Foto: Advokat senior dan Panglima Hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P.

Denpasar (Metrobali.com)-

Advokat senior dan Panglima Hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang terdaftar di dalam Best Winners – Indonesia Business Development Award, prihatin akan persoalan hukum yang membelit masyarakat kecil di Bali.

Sebagai seorang penegak hukum yang berprofesi sebagai advokat, Togar Situmorang yang juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon dan di Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar merasa miris dengan persoalan-persoalan hukum yang terjadi di tengah masyarakat Bali saat ini.

“Terutama persoalan tanah yang menjerat rakyat kecil,” kata Togar Situmorang yang juga merupakan rekanan OTO 27 yaitu bisnis usaha yang bergerak di bidang, Insurance AIA, Property penjualan Villa, Showroom Mobil, Showroom Motor Harley Davidson, Food Court dan juga Barber Shop yang beralamat di Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar.

Ditemui di Denpasar, Senin (20/5/2019) Togar Situmorang yang terdaftar di dalam 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank, menilai rasa keadilan masyarakat kecil kerap tidak pernah didapat hanya karena hukum tajam kebawah dan tumpul keatas.

Seperti pada kasus hukum yang saat ini sedang ditangani terkait permasalahan tanah yang objeknya terletak di Ungasan Jimbaran. Dimana objek tanah tersebut merupakan objek tanah yang terletak dalam kawasan premium.

Togar Situmorang yang terdaftar di dalam Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019 ini menjelaskan tanah tersebut seluas 7.832 M2 yang dimiliki oleh seorang guru olahraga di salah satu sekolah yang terletak di Ungasan-Jimbaran atas nama I Ketut Darmawan.

Tanah tersebut di jual oleh Darmawan kepada Indah Mulia dengan kesepakatan harga sekitar Rp 27 miliar seluas 7.833 M2 dengan harga per are Rp 350 juta.

Padahal harga tanah tersebut tidak sampai seperti harga yang ditawarkan  yakniRp 350 juta. Hal tersebut dituangkan di dalam kesepakatan jual beli antara Darmawan dan Indah Mulia selaku pembeli.

Tawarkan Harga Tinggi Jadi Modus Mafia Tanah

Harga yang tinggi tersebut merupakan salah satu modus yang sering dilakukan oleh “mafia tanah” agar pemilik tanah tergiur dengan harga tersebut. “Lalu agar segera untuk menjuak tanahnya kepada pembeli untuk mendapatkan tanah yang di inginkan,” terang Togar Situmorang sebagai pengamat kebijakan publik.

Setelah kesepakatan tersebut Darmawan dan istri melakukan transaksi tersebut di salah satu hotel yang terletak di Kuta, Kabupaten Badung yang dihadiri oleh Penjual (Darmawan) dan istri, Notaris di Kabupaten Badung Beni B, S.H., M.Kn.

Lalu dihadiri oleh Handoyo Soedargo, dan beberapa tim dari pembeli termasuk Indah Mulia hadir. Namun ia tidak ikut di dalam transaksi tersebut justru berdiam di luar hotel.

Transaksi tersebut dibuatkan PPJB antara I Ketut Darmawan dan Handyo Soedargo, dengan nilai  Rp 4 miliar. Bahwa Darmawan dan istri mengetahui bahwa nominal yang ada di dalam akta tersebut sebesar Rp 4 miliar merupakan DP untuk tanahnya, karena sebelumnya ia telah sepakat bahwa harga  tanahnya Rp 27 miliar dengan luas 7.832 M2.

Setelah transaksi tesebut , Darmawan dan istri diajak ke Bank BCA daerah Sunset Road untuk melakukan pembayaran bersama Indah Mulia dan Handoyo Soedargo.

Kemudian Indah Mulia dan Handoyo Soedargo (pendana) melakukan pembayaran di Bank BCA dengan pembayaran awal sebesar Rp 4 miliar dan pada hari yang sama Darmawan dan istri disuruh menstransfer dana sebesar Rp 1,58 miliar.

Lalu di hari yang sama Darmawan dan isteri disuruh  lagi melakukan transfer oleh Indah Mulia ke rekening atas nama Aditya L sebesar Rp 840 juta.

Selanjutnya pada tanggal 24 Januari 2018  Darmawan dan istri disuruh lagi oleh Indah Mulia untuk transfer ke rekening Friet H.K., sebesar Rp 390 juta. Sayangnya hingga saat ini  Darmawan dan istri belum menerima pembayaran atas pelunasan jual beli tersebut.

Di sisi lain sertifikat tanah mereka masih ada di Notaris Kabupaten Badung (Beni Bintoro, S.H., M.Kn.) yang sampai saat ini belum diserahkan kepada penjual.

“Sebelumnya kami juga sudah membuat somasi dan sudah meminta pembatalan transaksi atas tanah tersebut di Notaris Beni B dan juga sudah melakukan pembatalan penjualan ke pembeli serta ke pihak penyandang dana atas nama Handoyo S yang tertera di akte Notaris. Dan dana pengembalian secara LUNAS sebesar Rp 1,2 miliar pihak pemilik/ penjual sudah siap dikembalikan,” jelas Togar Situmorang.

Desak Polda Bali Tindak Tegas Mafia Tanah

Pada saat pemeriksaan pengaduan masyarakat yang dilakukan Darmawan dan istri yang juga didampingi oleh dua advokat muda dari Kantor Hukum Togar Situmorang & Associates (Rozi Maulana SH.,dan Muchammad Arya Wijaya SH.,di Ditreskrimum Polda Bali Subdit 2 Unit 5 Harda juga menangani kasus yang sangat mirip sekali tentang masalah tanah.

“Dari mulai sistem dan cara yang mereka pakai untuk melakukan aksi mereka, ada indikasi bahwa dalam kasus klien kami dan yang ditangani Polda Bali merupakan satu jaringan yang sama atau sindikat. Sebab ada beberapa pihak yang sama dengan kasus yang sama saat ini sedang ditangani Polda Bali,” ungkap Togar Situmorang.

Pihaknya pun meminta Polda Bali menindak tegas mafia-mafia tanah yang seperti ini. Sebab praktek tersebut sangat merugikan orang Bali terutama masyarakat kecil.

“Saya ingat salah satu wish Kapolda Bali adalah memberantas mafia tanah. Tentu ini harus betul-betul diwujudkan,” kata Togar Situmorang, advokat asal Sumatra Utara yang saat ini sedang menyelesaikan program S-3 Ilmu Hukum di Universitas Udayana ini.

Advokat yang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GNPK-RI) Provinsi Bali ini pun mengaku akan terus memperjuangkan hak rakyat kecil dan tidak boleh ada mafia tanah di Bali. Tidak boleh ada tanah di Bali yang didapatkan dan dimiliki dengan cara-cara melawan hukum.

“Mari bersama berantas mafia tanah,” tutup Togar Situmorang yang juga Dewan Pakar Forum Bela Negara Provinsi Bali dan dikenal sebagai advokat dermawan yang kerap memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum. (wid)