Suasana sidang paripurna DPRD Bali, Senin

Suasana sidang paripurna DPRD Bali, Senin (27/6).

Denpasar (Metrobali.com)-

Keluarnya kebijakan yang mewajibkan masyarakat Indonesia diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih belum menemui titik temu dan menjadi permasalahan serius bagi Provinsi Bali yang memiliki Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)  dan akan dibahas lebih lanjut.  JKBM sendiri terus mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali serta masyarakat Bali untuk tetap dilanjutkan. Sedangkan disatu sisi, segala program yang dilaksanakan Pemprov Bali harus berdasarkan norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan pemerintahan diatasnya secara hierarki. Demikian pernyataan Gubernur Bali Made Mangku Pastika menanggapi pertanyaan awak media seusai mengikuti Sidang Paripurna bersama DPRD Provinsi Bali dengan agenda Pandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Bali Tahun Anggaran 2015 di ruang sidang DPRD Provinsi Bali, Renon, Denpasar, Selasa (27/6).

“Ini belum diputuskan, karena ada Undang-Undang, ini menjadi permasalahan serius menurut saya, dan sulit menentukan keputusan sebagaimana masyarakat masih menghendaki berjalannya JKBM yang jauh lebih sederhana dan gampang sehingga masyarakat tidak sulit mendapatkan pelayanan. Sedangkan BPJS bukannya tidak bagus, tetapi mungkin karena masih agak baru, jadi ada hal-hal yang masih perlu diperbaiki yakni mekanismenya. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Bali, tetapi juga di beberapa daerah di Indonesia. Masyarakat Bali yang sudah biasa menggunakan JKBM dan mudah itu merasa keberatan, tetapi undang-undang mengatakan lain. Jadi saya ini dilema, karena pemerintah itu kan harus bekerja berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. Kita tidak bisa keluar dari norma, kalau keluar berarti saya yang salah, saya yang nantinya melanggar dan harus bertanggung jawab. Tapi pada dasarnya Pemprov setuju memperpanjang JKBM,” urai Pastika secara gamblang.

Lebih jauh dalam wawancara tersebut, Pastika kembali menjelaskan permasalahan pelaksanaan JKBM terkait telatnya beberapa Kabupaten menyetorkan dana JKBM, yang merupakan sharing antara Pemprov dan Pemkab/Pemkot. Persentase dana sharing tersebut tergantung kemampuan kabupaten, semakin kaya Kabupaten peserta JKBM semakin banyak dana sharing yang disetor, begitu pula sebaliknya semakin miskin semakin kecil dana yang disetor, dengan perbandingan berkisar 60% dari Provinsi dan 40% dari Kabupaten. Permasalahan muncul ketika Kabupaten yang belum memiliki dana belum bisa menyetorkan kewajiban dana sharing tersebut. “JKBM ini kan dananya sharing antara Provinsi dan Kabupaten, banyak–sedikitnya tergantung kemampuan daerah, semakin miskin satu daerah sharing dari Provinsi semakin besar berkisar 60% dan dari Kabupaten sekitar 40%. Tapi ada juga beberapa daerah yang mungkin dananya belum ada, belum mau menyetorkan kewajibannya. Tapi bukan berarti pelayanan harus dikurangi, masyarakat tetap dilayani seperti biasa,” cetus Pastika. AD-MB