Foto: Ketua DPD LPKN Provinsi Bali Yohan Arnolus Kapitan (kanan) bersama Kabid Hukum dan HAM DPD LPKN Provinsi Bali Charles Lungkang (kiri).

Denpasar (Metrobali.com)-

Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasarkan atas asas kekeluargaan dan filosofi gotong royong. Saat ini koperasi menjadi salah satu dari tiga pilar perekonomian Indonesia selain perusahaan swasta dan BUMN.

Namun pada kenyataannya koperasi juga kerap tersandung masalah hingga menyebabkan koperasi menjadi “sakit”, hingga ditutup. Sering juga muncul isu-isu perlindungan konsumen dimana anggota koperasi sebenarnya merupakan konsumen utama koperasi.

Di sisi lain berbagai masalah yang muncul juga tak lepas dari persoalan pengurus koperasi. Mulai dari pengurus yang tidak bertanggung jawab, tidak beritikad baik memajukan koperasi dan anggota namun hanya ingin mengeruk keuntungan pribadi.

Hingga juga muncul koperasi bodong yang didirikan para pengurus sejak awal untuk meraup keuntungan pribadi sehingga menimbulkan banyak korban di masyarakat yang juga berpotensi semakin memperburuk citra koperasi.

“Seringkali koperasi bermasalah akibat ulah pengurusnya. Untuk koperasi di Bali misalnya pengurus bermasalah dengan anggota. Seolah-olah koperasi hanya milik segelintir pengurus bukan milik seluruh anggota,” kata Ketua Direktorat Pimpinan Daerah Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Provinsi  (DPD LPKN) Provinsi Bali Yohan Arnolus Kapitan.

Hal ini disampaikan Yohan didampingi Kabid Hukum dan HAM DPD LPKN Provinsi Bali Charles Lungkang usai rapat bersama Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pemuda Sejati I Putu Agus Putra Sumardana dan jajaran pengurus di Denpasar, Sabtu (8/2/2020).

Koperasi di Indonesia berlandaskan asas kekeluargaan dan diatur dengan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Asas Kekeluargaan dalam koperasi antara lain tampak nyata pada kepemilikan koperasi yang tidak terbagi atas saham seperti dalam PT (Perseroan Terbatas) di mana pemegang saham terbesar menjadi penguasa PT.

Koperasi dimiliki secara bersama-sama oleh para anggotanya dalam kedudukan yang sederajat, di mana Rapat Anggota menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.

Setiap anggota koperasi berhak atas keseluruhan keuntungan dan wajib ikut menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usaha koperasi sesuai peraturan perundangan-undangan.

“Jadi koperasi berasaskan kekeluargaan dan kebersamaan. Untung bersama, rugi bersama dengan seluruh pengurus serta anggota. Jadi jangan saat untung hanya pengurus yang happy tapi saat rugi baru ingat bersama-sama anggota,” kata Yohan yang juga Pengurus LBH Pemuda Sejati ini.

Selesaikan Kredit Macet Anggota Koperasi dengan Mediasi

Sesuai marwahnya, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Ada sejumlah prinsip koperasi yang mestinya dipegang teguh para pengurus dan anggota. Pertama, keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Kedua, pengelolaan dilakukan secara demokratis.

Ketiga, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Keempat, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. Terakhir, kemandirian.

Karenanya berdasarkan sejumlah prinsip tersebut juga jika ada masalah kredit macet dari anggota (konsumen) kepada koperasi, jalan keluarnya harusnya dirapatkan secara internal agar ada solusi bersama atas kemauan anggota.

“Jadi bukan atas kehendak pengurus secara sepihak. Jangan pula sampai dibawa ke pengadilan atas dasar wanprestasi (ingkar janji atau tidak melaksanakan kewajiban,” kata Yohan.

Karenanya ketika ada kredit atau pinjam bermasalah dari anggota koperasi yang juga merupakan konsumen dari koperasi maka mekanisme penyelesaiannya diutamakan lewat cara musyawarah dan mediasi. Hal ini disebut sebagai upaya non litigasi atau alternatif penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan.

Upaya mediasi ini juga bisa difasilitasi oleh Dinas Koperasi setempat yang memang berkewajiban membina dan mengawasi perkoperasian di daerahnya. Sebab pengawasan koperasi tidak berada di bawah OJK (Otoritas Jasa Keuangan) melainkan di bawah Kementerian Koperasi dan UMKM dan Dinas Koperasi dan UMKM setempat untuk di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

“Pengurus juga harus mampu melakukan manajemen risiko yang baik secara internal,” ujar Yohan lantas menambahkan selama ini LPKN Bali juga bekerjasama dengan Dinas Koperasi Provinsi Bali maupun Kabupaten/Kota di Bali ketika menangani permasalahan konsumen koperasi.

LPKN Bali juga siap membantu konsumen secara umum untuk mendapatkan hak-haknya dan memberikan perlindungan bagi konsumen yang berhadapan dengan hukum atau bermasalah dengan pihak produsen.

“Kami banyak bantu tangani konsumen yang sekarat, tidak punya dana. Mereka biasanya sudah babak belur baru mendatangi kami tapi tetap kami bantu sepenuh hati,” pungkas Yohan.

Begini Kondisi Koperasi di Bali

Sementara itu saat ini secara umum keberadaan koperasi di Bali cukup mengembirakan. Berdasarkan data  Dinas Koperasi (Diskop) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Bali, jumlah Koperasi di Provinsi Bali hingga November 2019 sebanyak 5.024.

Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 153 koperasi atau 3,1% dibandingan periode yang sama per November tahun sebelumnya. Jumlah masyarakat Bali bergabung dalam wadah koperasi turut bertambah pula yakni sebanyak 1.139.897orang per November 2019 atau naik 52,028 %.

Sedangkan untuk kinerja, mulai dari modal sendiri dari 5.024 koperasi yang ada di Bali telah tercatat 3,2 triliun lebih atau naik sebesar 8,3%. Modal luar sebesar 10,8 triliun atau naik menjadi 11,3%, volume usaha 14 triliun lebih atau naik 4,8%, aset koperasi di Bali 14,5 triliun lebih. (dan)