Pertama-tama perkenankan saya mengucapkan puji dan syukur atas asung kertha wara nugraha Ida Shangyhang Widhi wasa, Tuhan yg maha pengasih dan penyayang, dengan segala limpahan Rahmat NYA sehingga saya masih diberikan kekuatan untuk menghadapi cobaan hidup ini. Serta masih dikaruniai kesehatan agar dapat menuliskan  Surat Terbuka: Antara Degradasi Konggres PDIP dan Tolak Reklamasi”, ini.

Mengingat sejak lama, saya getol dalam gerakan Tolak Reklamasi, terjadi insinuasi dan dramatisasi peristiwa, dimana saya jadi tertangkap tangan OTT KPK di ruang Konggres PDI-P, 08 Agustus 2019. Padahal mendatangi Kantor KPK untuk klarifikasi kejadian yang menimpa anak saya Auk, Ni Made Ayu Ratih yang ikut ditangkap KPK, saat menyerahkan uang transaksi valas kepada saudari Mirawati Basri.‎

Setelah mendengar dan membaca surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (jPU), saya merasa sedih, kecewa dan terpukul dikarenakan JPU menuntut saya dengan hukuman penjara 10 tahun, membayar denda Rp.1 milyar rupiah, serta mencabut hak politik saya. Dan saya semakin terpukul bahwa ternyata isi Tuntutan yang dibacakan oleh JPU hanya copy paste dari isi dakwaan JPU yang mana semua isi tuntutan JPU disusun dan dirangkai dari BAP semata, kemudian dirangkai menjadi kalimat-kaliamat yang sengaja dihubung-hubungkan untuk menyudutkan saya tanpa mempertimbangkan Fakta-Fakta Persidangan yang sudah terungkap dan kita dengar bersama. Oleh karena itu saat ini saya menyampaikan bahwa isi tuntutan JPU tersebut merupakan tuntutan yang dzalim,tidak berdasar, sangat politis dan suatu pemaksakan kehendak.

Pembaca sekalian,Tuntutan JPU yang menuntut saya dengan hukuman penjara 10 tahun, membayar denda Rp. 1 milyar rupiah,bserta mencabut hak politik saya tanpa didasari adanya Kerugian Negara dalam perkara ini. Saya juga heran dan kecewa, tanpa dapat dibuktikan kerugian negara dalam perkara ini dan transfer uang Rp.2 M, namun JPU dengan tega nya menuntut saya 10 Tahun penjara, denda 1 milyar rupiah serta mencabut hak politik saya, padahal dari bukti, saksi dan fakta persidangan tidak terungkap, dan bahkan saya tidak tahu menahu, dan/atau punya niat langsung, atau tidak langsung membantu dalam pengurusan SPI/RIPH, sebagaimana didakwakan.

Timbul pertanyaan, apa gunanya diadakan Pemeriksaan saksi-saksi dan bukti apabila semua keterangan yang disampaikan para saksi tidak didengar dan tidak dipertimbangkan oleh JPU, bukankah keterangan saksi yang disampaikan dalam persidangan ialah fakta yang seharusnya kita pertimbangkan, karena apabila keterangan saksi yang begitu banyak tidak dipertimbangkan, sungguh sangat sia-sia waktu, tenaga dan biaya negara yang kita korbankan demi memeriksan dan mencari fakta-fakta dari saksi-saksi tersebut.

Saya juga merasa sedih bahwa JPU menuntut saya hanya didasari penafsiran “anggukan kepala “ yang diartikan JPU sebagai kata “ iya/persetujuan “ seperti yang disampaikan saksi Doddy Wahyudi, bahwa ternyata didalam persidangan Doddy Wahyudi telah mengakui bahwa “anggukan kepala “ tersebut hanya tafsiran sepihak dari Doddy Wahyudi sendiri. Kemudian, saksi Mirawati juga sudah memberikan kesaksian dan membantah kesaksian Doddy Wahyudi tersebut, serta Mirawati juga menyampaikan bahwa pertemuan antara Doddy Wahyudi, Mirawati dengan saya tidak lebih dari 1 Menit dan isi pembicaran itu hanya membicarakan permintaan Doddy Wahyudi agar dibantu karir-nya di PT.Berdikari, dan saksi Mirawati juga sudah menyampaikan dalam persidangan bahwa saat itu juga saya menolak membantu Doddy Wahyudi terkait karir nya di PT.Berdikari. Perlu saya ingatkan juga,  bahwa saksi Mirawati juga sudah memberikan keterangan, dimana tidak ada pembicaraan rencana impor bawang putih, dan kesaksian Mirawati tersebut juga diakui oleh saksi Doddy Wahyudi bahwa pertemuan yang di Hotel Darmawangsa hanya membicarakan karir di PT.Berdikari dan tidak membicarakan rencana impor bawang putih.

Lwat Surat Terbuka ini saya jelaskan bahwa pertemuan yang di Hotel Darmawangsa bukanlah pertemuan yang direncanakan, namun pertemuan tersebut diawali oleh saksi Mirawati mencegat saya ketika saya akan pulang dari sana, lalu kemudian Mirawati meminta tolong kepada saya agar mau menemui kenalannya yaitu Doddy Wahyudi sebentar saja, karena Doddy Wahyudi ingin meminta bantuan kepada saya agar dibantu karirnya di PT.Berdikari. Namun saat itu juga saya menolak permintaan Doddy wahyudi tersebut. Saya juga perlu sampaikan bahwa pertemuan itu berlangsung tidak lebih dari 1 Menit dan hanya membicarakan karir Doddy wahyudi di PT. Berdikari dan tidak membicarakan hal lain, apalagi membicarakan rencana impor bawang putih. Pembicaraan itu tidak pernah ada, karenanya ‎

Lebih jauh, dan  mendengar kesaksian para saksi yang dihadirkan oleh JPU maupun Penasihat Hukum saya, terungkap bahwa tidak ada bukti ataupun saksi  persidangan yang menunjukkan bahwa saya memberikan arahan kepada saudara Mirawati dan atau saudara Elfiyanto untuk menemui Doddy wahyudi, Zulfikar, Chandr Suanda, Indiana, Ahmad Syafiq, sekaligus  tidak ada bukti atau persidangan yang menunjukkan bahwa saya memberikan arahan kepada Mirawati dan Elviyanto untuk menemui pejabat yang berwenang untuk pengurusan ijin import itu. Hal tersebut juga bisa kita lihat dengan tidak adanya pejabat berwenang yang terkait dengan ijin pengurusan import itu terlibat dalam kasus ini. Jika seperti dakwaan JPU bahwa ini merupakan tindakan korupsi, maka seharusnya tindakan korupsi itu dilakukan oleh pejabat yang memiliki kewenangan. Pertanyaannya, siapakah pejabat yang dimaksud menyalahgunakan wewenang tersebut?

Saya bukanlah pejabat yang memiliki kewenangan untuk itu. Karena Proses pengurusan untuk mendapatkan ijin import bawang putih, merupakan kewenangan eksekutif di kementerian pertanian dengan RIPH-nya, sesuai dengan undang-undang holtikultura. Dengan tidak dapatnya dibuktikan keterlibatan pejabat yang memiliki kewenangan dalam kasus ini, maka itu merupakan fakta bahwa proses pengurusan impor bawang putih itu tidak pernah saya lakukan dan tidak pernah saya ketahu, dan sudah tentu tidak pernah saya bantui.

Bukti itu diperkuat di dalam fakta persidangan seperti hal nya :
1. JPU tidak dapat membuktikan nama perusahaan yang mengurus izin import itu.
2. Disamping juga JPU tidak dapat membuktikan keterlibatan saya di dalam proses permohonan ijin import bawang putih itu, karena telah menjadi fakta persidangan bahwa surat permohonan untuk memohon ijin import bawang putih itu memang tidak pernah ada. Begitu juga dengan alat bukti berupa transfer dana sebesar Rp. 2 miliar yang dijadikan alat bukti bahwa dana itu diperuntukkan untuk kepentingan saya.

Jelaslah, bahwa dalam pemeriksaan bukti dan saksi-saksi yang dihadirkan JPU maupun PH saya, tidak ada satupun bukti dan saksi,yang menunjukkan bahwa saya memberi perintah atau arahan kepada Mirawati serta Elviyanto untuk menemui Doddy wahyudi, Zulfikar, Chandr Suanda,Indiana, Ahmad Syafiq begitu juga terkait uang sebesar Rp.2M yang masuk ke rekening karyawan PT.Indocev, bahwa para saksi maupun bukti-bukti yang dihadirkan tidak satupun yang bisa mengatakan bahwa saya memberi perintah kepada Mirawati dan Elviyanto agar meminta uang kepada Doddy wahyudi, dan sekaligus juga tidak ada saksi ataupun bukti yang bisa membuktikan bahwa saya memberi perintah kepada karyawan PT.Indocev agar menerima uang Rp.2M tersebut.

Terungkap kemudian, bahwa ternyata dalam Pemeriksaan Peradilan Terpisah atas Mirawati dan Elviyanto, mereka mengakui bahwa para saksi sengaja memakai nama saya untuk mendapatkan uang dari Doddy Wahyudi, yang mana uang yang didapat dari Doddy Wahyudi akan dipergunakan oleh Mirawati dan Elviyanto untuk keperluan sendiri dan untuk membayar hutang-hutang mereka sendiri. Kasus ini semestinya masuk ranah hukum pidana umum, dan bukan KPK. Adapun keterangan dan pengakuan Mirawati dan Elviyano selaku terdakwa dalam berkas terpisah,  juga telah dijadikan bukti tertulis dihadapan Majelis Hakim.

Disini, saya perlu pertegas kembali dihadapan Tuhan yang maha esa, bahwa saya tidak pernah mengetahui kegiatan/pertemuan yang dilakukan Mirawati, Elviyanto dengan Doddy wahyudi, Zulfikar, Chandr Suanda, Indiana, Ahmad Syafiq, saya juga tidak mengetahui rencana pengurusan SPI, RIPH dan Impor bawang putih. Saya juga tidak mengetahui permintaan uang Mirawati, dan Eelviyanto kepada Doddy Wahyudi dan Zulfikar, sekaligus  saya juga pastikan bahwa saya tidak mengetahui adanya transfer uang Rp.2M  dari Doddy Wahyudi ke rekening karyawan PT.Indocev karena hingga saat ini pun saya tidak mengetahui secara detail kegiatan yang dilakukan oleh PT.Indocev.

Sekali lagi, dari keterangan saksi-saksi maupun bukti-bukti, JPU tidak dapat membuktikan saya memberi perintah kepada pihak berwenang yang terkait atas proses perijinan import bawang putih itu. Selain daripada itu Saya juga ingin menyampaikan logika sederhana bahwa Jika pertemuan saya dengan saudara Doddy Wahyudi itu terkait rencana impor bawang putih dan juga terkait dengan transfer dana sebesar RP. 2 miliar, maka seharusnya saya akan menginformasikan hal itu kepada karyawan PT Indocev, dan tentunya pihak PT Indocev tidak akan melaporkan transfer dana itu kepada PPATK sebagai transfer dana mencurigakan. Atau dengan kata lain kalau itu memang itu suap dan atau janji (gratifikasi) diperuntukkan kepada saya, tentunya saya tidak akan menerima di perusahaan yang saya miliki.

Dari fakta persidangan yang ada khususnya dari keterangan saksi ahli dan sesuai dgn UU MD3 dan UU Holtikultura, maka secara terang benderang saya bukanlah pejabat negara yang memiliki kewenangan di dalam memberikan izin alokasi import bawang putih dan juga sebagai anggota komisi VI DPR RI, saya juga bukan orang yang berwenang untuk memberikan perintah untuk dikeluarkan SPI maupun RIPH dan saya juga bukan orang yang bisa mempengaruhi dikeluarkannya SPI dan RIPH tersebut. Saya juga sampaikan bahwa saya bukanlah mitra dari Kementerian Pertanian dalam pembahasan alokasi import.

Maka dari uraian saya diatas, menegaskan bahwa dakwaan JPU yang mendakwa saya menerima suap dan/atau  janji (Gratifikadi)  menjadi tidak terbukti, karena menurut hemat saya penerimaan suap hanya dapat dituduhkan kepada pejabat yang memiliki kewenangan dan apabila saya diangggap turut serta bersama sama dengan pejabat yang memiliki kewenangan itu, maka JPU harus dapat membuktikan siapa pejabat yang memiliki kewenangan itu yang terlibat dalam kasus ini. Karena faktanya tidak satu orangpun dari Pejabat Kementerian Pertanian yang terbukti terlibat dalam kasus ini.

Perlu ditegaskan disini, saya adalah salah satu anggota komisi VI DPR RI yang memiliki ideologi politik menolak Impor pangan dan juga memiliki ideologi politik menolak Praktek KKN, hal tersebut bisa dilihat dari Track record saya selama ini, saya adalah orang yang paling lantang menolak impor pangan, saya juga orang yang paling lantang menolak pratek KKN.

Selama dua periode menjabat anggota DPR, yang ada dalam Hati dan pikiran saya adalah memperjuangkan hak-hak masyarakat kecil, yang teraniaya dan terpinggirkan. Perjuangan saya ini juga bisa dilihat dengan saya membantu masyarakat Bali menolak Reklamasi tanjung Benoa. Karena sebagai orang Bali, saya paham betul perasaan masyarakat Bali apabila Rekalamasi dilakukan di tanjung Benoa. Sakit hati, melihat Laut yang selama ini kita anggap sakral malah dijadikan reklamasi. Oleh karena itu bagaimana mungkin saya mengkhianati ideologi politik yang selama ini saya perjuangkan serta bagaimana mungkin saya menkhianati ajaran agama saya untuk tidak melakukan perbuatan tercel,  seperti yang disampaikan JPU dalam Dakwaan maupun dalam Tuntutannya.

Namun, saya percaya keadilan yang Hakiki dan sejati masih ada di Negara yang kita cintai, Keadilan yang didasarkan dari fakta-fakta persidangan dan bukan dari rangkain-rangkaian, kalimat-kalimat yang sengaja dibuat dengan membabi buta kemudian ditujukan kepada saya. Sejumlah Putusan Pengadilan atas kasus yang di dasari fitnah, dramatisasi dan insinuasi KPK tersebut ‎diputus “Bebas demi Hukum”.‎

Teakhir, saat ini saya memilik istri dan anak-anak yang masih butuh kasih sayang dari seorang suami dan juga dari seorang bapak, saat ini anak-anak saya masih memerlukan bimbingan-bimbangan dari seorang ayah yang selama ini saya sudah jalankan.

Oleh karena itu saya menggantungkan Nasib saya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan sekaligus kepada publik, yang saya anggap sebagai wakil Tuhan (volk dei). akan mampu memberikan keadilan yang Hakiki dan sejati kepada saya.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesart-besarnya kepada Majelis Hakim yang Mulia, kepada Panitera, kepada Jaksa Penuntut Umum serta kepada Tim Penasihat Hukum saya, yang sudah berupaya kuat mencari kebenaran dalam setiap persidangan yang kita laksanakan. Semoga Tuhan yang maha Esa membalas semua kerja keras dan upayan yang sudah dilakukan selama ini.

Terimakasih,
LP KPK Guntur, Jakarta

I NYOMAN DHAMANTRA.

For instance, if you are handling a personal issue which relates to a job, you may want to include a quote by examine this an expert within the field.