Karangasem (Metrobali.com)-

Sebagai rangkaian ritual hari raya Galungan dan Kuningan, krama Desa Pakraman Jasri (11/9) yang lalu, menggelar Upacara Meprani di Pura Bale Agung setempat dengan mempersembahkan  tarian Sakral Rejang, Abuang dan Legong sebagai wujud simbol persembahan bidadari ke hadapan Para Dewata yang akan kembali ke tanah Jawa sekaligus, sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan karunia Sukertaning jagat sekala.

Bendesa Pakraman Jasri, I Nyoman Sutirtayasa, ST., MT., memaparkan, pelaksanaan rainan di Pura Bale Agung merupakan rangakaian pelaksanan rainan hari raya Galungan dan Kuningan, di mana krama ngaturang pekenak ke hadapan Ida Sasuhunan Ida Betara Ulun Busali sebagai Ista Dewata yang distanakan di Pura Bale Agung. “Menurut keyakian warga kami di sini, rangkaian rainan kemenangan Dharma Galungan-Kuningan diawali sejak Ida Bhatara tedun dari Jawa ke Bali, saat Sugian Jawa dan katuran nyejer. Selanjutnya  katuran upacara pada saat upacara Galungan dan Kuningan. Baru setelah Kuningan saat Umanis, Paing dan Pon Kuningan selama tiga hari Ida katuran aci prani dengan mempersembahkan tarian Rejang,  Abuang dan Legong untuk menghibur dan menyenangkan Para Dewata.  Diyakini saat beliau kembali ke Jawa dari Bali melimpahkan  anugrah kesentaosaan alam dunia, sehingga memberi sumber kehidupan bagi umat.

Persembahan tarian  Rejang, Abuang dan Legong dilaksanakan oleh Daa dari 33 banjar adat, menari secara beriringan murwedaksina di halaman Pura Bale Agung diiringi tatabuhan gong. Dengan gerakan lemah gemulai penari yang menggunakan pakaian khas dengan aksesoris teterek di punggung penari dengan gelungan berisi plosor biu( daun pisang muda  ). Persembahan tari Sakral Rejang, Abuang dan Legong dipercaya sebagai simbol bidadari menghaturkan persembahan kehadapan Ida Betara Suhunan  yang akan mewali mantuk ke Tanah Jawi.

Sesepuh Desa Adat I Nyoman Putra Adnyana menambahkan, riwayat persembahan tarian Sakral Rejang, Abuang dan Legong adalah berawal  dari tarian Rejang yang dilaksanakan di Pura Puseh, namun kini berlanjut dipersembahkan kehadapan Ida Betara yang berstana di Pura Bale Agung. Secara teologi simbol Ista Dewata  yang distanakan di Bale Agung sesungguhnya adalah Tri Murti yang merupakan simbol Kemahakuasaan Tuhan dalam manifestasi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur.   Namun di dalam kepercayaan masyarakat Hindu di Bali kerapkali menyebut nama-nama Dewata dengan nama lain yang sudah melegenda dan melekat di hati umat.

Rerainan Galungan dan Kuningan yang dimaknai sebagai hari kemenangan dharma atas adharma juga mengandung filosofi bahwa umat manusia seharusnya dapat menguasai ilmu pengetahun berdasar dharma untuk menyempurnakan kualitas hidup sesuai dharma kehidupannya masing-masing. Anugrah kesejahteraan yang sudah dirasakan oleh umat hendaknya tidak sekedar dimaknai dengan pelaksanaan dan persembahan upacara tetapi dimaknai dengan berbuat kebajikan.

Hari raya Kuningan yang mengandung  makna filosofi untuk membentengi dan melestarikan ajaran kebaikan yang bersumber dari agama Hindu dan senantiasa hormat kepada leluhur sebagai kausa prima yang tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Uniknya tarian rejang yang yang memiliki gerakan tertentu tidak pernah diajarkan atau dipelajari oleh   kalangan Daa yang menarikan tarian Rejang tersebut, tetapi saat dipakai manakala aci sudah tiba  langsung bisa menarikannya.  Mengakhiri upacara Pepranian tersebut bakal diakhiri dengan upacara ngutang luu Kuningan di segara.   Andi-MB