anak menabung

Denpasar (Metrobali.com)-

Dewi, seorang ibu muda di Denpasar mengeluh soal anaknya yang membutuhkan biaya besar. Dan, biaya yang paling banyak dikeluarkan adalah soal membeli mainan dan jajanan. Ya, ibu satu anak ini mengakui jika anaknya yang berusia enam tahun tengah gemar mengumpulkan barang-barang kesukaannya. “Untuk membeli berbagai macam mainan dan jajanan membutuhkan alokasi dana yang tidak sedikit,” kata perempuan 31 tahun tersebut, Jumat 24 Oktober 2014.

Sebenarnya, banyak cara untuk mengajarkan anak sejak dini mengelola keuangan. Seperti disampaikan konsultan keuangan, I Komang Widagda. Menurutnya, banyak orangtua salah persepsi mengenai kasih sayang kepada anak. Sering kali perhatian dan kasih sayang diterjemahkan hanya sebagai pemenuhan materi. “Parahnya lagi, sejak kecil anak-anak diajarkan untuk hidup konsumtif dan boros,” tutur Widagda.

Menurut dia, hanya sedikit sekali orangtua yang mengajarkan anaknya untuk menabung dan mengatur keuangan. Baginya, sedini mungkin anak diajarkan mengatur dan mengelola keuangan. Lantas bagaimana cara mengajarkan manajemen keuangan sejak dini kepada anak?

“Mengajarkan anak mengatur keuangan bukan berarti memberikan mereka teori keuangan yang terlalu hebat,” imbuhnya. Pria yang akrab disapa Mangwid ini melanjutkan, orangtua selaiknya mengajarkan manajemen keuangan secara aplikatif. “Mulailah mengajarkan mereka dengan hal yang sederhana contohnya untuk membiasakan menabung. Jika sehari mereka diberi uang jajan Rp10 ribu, maka jarkan agar Rp3 ribu harus ditabung,” ulasnya.

Simulasi itu, ia melanjutkan, harus terus menerus dibiasakan secara konsisten. “Katakan juga kepada anak, jika uangnya sudah terkumpul, hasil tabungannya bisa membeli sesuatu barang yang mereka impikan,” katanya.

Dengan begitu, selain mengajarkan anak mengelola uang sejak dini, secara tidak langsung juga orangtua mengajarkan bahwa untuk mendapatkan sesuatu tak semudah yang mereka bayangkan.  “Sehingga merekapun akan menghargai apa yang ia dapat secara susah payah,” tegas Mangwid.

Mangwid melanjutkan, sebagai orangtua semestinya juga bisa mengajarkan tanggung jawab kepada anak. “Saat anak minta sesuatu mainan, jangan langsung diberikan. Kalau harganya mahal, bilang agar nabung dulu. Sesekali tanyakan juga kenapa ia menginginkan barang tersebut. Hal ini mengajarkan mereka untuk kritis dan bertanggung jawab atas pilihannya tersebut,” ulas pengusaha muda ini.

Pada saat sama, orangtua pun harus konsisten memberikan contoh, bukan memberi perintah. Artinya, apa yang kita lakukan itulah yang akan mereka tiru. Yang perlu diingat, sambung Mangwid, sebelum mengajarkan anak, tentu saja kita harus melakukan terlebih dahulu.

Secara sederhana, kata Mangwid, uang yang kita hasilkan berupa penghasilan sejak awal sudah harus dikelola dengan baik. Kita bisa membagi penghasilan yang kita dapat menjadi tiga pos. Pos pertama yaitu pos pengeluaran untuk kebutuhan primer. Pos kedua adalah alokasi untuk kebutuhan skunder. Sedangkan pos ketiga adalah untuk investasi.

Besarnya alokasi tersebut tentu bervariasi, namun yang pasti alokasi untuk investasi minimal besarannya 30 persen dari penghasilan. “Bukan masalah berapa penghasilan Anda, tapi seberapa komitmen Anda untuk mengelola keuangan Anda,” sebutnya.

Sering kali kita jumpai orang yang selalu mengeluh dengan hidupnya. Mereka bekerja, namun hidupnya penuh dengan hutang. Hal ini terjadi karena mereka tak sadar diri dengan penghasilan dan gaya hidup. Ada juga yang punya penghasilan cukup besar namun tak memiliki investasi.

Jika kita sudah memiliki pemahaman mengenai manajemen keuangan, maka apa yang akan kita ajarkan kepada anak kita bukan sebatas retorika. Ingat, tak banyak orang mau berinvestasi dalam hidup. “Sehingga banyak orang harus bekerja hingga tua hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Investasi dimulai dari bagaimana kita mengatur keuangan pribadi,” tutup Mangwid. JAK-MB