Abdul Halim

Jakarta (Metrobali.com)-

Kasus dugaan perbudakan dalam perusahaan sektor kelautan dan perikanan di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, merupakan momentum bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap tenaga kerja maritim.

“Langkah strategis lain yang sangat mendesak dilakukan adalah mengidentifikasi lemahnya kebijakan perlindungan tenaga kerja di sektor perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim di Jakarta, Senin (13/4).

Menurut dia, momentum itu dapat dilaksanakan dengan menyegerakan pembuatan aturan setingkat UU dan merevisi kebijakan yang ada, seperti UU No 16/1964 tentang Bagi Hasil Perikanan dan UU No13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sebelumnya, Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan atau “Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU)” menemukan puluhan makam di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, yang diduga kuburan warga negara Thailand.

“Tim Satgas juga menemukan 77 makam yang sebagian besar ada di Benjina,” kata Ketua TIm Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa.

Menurut Achmad Santosa, penyebab dari kematian warga negara asing yang ada di dalam makam-makam tersebut tidak diketahui penyebabnya karena pihaknya bukan penegak hukum.

Untuk itu, ujar dia, penyebab dari kematian tersebut akan lebih didalami dan diforensik supaya mendapat kejelasan. “Nama-nama yang ada di makam tersebut adalah nama-nama orang Thailand,” katanya.

Tim Satgas IUU Fishing telah memaparkan berbagai dugaan tindak kejahatan yang dilakukan oleh PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang mencakup beragam kejahatan serius seperti kerja paksa hingga indikasi penyuapan.

Ia memaparkan, pihaknya berdasarkan perintah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah memindahkan dan mengamankan sebanyak 322 awak buah kapal (ABK) ke Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan KKP di Tual, Maluku.

Sebanyak 322 ABK yang berkewarganegaraan asing tersebut berasal dari beberapa negara, seperti Laos, Kamboja dan Myanmar. Jumlahnya dari Kamboja sebanyak 58 orang, dari Laos sebanyak delapan orang, dan Myanmar sebanyak 256 orang.

Pemerintah juga telah membentuk satuan tugas (satgas) baru untuk mengatasi indikasi perbudakan anak buah kapal (ABK) yang terjadi di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

“Kami sudah membentuk satgas, untuk mengatasi kasus Benjina. Satgas akan dipimpin oleh Polri dan mereka sedang dalam menyusun keanggotaannya, setelah selesai mereka akan segera bekerja,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno seusai rapat dengan koordinasi dengan beberapa menteri terkait masalah Benjina di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (8/4).

Tedjo Edhy mengatakan setelah melakukan penyidikan, maka korban indikasi perbudakan akan segera dipulangkan ke negaranya masing-masing. AN-MB