Foto: Anggota Fraksi Demokrat DPR I Dapil Bali Putu Supadma Rudana (tengah baju biru) saat menghadiri acara Malam Budaya di Museum Rudana, Desa Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar, pada Jumat (20/12/2019) malam.

Gianyar (Metrobali.com)-

Anggota Fraksi Demokrat DPR RI Dapil Bali Putu Supadma Rudana (PSR) menegaskan saat ini Bali dalam posisi memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali yang harusnya juga mengawal nilai- nilai budaya didalamnya.

“Nah apabila kita berbicara RUU Provinsi Bali kita harus pengawalan kebudayaan. Tidak hanya sisi politisnya. Esensi seni dan budaya harus digaungkan. Seni dan budaya itu ketulusan batin kita untuk kebudayaan,” tegas Supadma Rudana di sela-sela menghadiri Pagelaran Budaya di Museum Rudana, Ubud, Kabupaten Gianyar, Jumat (20/12/2019) malam.

Karenanya ia berharap segenap elemen masyarakat Bali dan juga pemerintah  pusat serta anggota legislatif di DPR RI harus mampu memahami esensi perjuangan RUU Provinsi Bali ini. Sebab ujung tombak Bali itu seni dan pariwisata budaya.

“Bali kembali ke tracknya melahirkan figur anak kandung budaya. Kita tanpa seni, kearifan lokal, Subak, Nyepi, Tri Hita Karana,  tidak akan bisa kuat kedepannya. Maka kemulian ini harus digaungkan dan dijaga,” kata Supadma Rudana yang juga Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) ini.

Berbagai komponen masyarakat Bali sejak tahun 2005 menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi dengan Undang-Undang yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat-istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia.

Pada saat ini, Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUD’S 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Materi dalam Undang-Undang tersebut sudah kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan jaman dalam pembangunan daerah Bali.

Karenanya pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah Bali harus memerhatikan potensi daerah dalam bidang pariwisata dengan keindahan alam, kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis dan demografis, serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat dalam tataran lokal, nasional, dan internasional.

Hal ini untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat Bali dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.

Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Bali selama ini belum sepenuhnya menjamin pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat Bali.

Hal ini belum mampu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat pemanfaatan ruang yang tidak terkendali, dan terjadinya ketimpangan perekonomian antarwilayah di Provinsi Bali, dan ketidakseimbangan pembangunan antarsektor sehingga menyulitkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Bali secara adil dan merata.

Kaitannya dengan perjuangan RUU Provinsi Bali ini, Supadma Rudana yang kini bertugas di Komisi VI DPR RI menyebutkan tokoh Bung Karno menyampaikan Ajaran Tri Sakti. Yakni berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi  dan berkepribadian dalam kebudayaan.

“Nah tentu ini menjadi catatan bagi bangsa kedepan untuk mengawal, bukan hanya retorika. Saya akan selalu berada ditempat ini (museum dan kebudayaan), saya akan selalu berada di depan. Yang lainnya (jabatan politik dan lainnya) hanya sementara,” ujar Supadma Rudana.

“Kita ingin bahwa pengabdian kita kepada jati diri. Pariwisata Bali terfokus kepada kearifan lokal, itu sebagai bahan perjuangan kita. Tokoh Bali agar melihat ini, jangan terfokus menjadi rutinitas. Apa yang kita gaungkan itu alat pertahanan bangsa,”  tegas Wasekjen DPP Demokrat ini.

Politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Ubud, Gianyar ini juga melihat kondisi saat ini Bangsa Indonesia mengalami tantangan besar dalam pelestarian kebudayaan, dengan fenomena pembajakan.

Karenanya tokoh muda ini tak lelah membuktikan kecintaannya terhadap seni dan kebudayaan dengan terus berkomitmen mengaungkan perlindungan dan  pelestarian seni dan budaya melalui berbagai cara.

Sebab, kata mantan Ketua Departemen Seni dan Budaya DPP Demokrat ini, kebudayaan adalah alat perekat persatuan dan bahkan sebagai alat diplomasi bangsa. Kebudayaan adalah ujung tombak perekat persatuan.

“Esensi perjuangan bangsa dalam seni dan kebudayaan adalah ketahanan dan pemersatu bangsa,”  tegas Supadma Rudana yang mantan anggota Komisi X DPR RI membidangi pariwisata, pendidikan, pemuda olahraga,  adat – budaya serta ekonomi kreatif ini. (dan)