Foto: Rektor Universitas Dwijendra Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.M.A., memberikan paparan dalam acara Aliansi Mahasiswa Bali Menolak Radikalisme dan Mendukung Penegakan Hukum serta Upaya Cegah Covid-19, di Hotel Grand Santhi, Denpasar, Senin (21/12/2020).

Denpasar (Metrobali.com)-

Universitas Dwijendra mendeklarasikan Aliansi Mahasiswa Bali Menolak Radikalisme dan Mendukung Penegakan Hukum serta Upaya Cegah Covid-19, dalam acara di Hotel Grand Santhi, Denpasar, Senin (21/12/2020).

Rektor Universitas Dwijendra Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.M.A., yang menjadi pembicara utama mengajak mahasiswa untuk menolak dan melawan radikalisme dan aksi radikal serta membentengi diri agar tidak terpapar paham radikal bebas.

Sebab dari berbagai fakta dan penelitian yang ada menyebutkan dunia pendidikan seperti perguruan tinggi/mampu menjadi sasaran empuk radikalisme dan jadi tempat membangun jejaring penyebaran paham radikal.

Di sisi lain isu penanganan Covid-19 saat ini ada yang ditunggangi oleh gerakan kelompok radikal dengan menyerang dan menyalahkan pemerintah serta berupaya menyebarkan paham radikal dengan dalih dan tudingan kegagalan pemerintah menangani pandemi Covid-19.

“Radikalisme terang benderang ada di beberapa kampus tapi syukurnya belum ada di Bali apalagi di Dwijendra. Isu Covid-19 juga coba ditunggangi kelompok radikal. Karenanya upaya pencegahan dan filterisasi terus harus kita lakukan dan tanamkan khususnya di kalangan mahasiswa,” kata Gede Sedana dalam paparan materinya berjudul “Membentuk Karakter Mahasiswa Anti Radikalisme.”

Dikatakan oleh para kelompok-kelompok radikal dunia pendidikan disasar dan disiagakan jadi kandang penyebaran paham radikal. Karena radikalisme biasanya sasarannya generasi muda, dari siswa SMP, SMA/ SMK hingga mahasiswa perguruan tinggi.

Mahasiswa sering dijadikan sasaran di dalam penyebaran faham radikal (radikalisme) tersebut selain tenaga pendidik, dan pegawai. Oleh karena itu, gerakan radikalisme di perguruan tinggi harus segera dicegah dan diantisipasi secara bersama- sama.

Terlebih radikalisme masuk dengan cara-cara halus, terstruktur dan sistematis. Tanpa disadari mahasiswa terpapar radikalisme, menyebarkan dan membentuk jaringan yang semakin luas.

“Radikalisme ini masuk ke sel-sel kampus, menyusup ke kegiatan kemahasiswaan. Ini yang harus kita cegah, filter dan lawan,” ajak Gede Sedana.

Belakangan juga mencuat isu meningkatnya benih-benih paham radikalisme di dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Gejala radikalisme mulai terlihat dengan adanya pernyataan sikap mahasiswa dari perguruan tinggi tertentu yang secara terbuka mendukung kelompok radikalisme.

Kondisi parah dan bahaya ini juga tampak dari kajian BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bahwa sebanyak 39 persen mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia yang menjadi responden survei  BNPT  terindikasi tertarik pada paham radikal.

“Kondisi-kondisi seperti ini harus jadi perhatian kita bersama agar dunia pendidikan bebas dari penyebaran paham radikal,” tegas Gede Sedana.

Dalam acara ini mahasiswa juga diajak mengenali ciri-ciri gerakan radikalisme terlihat dari beberapa karakternya. Pertama, mengklaim kebenaran tunggal dan fanatik berlebihan. Kedua, intoleran. Ketiga, mengutamakan ibadah secara penampilan dan jihadis sebagai kedok.

Keempat, menggunakan cara-cara kekerasan/anarkis dalam memperjuangkan ideologinya dan bahkan menjadi terorisme. Kelima, cenderung mudah mengkafirkan orang lain. Keenam, tertutup dengan masyarakat. Ketujuh, memiliki stigma buruk kepada pihak lain (Barat).

Untuk mencegah terpapar radikalisme, Rektor Dwijendra mengajak para mahasiswa wajib memiliki imunitas dan daya tangkal yang kokoh terhadap pengaruh dan ajakan radikalisme dan terorisme. Imunitas terhadap radikalisme ini bisa diibaratkan layaknya kekuatan imunitas tubuh agar terhindar dari paparan  Covid-19.

“Jadi tidak hanya imunitas pada Covid-19 tapi kita punya imunitas tangkal radikalisme, jangan sampai menyusup ke mahasiswa dan membangun jaringan di kampus,” ungkap Gede Sedana.

Dijelaskan lagi  ada berbagai upaya yang dapat dilakukan mahasiswa agar terhindar dari paparan radikalisme dan menguatkan “imunitas” anti radikalisme.  Pertama menanamkan jiwa nasionalisme dan kecintaan terhadap NKRI dan Pancasila. Kedua, memperkaya wawasan dan pelaksanaan keagamaan yang moderat, terbuka dan toleran.

Ketiga, membentengi keyakinan diri dengan selalu waspada terhadap provokasi, hasutan dan pola rekruitmen teroris baik di lingkungan masyarakat maupun dunia maya. Keempat, membangun jejaring dengan komunitas damai baik offline maupun online untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Yang penting dan ampuh juga sebagai filter terhadap radikalisme adalah penguatan pemahaman, penghayatan dan pengimplementasian nilai-nilai luhur Pancasila. “Pancasila sebagai dasar dan muaranya kalau kita ingin kuat dan terhindar dari paham radikal,” kata Gede Sedana.

Pancasila harus dijadikan dasar dan muara dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya perguruan tinggi harus memperkuat kurikulum yang mengandung muatan agama, budi pekerti, pendidikan moral Pancasila, kebangsaan, dan wawasan nusantara untuk membangun karakter mahasiswa.

“Harus ada role model dan role play mengamalkan nilai-nilai Pancasila,” tegas Gede Sedana.

Di kalangan mahasiswa, membumikan Pancasila memerlukan adanya metode pembelajaran yang menarik guna lebih mudah untuk dipahami dan diimplementasikan (bukan sekedar hapalan).

Metode pembelajaran yang dimaksud adalah suatu cara penyajian materi pendidikan/ pelatihan kepada maha siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (learning outcome. Dosen lebih dituntut untuk menjadi fasilitator, inisiator, motivator, problem solver.

Sementara itu kegiatan Aliansi Mahasiswa Bali Menolak Radikalisme dan Mendukung Penegakan Hukum serta Upaya Cegah Covid-19 ini juga dihadiri para Wakil Rektor Universitas Dwijendra yakni WR 1 Dr. Drs. Suar Adnyana; WR 2 Drs, I Made Sila; dan WR 3 Drs. I Made Sutika, para Dekan dan sejumlah dosen di lingkungan Universitas Dwijendra serta perwakilan mahasiswa. Acara digelar dengan mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. (dan)