pancasila

INDONESIA  yang menganut demokrasi berlandaskan Pancasila tentu mengalami tantangan yang tidak mudah. Demokrasi Pancasila saat ini dibayangi oleh perubahan jaman yang disebut dengan Era Panca Kebenaran. Pada era pasca kebenaran saat ini, proses transisi demokrasi Indonesia masih menghadapi bahaya gerakan otoriterisme/totaliterisme yang bersumber dari ideologi tandingan yang anti-Demokrasi Pancasila, dari kekuatan otoriter/totaliter politik, ekonomi, ideologi lama, bersinergi dengan kekuatan otoriter/totaliter politik, ekonomi dan ideologi transnasional baru. Peringatan hari lahir Pancasila ke-72 merupakan momentum kesadaran menjaga Demokrasi Pancasila ditengah-tengah era pasca kebenaran.

Era Pasca Kebenaran (Post Truth) pertama kali diungkap oleh David Roberts. Era pasca kebenaran tidak lepas dari pengaruh kemajuan ITE (Informasi, Teknologi dan Elektronika). Menurut kamus oxford, Post Truth (pasca kebenaran) didefinisikan sebagai situasi ketika fakta obyektif  kurang berpengaruh dalam membangun opini publik, sedangkan fakta emosional dan keyakinan personal lebih dikedepankan.  Istilah pasca kebenaran diungkap oleh David Roberts dirangkai dengan narasi politik dalam sebuah posting blognya untuk Grist pada tanggal 1 April 2010, di mana ia mendefinisikan sebagai “budaya politik”di mana politik (opini publik dan media narasi) telah mempengaruhi persepsi terhadap keseluruhan masalah, namun persepsi tersebut tidak ada hubungannya dengan substansi kebijakan,  substansi undang-undang, atau substansi permasalahannya yang kemudian diistilahkan sebagai post-truth politics (politik pasca kebenaran).

Kemudian Post-truth politics muncul dan dibahas kembali pada media  The Economist edisi pertengahan September 2016 yang  menurunkan tulisan yang  berjudul Post-truth Politics: Art of the Lie. Tulisan itu mengkritik cara-cara yang dilakukan oleh para politisi Amerika dan Eropa dalam mencari dukungan dengan melakukan manipulasi data yang tidak benar dengan memanfaatkan sentuhan-sentuhan emosional, menciptakan persepsi untuk memuluskan tujuannya.  Sebagai contoh  gaya kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengatakan bahwa Presiden Barack Obama adalah pendiri IS (Islam State) dan Hilary Clinton sebagai Cofoundernya dengan mengungkapkan fakta penarikan pasukan Amerika dari Irak untuk memuluskan IS. Contoh lainnya diungkapkan pula cara  kelompok pro Brexit agar Inggris keluar dari Uni Eropa dengan berkampaye terus menerus menyoroti biaya yang dikeluarkan setiap minggu sebesar £ 350 juta ($ 468m) dan terus akan bertambah. Ditambah pula dihembuskan kemungkinan masuknya para imigran Turki lebih mudah masuk ke Inggris. Dan masih banyak contoh lain  diungkap dengan cara-cara yang hampir sama dibelahan Negara Eropa lainnnya.  Mengingat kecendrungan para politikus menggunakan cara-cara politik pasca kebenaran, sehingga era saat ini disebut sebagai era pasca kebenaran.

Menurut Idris Ismail secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian antara lain:1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. 2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

Tantangan demokrasi pancasila dalam era pasca kebenaran adalah maraknya hoax, pesan (message) berupa informasi palsu, berita palsu, argumentasi palsu dijadikan strategi dan taktik kampanye ditambah ancaman, kebencian, dan ketakutan, maka pemilih menjadi korban yang dikorbankan. Si kandidat hanya berpegang pada prinsip menang-kalah, menghalalkan segala cara Machiavellistik (The Prince, 1997) ini tentu bertentangan dengan nilai Demokrasi Pancasila atau demokrasi berbasis nilai (value-centered democracy) (M. Fadjroel Rachman).

Menghadapi era pasca kebenaran, dilakukan dengan internalisasi nilai-nilai demokrasi Pancasila. Melalui internalisasi, pendalaman dan perluasan ideologi serta nilai Demokrasi Pancasila inilah perjuangan dari tahap transisi menuju konsolidasi demokrasi dapat dicapai. Kemudian dapat menegaskan garis demarkasi antara Demokrasi Pancasila dan musuh-musuhnya. Demokrasi Pancasila hanya dapat bertahan apabila terdapat cukup kaum pembela demokrasi yang memperjuangkan nilai dan ideologi Demokrasi Pancasila sebagai praktik jalan hidup (way of life), dan sebagai praktik ideologi yang bekerja (the working ideology). Maka, perjuangan kita menjadi ”terang benderang seperti kaca”—zo helder als glas! Kata Bung Karno dalam Indonesia Menggugat (1930:84). (M. Fadjroel Rachman).

Harapannya demokrasi kita hari ini memberi penghargaan dan memilih pemimpin berdasarkan prestasi (meritokrasi). Pemilih dalam demokrasi pancasila menjiwai nilai-nilai Pancasila sehingga memiliki kedaulatan rakyat. Kedaulatan berdasar faktor rasional bukan karena faktor primordial, apalagi kepentingan sesaat. Kedaulatan dengan tidak memandang latar belakang golongan, agama, suku, maupun dari ras manapun. Pemilih dalam pemilhan umum maupun pemilihan kepala daerah memegang peran sangat penting untuk bisa sebagai subyek, bukan menjadi obyek manipulasi dari proses demokrasi pada era pasca kebenaran saat ini. Selamat hari lahir Pancasila 1 Juni 2017. #SayaIndonesia  #SayaPancasila

Penulis: I Gusti Ngurah Agung Darmayuda/Komisioner KPU Kota Denpasar