 penurunanya lebih besar yaitu sebesar 60 persen. Dilihat untuk daerah Badung penurunan konsentrasi Gas Polutan dan partikel selama hari Raya Nyepi 2015 dari data dengan persentase penurunan relatif dari 90 persen menjadi 65 persen
“Gas CO rata-rata penurunan konsentrasi pada saat Nyepi dibandingkan hari di luar Nyepi hasil pengukuran 2017 sebesar 87 persen sedangkan 2015 75 persen gas CO2 mengalami penurunan konsentrasi 24 persen pada 2017 dan 36 persen pada 2015,” pungkasnya. AA -MB