Presiden Joko Widodo

Jakarta, (Metrobali.com)-

Menjelang akhir masa jabatan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sempat mengutarakan kekhawatirannya terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Dia sempat menyorot peredaran uang yang semakin kering, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5%.

Ia memandang masalah ini muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

“Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu,” ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Senin (12/2/2024).

Untuk diketahui, data BI menunjukkan, posisi M2 pada Desember 2023 tercatat sebesar Rp 8.824,7 triliun atau tumbuh 3,5% yoy. Angka pertumbuhan ini terpaut jauh dengan kondisi September yang masih menyentuh angka 6% yoy.

Satu di antaranya kondisi tersebut disebabkan oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Per Desember 2023, DPK hanya tumbuh 3,8% yoy menjadi Rp 8.234,2 triliun, sedangkan kredit naik 10,38% yoy menjadi Rp 7.044,8 triliun.

Pertumbuhan DPK sebenarnya sudah lebih tinggi dibandingkan November 2023 (3,04%) dan Oktober 2023 (3,43%). Namun, bila dilihat dari posisi per Desember atau akhir tahun maka pertumbuhan tersebut adalah yang terendah sejak 1999 atau dalam 24 tahun terakhir.

Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa ruang likuiditas perbankan masih terbilang kuat untuk mendorong pertumbuhan kredit.

“Likuditas perbankan lebih dari cukup,” katanya.

Dia memastikan arah kebijakan pada 2024 akan terus menjaga likuiditas perbankan memadai. Tujuannya supaya penyaluran kredit dan pembiayaan terus berjalan.

Dia juga memastikan, kebijakan likuiditas longgar itu telah dilaksanakan sejak 2023, dan akan terus dilanjutkan pada 2024. Namun, ia mengingatkan jangan sampai likuiditas yang berlimpah hanya digunakan untuk membeli dan menyimpan surat berharga negara (SBN).

“Kami pastikan likuiditas lebih dari cukup sepanjang perbankan juga mau merepokan SBN yang dimiliki tidak dikekepin,” kata Perry dalam acara Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu (31/1/2024).

Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) Taswin Zakaria mengatakan bahwa pihaknya tidak fokus untuk membeli SBN, SRBI, dan SVBI karena likuditas sangat diperlukan untuk pertumbuhan kredit.

“Memang kita tidak fokus untuk pembelian SRBI SVBI karena likuiditas yang ada pun sekarang sangat diperlukan untuk pertumbuhan kredit. Jadi saya pikir udah benar arahnya ke sana,” ujar Taswin.

Ia mengatakan Maybank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 10%-12% tahun 2024.

Adapun per September 2023, Maybank Indonesia menyalurkan kredit dan pembiayaan syariah Rp 112,42 triliun, naik hampir 1% yoy. Pada periode yang sama surat berharga naik 12,87% yoy menjadi Rp 29,43 triliun.

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terakhir, surat berharga yang dimiliki bank sebanyak Rp 1.970 triliun, naik 5,4% yoy per November 2023. Dengan demikian secara total industri pertumbuhan surat berharga masih lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran kredit.

Bila dirinci, surat berharga yang dimiliki bank BUMN mengalami kontraksi sebesar 6,1% yoy menjadi Rp 756 triliun.

Pada periode yang sama, kredit yang disalurkan oleh bank swasta tumbuh 10,5% yoy menjadi Rp 2.573 triliun per November 2023. Pada periode yang sama surat berharga bank swasta naik lebih tinggi atau 12,6% yoy menjadi Rp 963 triliun.

DPK bank swasta per November 2023 sebesar Rp 3.666 triliun, naik 3,7% yoy.

Kemudian bank pembangunan daerah (BPD), pertumbuhan kreditnya mencapai 7,9% yoy dan surat berharga naik 1,2% yoy.

Kontras pertumbuhan antara penyaluran kredit dan kepemilkan surat berharga terjadi pada kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Penyaluran kredit kelompok bank ini turun 9% yoy, sedangkan surat berharga naik 53% yoy.

Akan tetapi DPK bank asing kontraksi 6,9% yoy menjadi Rp 245 triliun. (RED-MB)