Keterangan foto: Ketua Yayasan Primakara I Made Artana dalam paparannya saat membuka Bali Startup Camp (BSC) 2018 yang digelar di Kampus STMIK Primakara, Jalan Tukad Badung, Denpasar, Jumat (19/10/208)/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Pengusaha IT dan Founder STMIK Primakara I Made Artana menegaskan banyak kesalahan pola pikir (mindset) para pendiri startup (usaha rintisan) teknologi sehingga berujung pada kegagalan. Salah satunya adalah terburu-buru meluncurkan produk startup sebelum benar-benar menjalankan dan menjawab kebutuhan serta permasalahan masyarakat.

“Startup itu bukan dilaunching tapi dijalankan. Cari customer. Cari masalah apa yang dihadapi masyarakat yang bisa jadi ide bisnis dan produk startup,” kata Artana dalam paparannya saat membuka Bali Startup Camp (BSC) 2018 yang digelar di Kampus STMIK Primakara, Jalan Tukad Badung, Denpasar, Jumat (19/10/208). BSC ini sendiri berlangsung selama tiga hari hingga Minggu (21/10/2018)

Artana yang juga Ketua Yayasan Primakara itu mengatakan ada dua hal utama yang bisa membuat startup gagal. Pertama, pendiri startup gagal menemukan dan membentuk tim yang solid. Sebab membangun startup tidak bisa sendiri tapi harus mampu berkolaborasi dengan orang-orang yang punya skill berbeda.

Membangun tim startup yang solid yang terdiri atas hustler (marketer/pemasar),  hispster  (desainer) dan hacker (programmer). Jadi hustler ada yang memikirkan model bisnis dan melakukan pemasaran. Ada hipster yang mendesain tampilan produk dan memikirkan user experience (pengalaman konsumen ketika menggunakan produk). Lalu ada  hacker yang melakukan koding atau programing membuat produk itu sendiri.

“Dengan tim yang solid kita bisa membangun startup tanpa  banyak keluar uang. Tapi tanpa tim yang solid itu bisa membunuh startup,” tegas Artana.

Karenanya BSC 2018 ini juga menjadi wadah para peserta untuk bertemu dengan orang-orang dengan latar belakang skill berbeda yang dibutuhkan untuk membangun sebuah startup. “Semoga  di BSC ini akan ketemu jodoh, teman seperjuangan dan tim yang solid untuk membangun mimpi bersama menciptakan startup,” ucap Artana.

Kedua, startup gagal karena membuat solusi yang tidak dibutuhkan orang. Sebab ada yang salah dalam validasi pasar. “Kita anggap masyarakat punya problem yang perlu dipecahkan lewat produk kita. Tapi ternyata setelah kita buat dan lempar ke pasar, produk kita tidak dibutuhkan,” ujar Artana.

Jadi pendiri startup harus melakukan validasi produk dan validasi pasar. Caranya bertanya ke pasar/konsumen apakah sesuai yang diasumsikan awalnya sebagai masalah calon konsumen benar merupakan masalah yang bisa dipecahkan dengan produk yang dibuat.

Kemudian validasi produk yang dibuat apakah benar-benar mampu menjawab permasalahan calon konsumen. Berikutnya apakah calon konsumen mau membayar produk yang ditawarkan startup guna memecahkan masalah mereka.

“Hasil validasi tergantung keseriusan melakukannya. Kalau setengah hati probem tidak akan terdefinisi dengan baik,” kata Artana.

Sementara itu BSC 2018 ini mengajak para pesertanya untuk bisa mengeksekusi ide mereka menjadi solusi bisnis lewat inovasi digital dengan membangun startup. Mereka juga akan difasilitasi untuk bisa bertemu dan membagun tim startup yang solid yang terdiri atas hustler (marketer/pemasar),  hispster  (desainer) dan hacker (programmer).

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pembicara baik dari kalangan akademisi serta praktisi dan founder startup serta pengusaha di ranah teknologi. Diantaranya Allesandra Fesillia Founder & CEO Atiko Building Center, Co-Founder & CTO Gringgo Febriana Pratama.

Berikutnya ada Founder & CTO Tanibox Asep Bagja, CEO Akarel Inti Media Dodi Putra Artawan, Founder Somia CX Sulistyawati, Co-Founder Sushi Azhari Dadas serta Co-Founder Medi-Call Stephanie Patricia.

Pewarta : Widana Daud
Editor : Whraspati Radha