dr thomas

Kupang (Metrobali.com)-

Seorang ekonom menilai dua pasang calon presiden dan wakil presiden yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki misi yang sama untuk menyediakan infrastruktur listrik ke seluruh pelosok Indonesia.

“Dalam visi dan misi masing-masing, mereka akan memperhatikan penyediaan energi listrik yang mudah dan murah, dan dapat diakses seluruh warga yang tersebar di Tanah air untuk terus menumbuhkan aktivitas perekonomian dalam upaya meningkatkan kesejahteraan,” kata ekonom dari Universitas Katolik Widaya Mandira (Unwira) Kupang Dr Thomas Langoday, di Kupang, Jumat (6/6).

Menurut Direktur Pascasarjana Ekonomi Unwira Kupang itu kepedulian kedua calon pemimpin itu menandakan bahwa listrik dan energi terbarukan merupakan salah kebutuhan vital proses meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dalam upaya mempertahankan hidup.

Pengamat ekonomi makro itu juga berpendapat apa pun langkah kebijakan yang direncanakan para capres dan cawapres dalam pemerintahannya untuk mengatasi persoalan listrik dan energi terbarukan lainnya, kendala pasti akan menghadang.

Sehingga diperlukan kematangan rencana agar dapat diimplementasikan kelak dan tidak sekedar janji belaka di musim kamanye untuk menarik simpati pemilih.

Angggota Tim Sukses (Timses) Joko Widodo-Jusuf Kalla Bidang Energi Darmawan Prasojo mengatakan, bila terpilih menjadi presiden, Jokowi-JK akan menyediakan energi yang murah bagi rakyat. Energi murah ini disediakan untuk sektor transportasi dan listrik.

“Energi akan menjadi murah baik di transportasi listrik, karena kita lakukan transformasi. Berbasis domestik murah. Strategi kami memang energi murah tapi subsidi bisa dipangkas,” kata Darmo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (31/5/2014).

Sementara itu anggota Timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa Bidang Kebijakan dan Program Drajad Wibowo menyatakan, apabila pasangan capres itu memenangi pemilu presiden pada 9 Juli mendatang, seluruh desa di Indonesia akan dialiri listrik hingga ke pelosok. Program ini akan dijalankan hingga masa jabatan berakhir pada tahun 2019 mendatang.

“Kami targetkan pelaksanaan listrik rasio 100 persen sampai tahun 2019. Kita ingin dorong ke sana,” kata Drajad dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (31/5/2014).

Menurut Thomas Olalangoday, untuk mewujudkan target itu memang membutuhkan keberanian dari pasangan calon pemimpin yang akan memerintah periode lima tahun ke depan.

Sebab menurut dia, di tengah kegelisahan konsumen listrik nasional karena kebijakan kenaikan tarif dasar listrik untuk industri sejak Mei 2014, ada muncul “angin segar” dari pada capres-cawapres soal kebijakan energi listrik.

Sebab per 1 Mei 2014 pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melakukan penyesuaian tarif dasar listrik bagi kalangan industri besar, setelah sebelumnya menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 9 Tahun 2014.

Permen tersebut katanya menyebutkan, penyesuaian tarif listrik telah mendapat persetujuan Komisi VII DPR saat rapat dengan Menteri ESDM pada 21 Januari 2014 yang kemudian aturan itu ditandatangani Menteri ESDM Jero Wacik per 1 April 2014.

Meski dalam Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2014 mengatur kenaikan tarif dasar listrik (TDL) industri bertahap dalam empat kali mulai 1 Mei, 1 Juli, 1 September dan 1 November 2014, hingga terpenuhi 64,7 persen kenaikan sepanjang 2014, masih dipandang sangat memberatkan pelaku usaha dan dipastikan ada dampak ikutannya bagi konsumen listrik dengan daya kecil (450 kilovolt ampere (KvA) sekalipun.

“Bisa dibayangkan, di saat hotel-hotel mau bangkit memenuhi terget okupansi, tapi sudah ditimpa lagi dengan kenaikan TDL. Padahal, setiap bulan biaya listrik yang harus dikeluarkan hotel sebesar 10 persen dari pendapatan,” katanya.

Ia mengatkan pemerintah yang berkuasa saat ini telah memastikan akan membangun proyek kabel transmisi listrik bawah laut yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera dengan perkiraan investasi di atas dua miliar dolar AS.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman di Jakarta, mengatakan, proyek kabel sepanjang 700 km tersebut penting untuk menunjang pertumbuhan konsumsi listrik di Jawa sebesar 8,5 persen per tahun.

“Megaproyek ini harus jalan. Jawa memerlukan tambahan listrik dari Sumatera,” katanya sambil menambahkan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara yakni Sumsel 8, 9, dan 10 dengan kapasitas total 3.000 MW yang dibangun Sumatera Selatan itu, bakal selesai berbarengan dengan proyek kabel Jawa-Sumatera. “Proyek PLTU sedang tender. Nanti, akan selesai bersamaan dengan kabel Jawa-Sumatera,” katanya.

Menurut Langoday, presiden dan wakil presiden terpilih nanti perlu melakukan “sharing” kebijakan dengan penekanan pada aspek melanjutkan kebijakan tersebut di atas sehingga tidak terjaditumpang tindih dan berkelanjutan.

Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014 akan diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan calon wakil presidena, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta), nomor urut 1, yang didukung Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bulan Bintang (PBB) dengan sebutan Koalisi Merah Putih.

Sementara pasangan JOwko Widodo-JUsuf Kalla (Jokowi-JK), nomor urut 2, diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berkoalisi dengan Partai Nasional Demokrat (NasDem), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

“Kita berharap, ketika salah satu pasang dari dua pasang calon tersebut terpilih, persoalan listrik dan energi terbarukan harus dibenahi terlebih dahulu baru ke program lainnya termasuk dalam upaya menyejahterakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat dan bangsa,” katanya. AN-MB