Denpasar (Metrobali.com)-

Jenazah seniman kontemporer Bali I Kadek Suardana diaben di setra (kuburan) Badung, Bali, Selasa (15/10).

“Sore nanti baru ritual pemandian jenazah dilanjutkan dengan ‘ngeringkes’ (dikafani),” kata Gede Aryantha Soetama, kerabat almarhum, saat dihubungi dari Denpasar, Senin (14/10).

Seniman berusia 57 tahun itu meninggal dunia dalam perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Guangzhou, China.

Soetama mengatakan bahwa jenazah Suardana tiba di Bandar Udara Ngurah Rai, Minggu dini hari (13/10), dan langsung disemayamkan di rumah duka di Banjar Tainsiat, Kota Denpasar, hingga menunggu ritual pengabenan.

Rangkaian persiapan ngaben itu melibatkan warga Banjar Tainsiat. Jenazah yang diusung dalam “bade” (keranda jenazah) harus melewati jalan-jalan protokol di Kota Denpasar.

Pihak keluarga telah berkoordinasi dengan petugas keamanan desa adat atau “pecalang” dan pihak kepolisian setempat untuk mengatur lalu lintas saat dilalui iring-iringan ngaben.

“Jenazah akan diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Pattimura siang hari dan akan melewati Jalan Veteran hingga setra Badung,” ujar Soetama.

Selama ini setiap ada upacara pengabenan di Kota Denpasar, lalu lintas akan mengalami kemacetan total karena iring-iringan warga yang mengusung bade.

Kadek Suardana berobat ke China untuk kelima kalinya hanya didampingi seorang dari keluarga besar almarhum istrinya Mari Nabeshima asal Jepang.

“Jadi temannya itulah yang mengurus semua dokumen untuk pemulangan jenazah ke Indonesia, yang katanya cukup lancar atas bantuan Kedutaan Besar Indonesia di China,” kata Soetama.

Almarhum semasa hidupnya dikenal sebagai seniman serba bisa dengan aliran kontemporer yang sukses memimpin tim kesenian Bali mengadakan lawatan ke berbagai negara di belahan dunia.

Selain itu memberikan inspirasi kepada Pemerintah Kota Denpasar untuk menjadikan ibukota Provinsi Bali itu sebagai sebagai kota berwawasan budaya, dengan menekankan berbagai aktivitas seni dan budaya.

Demikian pula menggelar kegiatan seni antara lain Festival Seni Perdamaian (2002), Festival Umbul-Umbul (2004), dan bersama tim mengadakan lawatan ke mancanegara.

Karya seni yang monumental antara lain Gambuh Macbeth (1998), Ritus Legong (2002), Tajen I (2002), Tajen II (2006) dan Sri Tanjung The Seent of Innocence (2009).

Semua karya seni tersebut dilandasi oleh pengembangan nilai-nilai tradisi dalam kesenian Bali yang dikolaborasikan dengan unsur modern. AN-MB