jokowi7

Jakarta (Metrobali.com)-

Presiden Joko Widodo memang telah datang ke DPR untuk menjelaskan alasan pembatalan penunjukan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon kapolri, namun wakil rakyat masih saja berusaha “memaksa atau menyudutkan” Kepala Negara supaya menjadikan BG sebagai calon wakapolri sehingga tetap saja masih ada misteri tentang pimpinan Polri.

“Tetap dikonsultasikan dengan Presiden. Kalau tidak disetujui Presiden, gak bisa,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Brigadir Jenderal Polisi Anton Charliyan kepada pers di Jakarta, Rabu(8/4).

Komentar Brigjen Anton Charliyan ini dilontarkan untuk menanggapi salah satu hasil konsultasi antara DPR dengan Jokowi yang berlangsung di Kompleks Parlemen di Jakarta, Senin(6/4). Dalam rapat itu, Presiden menjelaskan bahwa pembatalan pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri adalah karena alasan sosiologis dan yuridis. Pada bulan Januari 2015, Kepala Negara telah mengajukan nama Budi Gunawan atau BG sebagai calon kapolri. Namun tiba-tiba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa perwira tinggi berbintang tiga ini yang pernah menjadi ajudan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri itu menjadi tersangka kasus gratifikasi.

Padahal Budi yang juga pernah menjadi kapolda Jambi sudah didatangi para anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum bahkan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di depan sidang paripurna DPR.

Akibat kemelut tersebut, maka kemudian Jokowi pada 18 Februari 2015 mengajukan nama baru calon kapolri ke DPR yakni Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang saat ini menjadi Wakil Kepala Polri. Presiden juga menyebut bahwa Badrodin diangkat menjadi Pelaksana Tugas Kapolri. Akibatnya, Badrodin juga harus mengikuti uji kelayakan dan kepatutan yang diperkirakan akan berlangsung pertengahan bulan April ini.

Para wakil rakyat di Senayan yang semula telah menyatakan dukungannya secara resmi kepada Budi Gunawan kemudian mengembalikan surat pencalonan Badrodin kepada Jokowi dengan alasan ingin minta penjelasan mengapa terjadi pembatalan dan kemudian ada penunjukan calon yang baru. Karena itu, kemudian Kepala Negara datang ke Senayan untuk memberikan penjelasan tentang masalah ini.

Namun anehnya, dalam rapat konsultasi itu, mayoritas wakil rakyat “mengusulkan” agar Budi Gunawan dijadikan sebagai wakil kepala Polri untuk mendampingi Badrodin Haiti. Dukung mendukung DPR bagi pencalonan seorang perwira tinggi menjadi waka Polri merupakan sesuatu hal yang sangat jarang terjadi apalagi hal itu dilontarkan atau diajukan kepada presiden dalam sebuah forum resmi seperti rapat konsultasi DPR dengan Presiden Jokowi baru-baru ini.

Akan tetapi, rupanya pemerintah tidak mau terjebak dalam situasi yang tidak lazim seperti ini. Karena itu tidak heran jika Menteri Sekretaris Negara Pratikno melontarkan pernyataan yang cukup menarik tentang pengisian jabatan waka Polri ini.

“Kami percaya Pak Badrodin akan menentukan orang yang terbaik untuk masuk ke dalam jajaran pimpinan Polri,” kata Mensesneg Pratikno. Sementara itu, Komjen Badrodin sendiri ketika ditanya wartawan tentang masalah ini menjelaskan bahwa pencalonan seorang jenderal berbintang tiga menjadi waka Polri harus dibahas dalam sebuah forum atau wadah yang diberi nama Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi atau Wanjakti.

“Masalah ini akan dibahas oleh Wanjakti yang dipimpin kapolri dan kemudian akan dibicarakan dengan Presiden,” kata Badrodin dengan diplomatis .

Kok BG lagi? Komjen Badrodin memang baru akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan dalam beberapa hari mendatang ini dan bisa diperkirakan bahwa tes itu akan berlangsung lancar sehingga dalam waktu dekat ratusan ribu prajurit Polri akan memiliki pemimpin yang baru, walaupun Badrodin pada tahun 2016 sudah akan pensiun sehingga harus diganti.

Karena itu, masalah pencalonan Budi Gunawan sebagai wakil kepala Polri menjadi hal yang sangat menarik atau patut direnungkan. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Polisi Anton Charliyan memang mengakui bahwa pencalonan Budi Gunawan harus dikonsultasikan dengan Presiden Jokowi.

Tetap konsultasi dengan Presiden. Kalau tidak disetujui Presiden maka gak bisa,” kata perwira tinggi berbintang satu ini. Ketika ditanya tentang sikap mayoritas anggota DPR yang mengusulkan atau “mendesak” Presiden agar menunjuk atau mengangkat BG sebagai wakapolri, kemudian Anton Charliyan mengatakan hal itu merupakan hal yang wajar.

” Sekarang (pencalonan Badrodin) bisa mulus ya peran beliau (BG),” katanya. Dengan mengeluarkan pernyataan seperti ini, maka bisa disimpulkan bahwa Komjen Budi Gunawan “ikut berjasa” mendukung rekannya Komjen Badrodin Haiti yang bakal mengikuti uji kelayakan dan kepatutan pada sekitar 15-17 April.

Namun di lain pihak, Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch atau ICW Emerson Yuntho justru mempertanyakan atau mempersoalkan penyebutan nama BG sebagai wakil kepala polri. Alasan Emerson Yuntho adalah jika nanti kapolri baru Badrodin Haiti didampingi oleh waka Polri Budi Gunawan maka bakal ada dua pusat kekuasaan di lingkungan lembaga hukum atau keamanan tersebut.

“Penunjukan BG sebagai waka Polri berpotensi menimbulkan ‘dua matahari’ (pusat kekuasaan,red) di Polri,” kata Emerson Yuntho. Alasan ICW adalah secara de jure atau hukum pemimpin Polri adalah Komjen Badrodin Haiti sedangkan kenyataan di lapangan atau de facto maka yang berkuasa di lingkungan Polri adalah Budi Gunawan.

Sementara itu, masyarakat tentu masih ingat dengan pernyataan seorang tokoh Ahmad Syafii Ma’arif ketika baru diangkat oleh Presiden Jokowi menjadi pimpinan Tim Sembilan untuk memberikan masukan tentang kasus dugaan gratifikasi kepada Budi Gunawan tersebut.

“Kalau Budi Gunawan setelah diangkat menjadi kapolri kemudian ditanya oleh tamu- tamunya tentang kasus gratifikasi yang dilontarkan KPK, maka bagaimana cara menjawabnya,” kata Ahmad Syafii Ma’arif yang bersama beberapa tokoh masyarakat lainnya menjadi anggota Tim Sembilan seperti Profesor Hikmahanto Juwana, Profesor Jimly Asshidiqie serta mantan kapolri Jenderal Purnawirawan Sutanto. Karena sekarang Budi dicalonkan menjadi waka Polri maka pertanyaan serupa juga tetap saja bisa muncul.

Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres yang diketuai Sri Adiningsih juga telah mengusulkan kepada Jokowi agar pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri dibatalkan. Jika nantinya, Budi diangkat sebagai wakapolri, maka usul yang “dipaksakan” atau disampaikan oleh para wakil rakyat yang sangat terhormat itu tidak hanya akan menyulitkan BG tapi juga Jokowi dan bahkan seluruh rakyat Indonesia.

Karena itu pertanyaannya adalah kenapa para anggota DPR “memaksakan” atau secara halus mengusulkan kehendaknya kepada Jokowi bagi pengangkatan Budi Gunawan sebagai waka Polri? Pertanyaan ini dengan gampang bisa dijawab dengan menyebutkan bahwa jika nanti Badrodin Haiti telah diangkat menjadi kapolri namun pada tahun 2016 sudah harus mundur dari jabatannya karena sudah memasuki masa pensiunnya, maka para wakil rakyat dengan mudah bisa mendukung lagi nama Budi Gunawan sebagai calon kapolri yang baru.

Jika hal itu sampai terjadi maka bisa dibayangkan bahwa Jokowi akan sulit atau tidak punya pilihan lain kecuali menerima dari sekarang “harus mendukung” pencalonan Budi Gunawan seperti yang diinginkan para wakil rakyat itu.

Jika hal itu sampai terjadi, maka nantinya para wakil rakyat bisa berkata sambil menepuk dada kepada Budi Gunawan. “Akhirnya kan usul atau ‘saran’ kami kepada Presiden diterima sehingga Pak Budi Gunawan tetap bisa menjadi kapolri”.

Karena itu, tentu rakyat hanya bisa berharap kepada wakil- wakilnya di Gedung Senayan untuk mempertimbangkan kembali usul atau desakannya itu kepada Presiden antara lain dengan mengingat- ingat pernyataan tokoh terkemuka Ahmad Syafii Ma’arif tentang BG supaya tidak muncul masalah atau persoalan baru di tahun- tahun mendatang.

Kepolisian Republik Indonesia pasti mempunyai “stok” atau persediaan yang banyak untuk diangkat menjadi kapolri pada tahun 2016 mulai dari Komjen Anang Iskandr, Komjen Putut Eko Bayuseno hingga yang baru menjadi inspektur jenderal atau irjen seperti Irjen Haka Astana, Irjen Arif Wachyuyadi serta Irjen Syafruddin.

Di masa mendatang para jenderal berbintang du atau irjen ini perlu lebih mendapat perhatian daripada yang berpangkat komisaris jenderal atau berbintang tiga karena masa dinas mereka lebih panjang sehingga jangan terus terulang baru bahwa baru satu hingga dua tahun menjadi kapolri harus sudah diganti karena pensiun.

Sementara itu, para jenderal Polri harus tahu diri untuk menjaga nama baik, kehormatan mereka sendiri sehingga kalau nantinya dicalonkan menjadi wakapolri atau kapolri maka pencalonan itu akan tetap mulus karena mereka bebas dari berbagai tuduhan seperti terlibat kasus gratifikasi atau memiliki “rekening gendut” bermiliar- miliar rupiah padahal gaji mereka hanya jutaan rupiah tiap bulannya.

Rakyat sudah pusing dengan beban kehidupan yang makin berat akibat kenaikan harga bbm, gas elpiji hingga semakin dekatnya lebaran dan segera datangnya tahun ajaran baru sehingga jangan lagi pikiran mereka harus dijejali dengan debat kusir mengenai kapolri dan wakapolri. AN-MB