Denpasar (Metrobali.com)-

Prokontra perubahan sistem pelaksanaan ujian nasional (unas) pada tahun 2013 mendatang semakin memanas. Pasalnya, sistem baru unas tahun depan lewat penambahan 20 paket soal dianggap sebagai upaya politisasi dan komersialisasi dunia pendidikan. Kenapa ? Karena dianggap belum mampu menekan praktik kecurangan yang acapkali terjadi dalam pelaksanaan unas selama ini.

Di samping itu, juga secara signifikan sistem baru unas tahun depan itu masih diragukan akan memberikan dampak positif terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan dalam mencetak karakter bangsa dari generasi emas bangsa yang berkualitas dan unggul. Ironisnya, sistem baru unas tahun depan itu justru disinyalir dapat menambah praktik kecurangan dan lebih menguatkan pandangan khayalak publik terkait upaya politisasi kebijakan dan komersialisasi dunia pendidikan.

Hal ini secara blak-blakan diungkapkan oleh Putu Rumawan Salain, selaku Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar, Rabu (19/9) kemarin. Kepada koran ini, dia mengaku menyambut baik upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan lewat berbagai perubahan sistem pendidikan selama ini.

Namun, dibalik itu semua, dia justru merasa prihatin dan kecewa karena perubahan sistem itu acapkali masih terkesan bersifat stagnan atau jalan ditempat. Artinya, belum mampu memberikan perubahan secara signifikan terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan dalam mencetak generasi emas bangsa yang unggul dan berkualitas, serta berbudaya.

Menurutnya, ini karena stigma publik bahwa unas masih tetap sebagai indikator utama kelulusan. Perubahan sistem unas tahun depan lewat penambahan 20 paket soal bahkan disinyalir justru akan memicu praktik kecurangan semakin masif dan sistemik.

Akibatnya, katanya, stigma politisasi dan komersialisasi dunia pendidikan pun kian menguat dan sulit dipangkas. “Inilah tantangan bagi seluruh komponen bangsa terutama di bidang pendidikan dalam mencetak generasi emas bangsa yang unggul dan berkualitas,” tegasnya. IJA-MB