Tokoh desa adat Kubutambahan, Jro Mangku Kastawan.

Bisa Picu Kegaduhan di Buleleng

 

Kubutambahan (Metrobali.com)-

Sejumlah tokoh Desa Kubutambahan menanggapi sinis pembentukan konsorsium bentukan Kemenhub yang terdiri atas PT Pembangunan Perumahan, PT Angkasa Pura dan PT Perusda. Pembentukan konsorsium ini dinilai tergesa-gesa tanpa perencanaan yang matang. Masyarakat mencurigai jika pembentukan konsersium ini sebagai sebuah monuver politik petinggi negara di pusat.

Tidak tertutup kemungkinan konsorsium ini akan memicu kegaduhan baru di tanah Panji Sakti itu. Metro Bali yang melakukan investigasi di Desa Kubutambahan Minggu kemarin dan menemui sejumlah tokoh setempat mengungkapkan, Menhub terlihat sangat panik, akibat belum turunnya Penlok sampai saat ini sejak Menhub Budi Karya meninjau ke lokasi Desember tahun lalu.

Adalah Ketua LPM Desa Bukti dan Kedua DPC LPM Kecamatan Kubutambahan, Made Suwindra secara terangan-terangan menilai kehadiran konsersium baru ini akan memicu kegaduhan baru di Desa Kubutambahan. Pasalnya, kata Suwindra konsersium ini sama sekali tidak punya etika mereka sama sekali tidak menghormati krama desa adat. Mereka tanpa permisi melakukan pengukuran tanah-tanah di Desa Kubutambahan. Di sejumlah tempat mereka sudah diusir. Menurut Suwindra masyarakat sama sekali tidak tahu menahu konsersium ini karena tidak ada sosisalisasi sebelumnya. Dan masyarakat kami tahunya pembangunan bandara Bali Utara di Kubutambahan ini dibangun di laut bukan di darat. Jadi tanah kami diukur-ukur tanpa permisi. Ini yang tidak bisa kami terima. Di samping itu, kata Suwindra, semestinya baik gubernur Bali maupun Bupati Buleleng ngomong dulu ke masyarakat, baru berikan izin mengukur tanah. Apakah masyarakat mau menerima atau tidak. Yang tidak bisa kami terima, jelas Suwindra, selama ini yang mereka perhitungkan cuma lahan di Kubutambahan, kenyataannya tanah di Yeh Sanih juga mereka ukur. Saya tidak membayangkan jika bandara ini dibangun di darat, akan mencaplok pemukiman penduduk, tanah produktif, pura dan situs peninggalan sejarah. Sejatinya kami sama sekali tidak bisa menerima pembangunan bandara di darat, siapa pun pemrakarsanya. Dan itu sudah sering kami komandangkan.

“Kami masyarakat Kubatambahan minta Presiden Jokowi segera turun tangan mengenai bandara Bali Utara ini. Masyarakat kami bingung, selama ini beritanya simpang siur. Dari Menteri Perhubungan Budi Karya sampai Gubernur Bali Koster sudah mengumbar janji-janjinya penlok bandara Bali Utara segera turun, kenyataannya sampai sekarang belum ada apa-apa. Ujung-ujungnya justru mencul konsersium baru. Anehnya mereka baru  memulai kegiatan dari nol. Padahal rencana pembangunan bandara ini sudah lebih dari sepuluh tahun lalu. Kata Koster tinggal menunggu penlok. Kenyataannya seperti sekarang.” jelas Suwindra kepada Metrobali Online.

Sementara itu Presiden Direktur PT Pembari, I Ketut Suardhana Linggih yang diwawancarai via WA menjelaskan pihak Pembari sampai saat ini sudah melakukan pengajuan izin sesuai yang digariskan undang-undang. Soal dibentuknya konsersium baru yang melibatkan PT Perusda dan lahan yang digunakan juga sama yang diincar PT Pembari yakni, lahan Dewe Pura di Desa Adat Kubutambahan seluas 400 hektar itu. Secara deplomatis Suardhana menilai, berdasarkan instruksi Presiden tanggal 8 Agustus 2019 lalu, melarang semuajajaran kabinetnya mengeluarkan keputusan strategis sebelum kabinet kerja II dibentuk. Menurut Suardhana seharusnya semua jajaran kabinet menaati instruksi itu. Suardhana sendiri mengaku tidak mengerti sama sekali, mengapa Menhub Budi Karya Sumadi belum mengeluarkan penlok untuk bandara di Bali, padahal 2 tahun terakhir ini penlok di daerah lain, semua sudah keluar. Ada apa ini, saya tidak mengerti, jelas Suardhana.

Dan PT Pemberi sudah melakukan pengajuan izin sesuai ketentuan undang-undang.

“PT Pembari sudah berproses dalam koridor hukum peraturan dan perundang-undangan. Tidak bisa bermain-main seperti ini,” jelas Suardhana pengusaha sukses kelahiran Desa Tajun, Buleleng ini.

 

LANGKAH JRO PASEK LANGGAR PERDA DESA ADAT

Secara terpisahnya tokoh desa adat Kubutambahan, Jro Mangku Kastawan melihat keputusan yang dilakukan Bendesa Adat Kubutambahan Jro Pasek Warkandeya yang menyerahkan begitu saja lahan Dewe Pura Desa Adat Kubutambahan, sebagai pelanggaran perda no 4 tentang desa adat

Menurut Kastawan, Jro Pasek tidak bisa mengatasnamakan krama Desa Adat menyerahkan lahan Dewe Pura Desa Adat Kubutambahan itu kepada pihak mana pun termauk ke pemerintah, tanpa melalui paruman desa adat. Ini pelanggaran yang sangat berat. Pasalnya menurut Kastawan lahan yang diserahkan Jro Pasek kepada pemerintah itu bukan milik pribadi. Jadi kami sangat tidak setuju.Menurut Kastawan ini harus ada tindakan tegas dari Gubernur Bali, I Wayan Koster.

“Sebagai krama Buleleng, Gubernur Bali I Wayan Koster seharusnya tahu kalau tanah yang diserahkan kepada pemerintah itu adalah dewe pura, bukan milik yang bersangkutan,” jelas Kastawan sembari menambahkan agar Jro Pasek Warkandiye sebagai bendesa adat Kubutambahan taat terhadap awig-awig Desa Adat Kubutambahan.

Penulis berita KS Wendra