Denpasar (Metrobali.com)-
Provinsi Bali hingga saat ini masih kekurangan sekitar 395 psikiater atau ahli kedokteran jiwa jika dilihat dari perbandingan ideal dengan jumlah penduduk Pulau Dewata yang mencapai 4,2 juta jiwa.

“Idealnya satu psikiater untuk 10 ribu penduduk, tetapi di Bali hanya ada 25 psikiater dan terkonsentrasi di Denpasar,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Cabang Denpasar dr Nyoman Hanati SpKj (K) di Denpasar, Kamis (6/6).

Di Universitas Udayana sebenarnya sudah ada program studi Psikiatri. Namun menurut dia, peminatnya setiap semester ternyata sangat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa di kalangan dokter sendiri juga memosisikan kesehatan jiwa paling belakang.

“Kemungkinan penyebabnya karena dampak dari masyarakat sendiri yang kurang memprioritaskan kesehatan jiwa. Padahal orang dikatakan sehat itu jika fisik dan jiwanya sama-sama baik. Bukankah kita sering tidak bisa beraktivitas dan tidak bisa merasakan nikmatnya dunia kalau hati sedang bermasalah,” tanyanya.

Dengan kondisi jumlah psikiater yang minim, sementara tekanan lingkungan semakin besar yang berpotensi menjadi bibit munculnya gangguan jiwa seseorang, Hanati mengajak berbagai kalangan untuk bersatu padu melakukan langkah edukasi.

Sementara itu, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Diah Setia Utami menambahkan bahwa minimnya jumlah psikiater tidak hanya terjadi di Bali.

“Total psikiater kita di Tanah Air sekitar 715 orang, sedangkan jumlah penduduk Indonesia telah mencapai angka 245 juta jiwa. Bisa dibayangkan betapa banyak kekurangannya dan psikiater itu mayoritas ada di Bandung,” ucapnya.

Padahal, ujar dia, daerah-daerah terpencil seperti di Timika, Papua, banyak sekali penderita gangguan jiwa akibat merebaknya penyakit malaria.

Oleh karena penyebaran psikiater belum bisa memenuhi kebutuhan pasien, lanjut dia, salah satu cara yang bisa diambil dan dilakukan saat ini dengan memberdayakan dokter-dokter umum supaya terlatih setidaknya melakukan deteksi dan intervensi dini pada penderita gangguan jiwa.

“Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 saja, penderita gangguan jiwa berat di Indonesia telah mencapai 0,46 persen dari populasi atau sekitar 1.093.150 orang. Dari jumlah itu hanya 3,5 persen atau 38.260 orang yang tercatat mendapat pengobatan memadai,” ujarnya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan di setiap puskesmas di Pulau Dewata sesungguhnya sudah ada tim pembina kesehatan jiwa masyarakat sebagai upaya menjembatani kekurangan psikiater.

“Kami akan terus berupaya meningkatkan kapasitas dari tenaga kesehatan di puskesmas, baik dokter umum dan perawat jiwa melalui pelatihan-pelatihan sehingga mutunya akan semakin baik. Demikian juga dengan sarana prasarana puskesmas juga terus ditingkatkan, dalam lima tahun ke depan akan diupayakan meningkatkan 20 puskesmas yang ada menjadi puskesmas perawatan yang dilengkapi dengan fasilitas rawat inap,” ujarnya.

Di Bali saat ini jumlah penderita gangguan jiwa berat jenis skizofrenia berkisar antara 9-12 ribu orang dan berdasarkan hasil survei yang menderita gangguan jiwa ringan sekitar 12,6 persen dari total penduduk Bali. INT-MB