Ilustrasi

Jakarta (Metrobali.com)-

Siapa saja wajah baru dan wajah lama yang akan meramaikan DPR RI selama lima tahun ke depan segera menjadi perbincangan dan diskusi menarik meskipun baru akan ditetapkan KPU, Sabtu, 17 Mei mendatang.

KPU sebelumnya telah merekapitulasi dan menetapkan hasil perolehan suara nasional partai-partai politik peserta pemilu legislatif 2014 di Gedung KPU Jalan Imam Bonjol Jakarta, hingga Sabtu, 10 Mei dini hari.

Nama-nama anggota legislatif, khususnya DPR RI dan DPD RI periode 2014-2019, meskipun belum diumumkan tapi sejumlah pihak memprediksi akan didominasi oleh wajah baru.

Beberapa pengamat memprediksi sekitar 50 hingga 70 persen anggota DPR RI mendatang akan diisi oleh wajah-wajah baru, baik berlatar belakang politisi, aktivis, pengusaha, profesional, maupun akademisi.

Mereka adalah calon anggota legislatif (caleg) terpilih dari 10 partai politik peserta pemilu legislatif 2014 yang memenuhi persyaratan “parliamentary threshold” yakni perolehan suaranya melampaui 3,5 persen.

Ke-10 partai politik tersebut adalah, PDI Perjuangan 18,95 persen, Partai Golkar 14,75 persen, Partai Gerindra 11,81 persen, Partai Demokrat 10,11 persen, PKB 9,64 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 7,59 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,79 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6,53 persen, Partai NasDem 6,72 persen, dan Partai Hanura 5,26 persen.

Sedangkan, dua partai politik yang gagal menempatkan kadernya di DPR RI adalah, Partai Bulan Bintang (PBB) yang memperoleh suara 1,46 persen dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang meraih suara 0,91 persen.

Sekretaris Jenderal DPD RI, Sudarsono Hardjosoekarto, juga memperkirakan sekitar 70 persen anggota DPD RI periode 2014-2019 adalah wajah baru yang beberapa di antaranya berasal dari non-partai.

“Kemungkinan anggota DPD ke depan hanya 30 persen wajah lama, sedangkan 70 persen lainnya adalah wajah baru,” kata Sudarsono Hardjosoekarto di Jakarta, Kamis (8/5) malam.

Wakil Ketua DPR RI, Muhammad Sohibul Iman, berharap wajah DPR RI periode 2014-2019 dapat lebih baik atau minimal sama dengan wajah DPR RI periode 2009-2014.

“Saya belum tahu semuanya siapa saja yang caleg terpilih menjadi anggota DPR RI. Namun, dari cerita-cerita para kader maupun pemberitaan di media massa diperkirakan banyak caleg terpilih yang wawasan pas-pasan,” kata Sohibul Iman pada kegiatan press gathering wartawan koordinatoriat DPR RI, di Denpasar, Bali, Jumat, 9 Mei malam.

Menurut dia, jika hal ini sampai terjadi maka tantangan lembaga DPR RI ke depan untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki citranya akan semakin berat.

Kinerja anggota anggota DPR RI periode 2009-2014 baik di komisi dan alat kelengkapan maupun perilaku pribadi anggota, menurut Sohibul, banyak menuai kritik dari publik sehingga agak menurunkan citra lembaga DPR RI di mata masyarakat.

Jika mencermati proses pelaksananaan pemilu legislatif 2014 yang disinyalir banyak terjadi praktik kecurangan, agak sulit untuk mengharapkan kinerja anggota DPR RI lima tahun mendapat dapat lebih baik.

“Banyak caleg yang mengeluhan maraknya praktik kecurangan, seperti praktik politik uang maupun sinyalemen transaksi jual-beli dan pengalihan suara yang dilakukan oleh oknum-oknum penyelenggara pemilu di level bawah. Ini sungguh merisaukan,” kata caleg PKS untuk DPR RI dari daerah pemilihan III DKI Jakarta yang terpilih kembali ini.

Sohibul Iman sendiri mengakui, pernah dihubungi oleh oknum penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan yang mengisyaratkan agar melakukan praktik politik uang dengan iming-iming menjaga dan menambah perolehan suara.

“Saya yang segera menangkap isyarat itu segera menolaknya. Saya mengatakan terima kasih dan Insya Allah banyak kader-kader PKS yang akan menjaga suara calegnya,” kata Anggota Dewan Syuro PKS ini.

Praktek Kecurangan Banyak caleg maupun pengurus partai politik peserta pemilu mengeluhkan makin meningkatnya praktik kecurangan, terutama praktek politik uang dan transaksi jual beli suara pada pemilu legislatif 2014, dibandingkan dengan pemilu legislatif 2009 dan 2004.

Bahkan sejumlah pengamat politik dari lembaga survei juga mengakui menemukan pengakuan sejumlah caleg yang melakukan praktek politik uang dan pengakuan pemilih yang menerima amplop dari caleg melalui makelarnya.

Pengamat politik dari lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI), Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, survei yang dilakukan oleh IPI setelah hari pemungutan suara pemilu legislatif 2014 dengan pola wawancara langsung terhadap caleg dan pemilih hasilnya cukup mengejutkan.

“Pada wawancara tatap muka, ada sekitar 60 caleg di semua tingkatan di sejumlah daerah yang mengakui secara terus terang melakukan praktek politik uang dengan menyebar amplop yang isinya bervariasi, seharui sebelum penyelenggaraan pemungutan suara. Ini merupakan perkembangan yang buruk,” kata Burhanuddin Muhtadi, di Jakarta, Senin, 5 Mei 2014.

Pada wawancara dengan pemilih, menurut dia, puluhan pemilih juga mengakui menerima amplop dari caleg yang dititipkan melalui makelar kepada orang-orang yang dekat dengan pemilih.

Burhan menilai, makin maraknya praktek politik uang dan transaksi jual-beli suara ini semakin melemahkan penegakan demokrasi di Indonesia.

Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thohari, juga mengatakan hal yang sama yakni soal makin maraknya praktik politik uang pada pemilu legislatif 2014.

Hajriyanto menilai, praktek politik uang pada pemilu legislatif 2014 sudah semakin masif, terbuka, dan merajalela.

“Saya melihat, praktek politik uang yang makin berani pada pemilu 2014, setelah sebelumnya belajar dari pengalaman pada pemilu legislatif 2009, karena minimnya sanksi,” kata Hajriyanto Y Thohari pada diskusi “Pilar Negara: Praktek Politik Uang pada Pemilu Legislatif 2014” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin, 21 April 2014.

Menurut dia, praktek politik uang semakin masif pada Pemilu Legislatif 2014 setelah sebelumnya belajar dari pemilu legislatif 2009, di mana para caleg semakin paham dan pemilih semakin pragmatis.

“Apalagi para makelar yang menguasai peta lapangan semakin canggih operasinya,” katanya.

Selain praktek politik uang, kecurangan yang cukup masif juga terjadi adanya transaksi jual beli suara yang dilakukan oleh oknum penyelenggara pemilu di tingkat bawah, mulai dari tingkat tempat pemilihan suara (TPS) di tingkat desa atau panitia pemungutan suara (PPS), di tingkat kecamatan atau panitia kecamatan (PPK), hingga KPU tingkat kabupaten dan kota.

Menurut Hajrianto, banyak modus yang dilakukan oleh oknum penyelenggara pemilu yang menawarkan suara kepada caleg tertentu atau sebaliknya ada caleg tertentu yang mencari tambahan suara, tentu dengan imbalan sejumlah uang.

President Director Center for Election and Political Party Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (CEPP FISIP UI), Qusnul Mar’iyah, makin maraknya transaksi pengalihan suara yang dilakukan oleh oknum penyelenggara KPU di tingkat bawah dengan caleg, karena KPU tidak membuat data base sistem teknologi informasi (IT) sehingga pergerakan penghitungan suara dari setiap tingkatan tidak langsung terdata secara online.

Penghitungan suara secara manual yang dilakukan di tingkatan tingkatan, kata dia, memungkinkan adanya oknum-oknum yang melakukan praktik kecurangan dengan menambahkan suara.

“Dampaknya pada penghitungan suara baik di kabupaten, provinsi, maupun secara nasional, ditemukan data akumulasi pemilih yang tidak sama. Bahkan data pemilih ada yang sampai 150 persen,” kata Qusnul di Denpasar Bali, Jumat, 9 Mei 2014.

Wajah Baru dan Wajah Lama Siapa saja wajah baru dan wajah lama yang akan meramaikan DPR RI selama lima tahun ke depan, sudah diketahui dari hasil rapat pleno KPU tingkat provinsi, meskipun secara nasional baru akan ditetapkan oleh KPU, Sabtu, 17 Mei mendatang.

Dari penetapan hasil rapat pleno KPU tingkat provinsi menyebutkan beberapa nama pimpinan DPR RI maupun pimpinan komisi dan fraksi di DPR RI yang merupakan tokoh ggal terpilih kembali menjadi anggota DPR RI.

Sejumlah anggota DPR RI yang sehari-hari cukup vokal menyuarakan persoalan di komisinya maupun persoalan politik nasional juga gagal terpilih.

Wakil Ketua DPR RI, Hajriyanto Y Thohari megatakan, dirinya cukup sedih karena Ketua MPR RI, Sidarto Danusubrata, yang mencalonkan diris ebagai anggota DPD RI dari Provinsi DI Yogyakarta gagal terpilih.

Menurut Hajriyanto, Sidarto pernah bercerita bahwa ada seorang makelar yang penah menghubunginya agar Sidarto menyebarkan amplop berisi uang kepada para pemilih, namun Sidarto enggan menyanggupi tawaran tersebut.

“Saya sudah berjuang untuk menegakkan demokrasi di parlemen. Kalau masyarakat menaruh keparcayaan kepada saya untuk berjuang di parlemen, tentu akan memilih saya, tidak perlu melalui politik uang,” kata Hajriyanto menirukan pernyataan Sidarto.

Wakil Ketua MPR RI dari kelompok DPD RI, Ahmad Farhan Hamid, juga gagal terpilih kembali menjadi anggota DPR RI periode 2014-2014.

Menurut Farhan Hamid, selama lima tahun di MPR RI dirinya sudah berbuat yang terbaik untuk negara.

“Kalau pun masyarakat tidak memilih saya untuk kembali berada di MPR RI, saya akan tetap berjuang untuk negara dari luar parlemen,” katanya.

Informasi lainnya, juga menyebutkan, Ketua DPR RI Marzuki Alie dan Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena Suharli, gagal terpilih kembali menjadi anggota DPR RI dari pemilihan di DKI Jakarta.

Demkian juga Waki Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, gagal terpilih kembali sebagai anggota DPR RI periode 2014-2014.

Ketua DPP Partai Golkar yang menjadi caleg untuk DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Timur I ini gagal terpilih karena di daerah pemilihan tersebut Partai Golkar hanya mendapat satu kursi yakni atas nama Adies Kadir yang berada di nomor urut lima.

Sedangkan, Priyo Budi Santoso yang berada di nomor urut pertama dan hampir setiap hari menjadi nara sumber di media massa, gagal terpilih.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bathoegana yang menjadi caleg Partai Demokrat dari daerah pemilihan Sumatera Utara I, juga gagal terpilih kembali.

Menurut Hajriyanto Y Thohari dan Sohibul Iman, caleg petahana yang gagal terpilih kembali, tidak semuanya karena sanksi dari masyarakat menyusul citranya yang negatif.

“Namun banyak juga caleg petahana gagal terpilih justru karna dia idealis, tidak mau terbawa arus melakukan politik uang,” katanya.

Sementara itu, wajah-wajah baru anggota DPR RI RI periode 2014-2019, sebagian besar adalah tokoh daerah yang belum populer di tingkat nasional.

Menurut Wakil Ketua DPD RI, La Ode Ida, sebagian dari anggota DPR RI wajah baru adalah kerabat kepala daerah dan pejabat daerah, seperti istri, anak, maupun adik.

La Ode menilai, anggota DPR RI terpilih dari kerabat kepala daerah dan pejabat daerah bersaing secara tidak sehat, karena memanfaatkan infrastruktur pemerintahan daerah.

La Ode yang juga caleg PAN untuk DPR RI dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara I juga gagal terpilih karena dikalahkan oleh istri gubernur setempat.

Siapapun wajah baru dan wajah lama anggota DPR RI terpilih untuk lima tahun ke depan, diharapkan dapat bekerja optimal untuk membangun bangsa dan negara menjadi lebih baik.

Masih banyak tugas-tugas kenegaraan yang harus diemban anggoat DPR RI, apalagi tantangan bangsa ke depan semakin berat, salah satunya adalah diterapkannya pasar bebas Asean, mulai Januari 2015. AN-MB