Foto: Mahasiswa STMIK Primakara berhasil menjuarai beberapa kategori di Asean Skills Competition XIII tahun 2019.

Denpasar (Metrobali.com)-

Talenta digital khususnya di bidang programmer menjadi PR (Pekerjaan Rumah) besar di Bali dan Indonesia secara umum. Bahkan saat ini Indonesia dikategorikan “darurat programmer” di tengah boomingnya ekonomi digital dan banyaknya muncul startup digital maupun perusahaan besar berbasis teknologi.

“Kita melahirkan ribuan sarjana IT tiap tahunnya tapi yang punya kemampuan teknis yang mumpuni sebagai programmer sangat sedikit. Ini yang jadi problem besar,” kata Founder sekaligus Ketua STMIK Primakara I Made Artana, S.Kom., M.M.

Hal itu disampaikan Artana di sela-sela Seminar Leadership dan Technopreneurship “Membentuk Karakter Kepemimpinan dan Kewirausahaan Generasi Milenial di Era Industri 4.0” di Kampus STMIK Primakara, Jln Tukad Badung, No. 135 Renon, Denpasar, Jumat pagi (24/5/2019).

Dikatakan darurat programmer sebab yang terjadi saat ini adalah sarjana komputer banyak. Sayangnya yang bisa programming hanya sedikit jika enggan disebut hanya hitungan jari.

“Barangkali kita cari 50 orang programmer saja tiap tahun akan susah,” kata Artana yang juga pengusaha IT dan founder Kampus Alfa Prima ini.

Padahal saat ini kebutuhan terhadap tenaga programmer sangat tinggi. Bahkan perusahaan kesulitan mencari programmer berkualitas dan sesuai kebutuhan dunia industri.

Maka tak heran programmer menjadi salah satu bidang profesi yang bergaji cukup tinggi bagi fresh graduate maupun pekerja pemula sekalipun. Kisaran gajinya dari di atas Rp 5 juta hingga Rp 12 juta untuk pekerja yang belum punya pengalaman bekerja sebagai programmer sebelumnya.

Kampanyekan Anak IT harus Bisa Programming

Melihat kondisi dan fakta ini menjadi tanggung jawab STMIK Primakara sebagai salah satu kampus IT terbaik di Indonesia yang juga sebagai Technopreneurship Campus betul-betul melahirkan sarjana komputer yang mumpuni dan mampu menjadi programmer handal.

“Kami komitmen untuk cetak lebih banyak programmer yang juga sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kalau mahasiswa teknisnya di bidang programming ya harus menjadi programmer,” kata Artana.

Selama ini STMIK Primakara yang harus saja meraih akreditasi B dari BAN PT terus mengkampanyekan bahwa anak IT harus bisa programming. “Apapun program studi yang diambil di Primakara mahasiswa harus bisa programming dan ketika lulus sebisanya agar jadi programmer,” tegas Artana.

Tidak cukup sampai disana, pembenahan kurikulum yang terkait dengan skill programming agar sesuai dengan kebutuhan dunia industri juga terus dilakukan. Ditambah juga dengan berbagai kegiatan di luar perkuliahan untuk mengasah skill programming dan juga mengasah mindset technopreneur.

Misalnya melalui Bali Startup Camp (BSC) yang rutin digelar tiap tahun. Melalui kegiatan ini, para mahasiswa ataupun masyarakat umum yang tertarik dengan dunia startup teknologi dan ingin menjadi technopreneur akan diajak ke mengikuti workshop selama tiga hari penuh untuk kemudian membangun startup dalam sebuah tim.

BSC ini mengajak para pesertanya untuk bisa mengeksekusi ide mereka menjadi solusi bisnis lewat inovasi digital. Mereka juga akan difasilitasi untuk bisa bertemu dan membagun tim startup yang solid yang terdiri atas hustler (marketer/pemasar),  hispster  (desainer) dan hacker (programmer).

Siap Gelar Programming Camp

Ke depan tidak cukup hanya BSC, STMIK Primakara akan membuat camp khusus programming untuk secara lebih mendalam mengasah skill mahasiswa untuk jadi programmer.

“Programming Camp ini  rencananya tahun ini sudah akan berjalan. Intinya skill programming mahasiswa Primakara harus terus diasah,” ungkap Artana yang saat ini tengah menempuh pendidikan S-3 (Doktor) Ilmu Manajemen di Universitas Udayana.

Sejauh ini STMIK Primakara telah melahirkan sejumlah programmer mumpuni. Namun memang diakui jumlahnya belum banyak.

“Satu dua anak Primakara jago banget programming. Tapi masalahnya belum merata. Kami terus berproses untuk lebih banyak mencetak programmer jago,” tandas Artana. (wid)